Sukses

Mahasiswi Ini Bikin Aki dari Alur dan Kaktus Centong

Alur mengandung zat besi, kalsium, dan fosfor. Sedangkan kaktus terdapat unsur magnesium, kalsium, dan kalium.

Liputan6.com, Malang - Tumbuhan di sekeliling kita tak hanya bisa menghasilkan oksigen, dikonsumsi, dan dijadikan tanaman hias saja. Beberapa jenis tanaman di antaranya bahkan bisa menjadi sumber energi alternatif terbarukan jika dimanfaatkan secara tepat.

Tumbuhan alur (Suaeda maritima) misalnya, selama ini oleh sebagian masyarakat di Pulau Jawa umumnya dikonsumsi. Sedangkan kaktus centong (Opuntia ficus-indica) lebih banyak dijadikan tanaman hias saja. Padahal, kombinasi kedua tumbuhan itu bisa menghasilkan energi listrik baru dan terbarukan.

E-Bister, sebuah inovasi listrik basah (accu) atau aki memanfaatkan alur dan kaktus sebagai sumber energinya hasil karya mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Brawijaya Malang yakni Wildatus Syadiyah Sugianto ini adalah buktinya. Energi yang dihasilkan dua tumbuhan itu juga ramah lingkungan.

"Penelitian dan pemanfaatan sebelumnya lebih banyak ke kaktus saja. Padahal jika dikombinasikan dengan tanaman alur, senyawa elektrolit yang dihasilkan jauh lebih kuat dan komplit," ujar Wildatus Syadiyah di Malang, Jawa Timur, Sabtu 3 September 2016.

Menurut dia, alur mengandung zat besi, kalsium, dan fosfor. Sedangkan pada kaktus terdapat unsur magnesium, kalsium, dan kalium. Karena itulah, penggabungan kedua jenis tumbuhan itu semakin kuat karena saling melengkapi apa yang tidak ada di antara salah satu tumbuhan.

Cara Membuat

Wildatus menuturkan, cara pemanfaatannya cukup mudah. Sebanyak 500 gram alur dan 500 gram kaktus dipotong kecil dan diblender sampai hancur. Selanjutnya, antara ampas dan filtrate atau air yang dihasilkan dari penghancuran itu dipisahkan.

Air dari proses penghancuran itu kemudian dimasukkan dalam tempat aki bekas kapasitas 12 volt yang sebelumnya sudah dibersihkan.

Dalam aki bekas yang sudah diisi air alur dan kaktus  itu diberi lempengan seng dan tembaga yang dirangkai dengan penjepit buaya sebagai konektor. Hasilnya, energi sebesar 6 volt telah tersedia dan setidaknya memiliki daya tahan selama 9 jam.

"Kalau ingin energi yang lebih besar ya tinggal mencari tempat dan bahan yang juga lebih besar. Tinggal menyesuaikan kebutuhan saja," ucap Wildatus.

Saat ini, Wildatus dan rekannya tengah mengembangkan bagaimana agar memanfaatkan langsung dari tumbuhan alur dan kaktus tanpa perlu menghancurkannya. Ia ingin komponen seperti penjepit buaya bisa langsung tertancap ke tumbuhan dan menghasilkan energi tanpa merusak tumbuhan.

"Sehingga tetap menjaga keberlangsungan lingkungan. Apalagi alur dan kaktus centong ini kan bisa dibudidayakan meski di rumah, sehingga bisa membantu krisis energi terutama di wilayah yang mungkin belum teraliri listrik," urai Wildatus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini