Sukses

Petaka di Muara Enim, Satu Keluarga Petani Tewas Tersambar Petir

Tujuh orang kehilangan nyawa, sedangkan lima lainnya terluka akibat sambaran petir.

Liputan6.com, Muara Enim - Hujan deras disertai angin kencang yang melanda Prabumulih dan sebagian Muara Enim, Sumatera Selatan, menelan korban jiwa. Petir mendadak muncul dan menyambar 12 orang sekaligus pada Minggu pagi, 17 April 2016. Tujuh orang kehilangan nyawa, sedangkan lima lainnya terluka.

Peristiwa tragis ini terjadi di pondok milik M Pawi (60). Tepatnya di persawahan Talang Jernihan, Desa Bangun Sari, Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim.

Tujuh korban meninggal di lokasi termasuk pemilik pondok dan keempat anaknya. Mereka adalah M Pawi (60), Sudomo (36), Hendro Saputra (34), Susili (40), Darius (45), serta dua cucunya, Dunan (6) dan Peggy (8).

Lima korban sambaran petir lain yang terluka, masih berkerabat dengan korban. Mereka adalah Lukman Hadi (42) dan istrinya, Rilly Susanti (29). Dua anak Lukman yaitu Hafif (9) menderita memar di badan, sedangkan Riska (8), mengalami luka bakar di dahi. Kemudian, Rusnani (40), luka bakar di pinggang kiri serta di badan.

"Seluruh korban sedang berteduh di dalam dan sekitar pondok saat kejadian. Lima yang terluka dibawa ke RS AR Prabumulih," ucap Kapolsek Gunung Megang AKP Indra Kusuma, Selasa 19 April 2016.

Kanit Reskrim Aiptu Eli Suyono menjelaskan pula, pagi itu para korban semuanya warga Desa Pagar Agung, Kecamatan Rambang, Muara Enim, datang ke sawah untuk mengetam padi yang mulai panen. Hujan yang deras membuat mereka berteduh.

Pondok Tersambar Petir

Justru saat mereka asyik menikmati sarapan pagi sembari bersenda gurau, tiba-tiba petir besar menyambar ke arah pondok. Langsung menyambar kayu bagian bawah yang jadi penopang pondok.

Jilatan petir lalu menjalar ke bagian atap yang menggunakan seng, lalu menyambar 12 orang yang ada di dalam pondok itu.

Informasi yang dihimpun, korban luka adalah Lukman Hadi (42) dan istrinya, Rilly Susanti (29). Dua anak Lukman yaitu Hafif (9) menderita memar di badan serta kepala pusing dan Riska (8), mengalami luka bakar di dahi. Kemudian, Rusnani (40), luka bakar di pinggang kiri serta di badan.

Yendri (35), anak Pawi yang selamat ketika petir menyambar, sempat mendengar suara ledakan keras dari arah pondok ayahnya.

"Kami saat itu mandi di aliran sungai, jaraknya sekitar 25 meter dari pondok," tutur dia.

Namun, Yendri terperanjat saat mendapati pondok mereka disambar petir. "Waktu sampai di pondok, keluarga sudah tergeletak, ada yang di dalam dan bawah pondok. Untung ada warga lain yang bantu."

Kepala Dusun 3 Desa Pagar Agung, Ruswadan (48) mengatakan, kejadian tersebut diketahui warga saat melihat asap membubung dari arah persawahan. "Kami sempat kira ada kebakaran."

Saat evakuasi, kondisi Pawi, Hendro dan Sudomo sudah dalam keadaan tak bernyawa dengan sekujur tubuh penuh luka bakar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Musim Pancaroba Rawan Petir

Secara terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Muara Enim Sastro Alimanudin mengatakan, angin kencang dan petir rawan terjadi sebelum hujan. Di musim pancaroba, pertumbuhan awan kumulonimbus di musim pancaroba saat ini bahkan cukup tinggi.

"Awan inilah yang dapat memicu terjadinya petir," Sastro menjelaskan.

Sementara itu, Kepala Seksi Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandara SMB II Palembang, Agus Santosa, memprediksi, musim penghujan akan terjadi hingga akhir Mei mendatang.

Intensitas hujan saat ini di Palembang, dan sekitarnya termasuk beberapa daerah lain seperti Muara Enim, Lahat dan Pagaralam mencapai 10 milimeter per hari atau 151-300 milimeter/tahun.

"Kecepatan angin sebelum hujan saat ini mencapai 250 knot. Terjadi hampir di seluruh (daerah) di Sumsel," ia mengungkapkan. Karena itu, ia juga meminta masyarakat untuk selalu waspada.

Ilustrasi petir. (Toronto Sun)

Fenomena Alam

Petir merupakan fenomena alam berupa pelepasan muatan elektrostatis dari awan ke tanah. Pelepasan muatan ini disertai pancaran cahaya dan radiasi elektromagnetik lain.

"Ini sebenarnya proses keseimbangan alam," ujar Muhammad Irfan Jambak ST MEng PhD, dari Laboratorium Tegangan Tinggi Jurusan Teknik Elektro Universitas Sriwijaya atau Unsri.

Ia menjelaskan, petir membuang muatan elektron yang berlebih melalui udara untuk mencapai keseimbangan. Sejatinya, petir selalu menghantam struktur tinggi menjulang atau dataran luas.

"Sebuah sambaran kilat berukuran rata-rata mengandung kekuatan listrik sebesar 20.000 ampere. Muatan listrik yang besar itu bisa lepas ke mana-mana. Termasuk ke tanah," ujar Irfan.

Petir secara ilmiah akan lebih sering terjadi pada musim hujan karena pada keadaan tersebut udara mengandung kadar air yang lebih tinggi. Karena daya isolasinya turun, arus listrik lebih mudah mengalir. Petir juga bisa terjadi karena ada awan bermuatan negatif dan positif.

Menghindari petir di tempat terbuka bisa dengan cara jongkok sembari merapatkan kedua kaki. Kemudian tundukan kepala serendah-rendahnya tanpa menyentuh tanah.

Dengan cara itu, petir yang menyambar di dekat Anda tidak akan mengalir ke dalam tubuh. "Di saat awan mendung, jangan berada di daerah terbuka ataupun di struktur yang tinggi tanpa proteksi petir," imbau Irfan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.