Sukses

Walhi Dukung Program Desa Ekologi

Setidaknya ada 33 ribu wilayah perdesaan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan dan kawasan perizinan pertambangan.

Liputan6.com, Palembang - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan dukungan terhadap program desa ekologi yang dicanangkan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

"Kami sangat mengapresiasi Desa ekologi yang berorientasi pada pemeliharaan lingkungan hidup perdesaan akan menjadi salah satu jawaban akan kerusakan lingkungan," ujar Direktur Eksekutif Walhi Abet Nego Tarigan di sela acara Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup Indonesia ke-XII di Wisma Atlet, Jakabaring, Palembang, Senin (25/4/2016).

Abet mengatakan, saat ini berbagai isu lingkungan dan ekologis membutuhkan solusi kongkret. Salah satunya terkait isu konflik agraria kawasan perdesaan dengan pemangku hutan dan tambang di berbagai wilayah di Indonesia.


"Setidaknya ada 33 ribu wilayah perdesaan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan dan kawasan perizinan pertambangan. Muaranya pada kerusakan lingkungan yang membuat warga desa tersingkir," ujar Abet.

Keberadaan desa ekologi, lanjut Abet, setidaknya akan menjelaskan posisi hukum akan hak tanah ulayat  milik desa. Kesadaran dan pengakuan atas tanah ulayat ini pada gilirannya akan membuat warga desa sadar hak mereka dan berusaha menjaga melestarikannya.

"Selain itu dengan program desa ekologis pemerintah melalui Kemendes PDTT bisa ikut menjaga kesinambungan ekologis di wilayah perdesaan," kata Abet.

Sementara itu, Mendes Marwan Jafar, mengajak Walhi membantu penyelesaian konflik SDA (Sumber Daya Alam) di desa. Karena, sebagian besar penguasaan dan pemanfaatan wilayah kelola rakyat hingga saat ini bukan dilakukan oleh desa.

"Kemendes PDTT bisa menjadi konsolidator untuk menyelesaikan konflik antara desa dengan kawasan hutan ini. Harapannya Walhi dapat membantu kami untuk bisa secara bersama-sama menjawab tantangan ini," ujar Marwan.

Marwan juga mengatakan, desa sebagai unit terkecil telah menjadi ujung tombak pemerintahan. Tak jarang, desa dihadapkan dengan situasi untuk menerima keputusan perizinan eksploitasi sumber daya alam dari pemerintah.

"Sedangkan risiko, dampak dan beban lingkungan yang akan menimpa dirasakan oleh masyarakat desa," terang Marwan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini