Sukses

Orangtua Bayi Korban Sandera Rentenir di Pare-Pare Diteror

Meski ada perdamaian, orangtua bayi korban sandera di Pare-Pare ingin polisi terus memproses kasus penyanderaan anaknya.

Liputan6.com, Pare-pare - Perasaan lega membuncah di hati orangtua Nindi, bayi berusia 14 hari yang sempat disandera rentenir hanya berlangsung sesaat. Usai sang putri dibebaskan, mereka kembali gundah karena mendapat ancaman.

Bahkan Nindi bersama Amel dan Iswandi meninggalkan rumah kontrakannya di Jalan Reformasi, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Bacukiki, Kota Pare-Pare, Sulsel, sehari setelah perdamaian dibuat antara ia dan Suryani Abbas, perempuan yang disebut rentenir itu.

"Saya pindah rumah karena saya diteror oleh itu orang. Jadi, saya tinggalkan rumah," kata Amel, ibu kandung Nindi, Minggu, 7 Agustus 2016.

Kepindahan Nindi bersama orangtuanya difasilitasi Lembaga Perlindungan Anak dan Perempuan (LPAP) Kota Pare-pare, Sulsel. Seperti disampaikan perwakilan LPAP Sri Suri Haryani

"Kami mendapat telepon dari ibu bayi Nindi (Amel) jika ia diteror, bahkan suaminya diancam akan dipukul oleh suruhan rentenir (Suryani) karena dinilai buat kegaduhan," ujar Sri.

Saat ini, lanjut Sri, keluarga bayi Nindi menginap di Sekretariat Perhimpunan Jurnalis Ajatappareng (PIJAR) kota Pare-pare. "Alhamdulillah, teman-teman jurnalis turut membantu kami dengan memberikan keleluasaan keluarga bayi Nindi tinggal di sekretariatnya," tutur Sri.

Terkait kelanjutan kasus ini, Sri mengatakan, secara kelembagaan rencananya akan kembali melaporkan ancaman teror yang dihadapi keluarga bayi Nindi ke Polres Kota Pare-pare, Sulsel. Tindakan yang sama juga dilakukan orangtua bayi Nindi.

"Saya tetap melapor dan harap kasus penculikan dan penyanderaan terhadap bayi saya agar tetap diproses," ucap Amel.

Amel berharap kepolisian melindungi dirinya dan keluarganya agar tetap aman dari berbagai ancaman dan teror. "Tentu saya berharap kepada polisi agar suami dan anak saya dilindungi," harap dia.

Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise secara tegas meminta agar aparat kepolisian tidak mendiamkan kasus tersebut. Menurut dia, penyanderaan terhadap anak merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak karena telah mengeksploitasi atau perdagangan anak.

"Kasus ini harus diusut tuntas jangan didiamkan," kata Yohana usai meninjau sekolah ramah anak di SMPN 2 Parepare, Jumat 5 Agustus 2016 lalu.

Utang Rp3,5 Juta

Dia menginstruksikan agar Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPA) maupun Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) terus mengawal kasus yang menimpa bayi Nindi tersebut.

"Itu tak hanya sekadar melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), juga melanggar UU Perlindungan Anak dan Konvensi Anak PBB. Kasus ini harus diusut tuntas," ucap dia.

Sebelumnya, Nindi menjadi korban sandera oleh Suryani Abbas, seorang yang dikenal sebagai rentenir di wilayah setempat saat masih berusia 12 hari. Ia disandera selama tiga hari dua malam sebelum akhirnya dibebaskan polisi.

Penyanderaan terhadap Nindi bermula saat Amel melahirkannya di RS Soemantri Kota Pare-Pare, Sulsel, pada 19 Juli 2016 kemarin. Amel yang terbentur biaya persalinan nekat meminjam uang kepada Suryani Abbas, warga Jalan Kesuma Timur, Kota Pare-Pare, yang melakoni aktivitas bank gelap alias rentenir.

Ia meminjam duit Rp 1,7 juta kepada Suryani. Selang beberapa hari, Suryani datang ke rumah Amel untuk menagih utang tapi dengan nilai yang lebih besar dari pokok pinjaman sebenarnya yakni Rp 3,5 juta. Menurut dia, kata Amel, itu sudah terhitung dengan bunga.

Amel dan suaminya (Iswandi) pun kewalahan dan belum dapat uang untuk membayar utang sehingga Suryani langsung mengambil bayinya. Amel mengungkapkan dirinya hanya bekerja sebagai pelayan disalah satu warung di bilangan Jalan Reformasi, Pare-Pare dan suaminya hanya sebagai buruh bangunan.

Amel berhasil memeluk kembali bayinya yang sudah tiga hari disandera Suryani setelah dibantu aparat Polres Pare-Pare. Ia juga akhirnya diberi kelonggaran untuk mencicil utangnya sebesar Rp 500 Ribu per minggu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.