Sukses

Ekonomi Merosot, Warga Lebanon Kesulitan Akibat Harga Bahan Pangan Mahal selama Ramadhan

Warga Lebanon mengalami kesulitan akibat mahalnya harga bahan pangan selama bulan Ramadhan.

Liputan6.com, Jakarta - Banyak keluarga Muslim di Lebanon berjuang untuk membeli bahan pangan untuk buka puasa saat harga makanan melonjak di tengah krisis ekonomi terburuk di negara itu dalam beberapa dekade.

"Harganya gila-gilaan dan bahkan naik lebih selama Ramadhan ... sepiring salad akan berharga enam kali lipat tahun ini," kata warga Beirut Um Ahmed seperti dikutip dari laman Al Jazeera, Selasa (20/4/2021).

"Apa yang kita lakukan? Apakah kita mengemis? Kami tidak terbiasa mengemis."

Zeina Khodr dari Al Jazeera, melaporkan dari Beirut, mengatakan bahwa “bagi jutaan orang di Lebanon, makanan menjadi barang mewah”.

Dia mengatakan bahwa meski Ramadhan adalah acara penting bagi umat Islam, ada "beberapa tanda" yang menandai acara tersebut di banyak lingkungan Beirut.

"Lampu, dekorasi, dan kios penjual minuman tradisional yang menjadi bahan pokok di meja buka puasa sudah habis."

Simak Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ekonomi Merosot

Ekonomi dan mata uang Lebanon telah merosot hingga mengurangi daya beli masyarakat.

Mata uang Lebanon turun menjadi 10.000 terhadap dolar AS pada awal Maret, dan kemudian di bulan itu, turun menjadi 15.000 yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mata uang tersebut telah kehilangan sekitar 90 persen nilainya sejak akhir 2019.

“Mereka yang dulu membeli satu kilo sayuran sekarang membeli setengahnya, sementara yang lain membeli per potong… beberapa pergi begitu saja setelah mengetahui harganya,” kata Ahmed, seorang penjual sayur.

3 dari 3 halaman

Harga Bahan Pangan Melonjak

Lebanon mengimpor sebagian besar makanannya dan terjadi kekurangan karena pemerintah kehabisan dana

“Gaji kami tidak berubah tapi harga melonjak,” kata warga Hana Sader.

Meski gandum disubsidi oleh pemerintah, harga roti juga mengalami kenaikan. Membeli satu bungkus roti sehari selama sebulan menghabiskan lebih dari 10 persen dari upah minimum.

Karena situasi tersebut, sebuah badan amal harus memperluas upaya mereka untuk membantu mereka yang membutuhkan, karena pengangguran di negara berpenduduk lima juta orang itu meningkat.

Maya Terro adalah salah satu pendiri FoodBlessed, sebuah organisasi yang memberi makan sekitar 1.600 keluarga setiap bulan.

"Mereka mengatakan jika mereka tidak menerima kotak makanan bulan ini, itu mungkin berarti kami mungkin tidak berbuka puasa atau kami harus makan setengah dari jumlah itu," katanya kepada Al Jazeera.

.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.