Sukses

Seperti Apa Puasa Ramadan di Negeri Tanpa Matahari Terbenam? Begini Penjelasannya

Begini penjelasan cara berpuasa Ramadan di negara dengan waktu siang atau malam lebih lama, sekitar 20 jam.

Liputan6.com, Jakarta - Awal bulan ini, umat Muslim di seluruh dunia memasuki Ramadan. Berpuasa untuk melatih kehidupan spiritual, fisik diiringi dengan penguasaan diri. Dari terbit hingga terbenam Matahari, tidak minum dan makan serta melakukan aktivitas kesenangan pribadi seperti merokok dan berhubungan seks, seperti yang dikutip dari Mental Floss, Selasa (11/5/2020). 

Namun di beberapa bagian dunia, umat Muslim harus menjalankan puasa Ramadan sedikit berbeda. Mengapa? karena di sejumlah belahan Bumi memiliki waktu terbit dan terbenam Matahari yang tak sama.

Di negara lingkaran Arktik/Arktika -- sebuah wilayah di sekitar Kutub Utara Bumi -- seperti Scandinavia, Kanada, Rusia dan Alaska, Ramadan yang jatuh pada musim panas mengakibatkan matahari muncul lebih lama. Dengan kata lain, siang terasa lebih panjang. Bahkan tak terbenam selama beberapa pekan.

Sementara, Ramadan yang jatuh pada musim dingin mengakibatkan munculnya Matahari lebih sedikit. Waktu malam lebih panjang. Bahkan tak terbit dalam beberapa pekan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cara Umat Muslim di Negara Lingkaran Arktik Berpuasa Ramadan

Pusat Islam di Norwegia Utara memberikan pilihan untuk umat Muslim mengikuti jadwal ibadah orang-orang di Makkah, bila puasa memiliki waktu lebih dari durasi 20 jam.

Pusat Islam di Amerika juga melakukan hal yang mirip bagi umat Muslim yang tinggal di Alaska. Pasalnya di sana, antara terbit dan terbenamnya Matahari tidak dapat dibedakan. 

Dewan Ulama Senior di Arab Saudi mengatakan bila umat Muslim berada di negara yang memiliki waktu siang "lebih banyak" di banding belahan dunia lainnya, maka mereka dapat mengikuti waktu puasa negara terdekat mereka. 

Pada 2007, astronaut Malaysia Sheikh Muszaphar Shukor juga menjalankan puasa ketika dalam misi ke angkasa luar. Seperti Pangeran Sultan Salman pada misi tahun 1985.

Departemen Pembangunan Islam Malaysia dan Dewan Fatwa Nasional membuat buku pedoman untuk Shukor agar bisa tetap menjalankan puasanya dalam kondisi mengorbit Bumi setiap 90 menit dan melalui siklus 16 hari / malam setiap 24 jam. Hal yang sangat berbeda dibanding kita yang tinggal di Bumi. 

Dalam panduan "Guidelines for Performing Islamic Rites at the International Space Station", Shukor diberi pilihan untuk menunda puasa sampai kembali ke Bumi atau mengikuti waktu matahari terbit dan terbenam Baikonur, Kazakhstan, tempat Shukor diluncurkan ke angkasa luar. 

Reporter: Yohana Belinda

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.