Sukses

Butuh 750 Polisi Kawal Peringatan Hari Asyura di Semarang

Penjagaan dimaksudkan untuk mencegah pihak yang ingin membubarkan perayaan Hari Asyura oleh pengikut Syiah di Semarang.

Liputan6.com, Semarang - Ritual peringatan Hari Asyura yang digelar sekitar 1.000 penganut Syiah dijaga sekitar 750 polisi di Semarang, Jawa Tengah. Penjagaan dikonsentrasikan di pusat kegiatan, yakni Jalan Boom Lama, Semarang Utara.

Penjagaan ini dimaksudkan untuk mencegah pihak yang ingin membubarkan acara tersebut.

Menurut Kapolrestabes Semarang Kombes Abiyoso Seno Aji, kegiatan tersebut sudah dilindungi undang-undang, sehingga sudah menjadi kewajiban polisi untuk menjaga keamanan di lokasi kegiatan.

"Kegiatan dilindungi undang-undang, maka kami punya kewajiban melindungi. Kalau ada yang nekat berinisiatif membubarkan, maka berhadapan dengan kami," ucap Abiyoso di Semarang, Selasa (11/10/2016).

Penjagaan keamanan yang melibatkan ratusan polisi itu sudah dilakukan sejak Jalan Layur yang mengarah ke lokasi acara di Jalan Boom Lama.

Polisi bersenjata berjaga dan memeriksa setiap mobil yang datang. Mobil yang melintas diwajibkan membuka jendela dan jika isinya dari pihak kontra, akan langsung ditolak.

"Ada 780 personel dari Polrestabes Semarang dan Polda Jateng. Ring luar ada dari kawan TNI," kata Kapolres Semarang.

Untuk tindak lanjut berikutnya, kepolisian, pemerintahan daerah, Majelis Ulama Indonesia, Kementerian Agama, ulama, dan pihak-pihak terkait akan menggelar rapat untuk membicarakan lebih lanjut soal Syiah.

Peringatan Hari Asyura digelar para penganut Syiah di Semarang, Jawa Tengah. (Liputan6.com/Edhie Prayitno Ige)

Para penganut Syiah menggelar peringatan Asyura sebagai haul Sayyidina Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW. Acara itu ditolak dan diprotes Forum Umat Islam Jawa Tengah dan Yogyakarta dengan unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah di Kota Semarang.

Perayaan Hari Asyura tetap berlangsung, namun tidak sesuai dengan rencana. Lokasi yang sebelumnya di PRPP Semarang, dipindahkan ke Masjid Nuruts Tsaqolain di Jalan Boom Lama.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tabut Besanding di Bengkulu

Ribuan warga Kota Bengkulu memadati lapangan Tugu Merdeka atau dikenal juga dengan lapangan "View Tower" untuk menyaksikan prosesi Tabut Besanding, malam puncak ritual Tabut untuk memperingati gugurnya cucu Nabi Muhammad SAW, Husein, di pertempuran Padang Karbala.

"Malam Arak Gedang dan Tabut Besanding menjadi malam puncak ritual tabut sebelum acara puncak, yaitu pembuangan tabut," kata Ketua Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) Bengkulu Ahmad Syiafril di Bengkulu, dilansir Antara.

Tabut yang berarti 'peti' adalah simbol lambang peti jenazah Husein yang diarak keluarga Tabut Bengkulu untuk mengikuti ritual tabot tebuang pada 10 Muharam menuju pemakaman Karbala yang mencerminkan kawasan Karbala di Irak.

Ritual Tabut selama 10 hari yang digelar mulai 1 Muharram hingga 10 Muharram merupakan peringatan terhadap mati syahidnya Husein di Padang Karbala.

Tabut Besanding adalah rangkaian bangunan Tabot yang dibuat oleh KKT imam dan bangsal. Sebelum prosesi Tabut Besanding, KKT menggelar ritual naik pangkek atau menaikkan jari-jari ke puncak bangunan tabut.

Ritual naik pangkek dilakukan setelah salat Asar, bertempat di gerga atau markas pembuatan tabut imam dan bangsal. Tabut yang telah dilengkapi jari-jari (terbuat dari tembaga) yang bermakna sebagai simbol jasad cucu Nabi Muhamad SAW, yakni Husein.

Selanjutnya, tabut tersebut diarak menuju Jalan Ahmad Yani Kota Bengkulu untuk mengikuti ritual arak gedang dilanjutkan Tabut Besanding dengan puluhan tabut lainnya.

Tabut atau rangkaian peti tersebut mencapai setinggi tiga sampai lima meter. Tabot yang berwarna-warni tersebut semakin meriah dan menarik perhatian karena dipasang lampu kerlap-kerlip, sehingga sangat indah dilihat pada malam hari.

Upacara tabut dilaksanakan secara turun-temurun oleh masyarakat Bengkulu untuk menyambut Tahun Baru Hijriah dan memperingati gugurnya cucu Nabi Muhammad SAW bernama Husein bin Abi Thalib dalam perang di Padang Karbala.

Ritual tabut yang digelar KKT telah dikembangkan oleh Pemda Provinsi Bengkulu dengan istilah Festival Tabut yang dirangkai dengan pertunjukan seni budaya dan pasar rakyat.

3 dari 3 halaman

Upaya Penggagalan di Makassar

Sementara itu, upaya penggagalan peringatan Asyura oleh sekelompok massa di Sulawesi Selatan mendapat kritikan dari sesepuh Ikatan Jamaah Ahlul Bait (IJABI) Sulsel.

Buya Nasir, salah satu sesepuh IJABI Sulsel, mengatakan penolakan acara penyelenggaraan Asyura yang diadakan di Kota Makassar oleh beberapa pihak intoleran adalah bentuk provokasi yang mengadu umat Islam satu dengan yang lainnya.

Apalagi, kata Buya, banyak berita kelompok intoleran tersebut telah mengancam akan melakukan pembubaran dengan segala tindakan kekerasan, bahkan dengan senjata tajam.

"Ancaman terhadap nyawa orang lain seperti ini sudah nyata-nyata pelanggaran hukum,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin, 10 Oktober 2016.

Buya Nasir yang juga ketua salah satu Yayasan Dakwah Ahlul Bait Sulsel itu menegaskan bahwa di negara Indonesia yang berdasarkan UUD 1945, kebebasan menjalankan keyakinan agama seharusnya mendapatkan jaminan negara apapun tantangannya.

Negara harus hadir dan aparat seharusnya membubarkan demo semacam itu karena telah mengancam kebhinekaan dan kesatuan Indonesia serta nyawa orang lain, bukan malah tunduk pada keinginan sebagian pihak.

Selama ini dakwah pengikut Ahlul Bait di Indonesia, kata Buya, sama sekali tidak pernah menimbulkan ancaman bagi NKRI seperti yang dituduhkan. Bahkan dalam doktrin dakwah Ahlul Bait dengan tegas mewajibkan kecintaan terhadap Tanah Air menjadi menjadi bagian tak terpisahkan.

“Kalau ada perang antara Indonesia dengan negara mana pun, umpamanya, doktrin kami adalah mati mempertahankan Indonesia. Kami tidak tahu yang lain,” tegasnya.

Dia berharap TNI dan aparat melakukan kajian dan penelitian mendalam terhadap elemen elemen yang menolak terhadap peringatan Asyura.

“TNI dan polisi jangan malah sampai dihegemoni oleh propaganda dan hasutan mereka dan memberikan ruang pada mereka. Suatu saat mereka akan sangat berbahaya bagi kohesi sosial,” jelas Buya.

Peringatan Asyura sendiri merupakan tradisi yang banyak dijumpai di semua bagian daerah Indonesia. Di antaranya dapat dilihat mulai dari Aceh, bahkan di Sulsel di mana acara Asyura digelar dalam bingkai budaya.

"Jadi penolakan-penolakan terhadap acara semacam ini sungguh tidak sesuai dengan cita-cita didirikannya negara ini dan hanya berdasarkan fitnah dan hasutan, bukan kajian yang mendalam,” ujarnya.

Pernyataan Buya ini menanggapi adanya beberapa orang yang mengklaim mewakili umat Islam Sulsel dan bahkan sempat mengintimidasi Ketua MUI Sulsel untuk menandatangani penolakan digelarnya upacara Asyura di Makassar.

“Padahal, apa yang dirugikan dari peringatan itu? Kami mengingat kepahlawanan Imam Hussain, salah satu keluarga Nabi yang tiap saat kita kirimkan salawat padanya. Mencintainya adalah kewajiban. Mengapa harus dilarang?” kata Buya menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini