Sukses

Di Balik Video Remaja Bangunin Sahur Bersuara Merdu

Video sekumpulan remaja di Aceh tengah membangunkan orang sahur viral di media sosial. Netizen ramai-ramai memuji. Lantas, siapa sebenarnya penggagas utama kegiatan yang membudaya tersebut?

Liputan6.com, Aceh - Baru-baru ini, video sekumpulan remaja di Aceh tengah membangunkan orang sahur viral di media sosial. Netizen ramai-ramai memuji cara mereka dalam membangunkan orang sahur yang terbilang berbeda dari yang lain.

Salah satu video yang tersebar di Youtube memperlihatkan sekumpulan remaja mengerumuni mikrofon masjid sambil melantunkan syair secara kor, sementara sebagian lagi meriung di lantai. Kor tersebut dipimpin seseorang bersuara merdu yang mengenakan hoodie kuning.

Itu telah menggantikan metode yang lazimnya dilakukan dengan jalan mengumumkan melalui pengeras suara di masjid bahwa waktu sahur telah tiba. Gebrakan yang mereka buat telah menuai pujian.

Bagaimana tidak, warga akan terbangun dengan hati yang terasa adem saat mendengar suara sopran sang vokal utama yang mendayu-dayu itu. Irama yang digunakan para remaja tersebut bukanlah irama serampangan, asal diucap, tapi memiliki pakem serta komposisi lirik yang telah diatur rapi.

Lokasi di mana video tersebut diambil yaitu di Masjid Al-Furqan, Gampong Beurawe, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh. Budaya membangunkan orang sahur seperti itu sudah berlangsung sejak sebelas tahun yang lalu.

Kegiatan seperti itu biasanya dilakukan sampai sepuluh hari terakhir bulan suci. Ini karena para peserta iktikaf akan mulai memadati Masjid Al-Furqan pada hari-hari tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penggagas

Orang yang mencetuskan ide untuk membangunkan orang untuk sahur dengan cara seperti itu adalah Badrun Nafis. Kendati iramanya tak lagi sama, lirik yang dipakai masihlah lirik yang ditulis oleh Badrun.

Badrun menceritakan, awalnya warga kurang senang karena para remaja beberapa kali kedapatan membangunkan orang sahur di bulan Ramadan disertai dengan gurauan serta lucu-lucuan di masjid. Bukannya senang telah dibangunkan, warga malah merasa terganggu serta marah dengan kelakuan mereka yang kekanak-kanakan seperti itu.

"Ditegur, kami yang tidur di masjid kena imbasnya," kisah Badrun, kepada Liputan6.com.

Badrun yang saat itu merupakan anggota remaja masjid diminta oleh pembina untuk mencari cara agar para remaja di masjid tersebut tetap bisa membangunkan orang sahur. Namun, di saat yang sama warga juga tidak terganggu. Lulusan bahasa dan sastra Arab itu pun mulai berpikir keras.

"Jadi, saya bilang, apa kita pakai syair? Jadi kita ciptakan, tapi jangan saya yang bawa, ada kawan saya yang bersuara merdu. Syair saya tulis malam itu juga," tuturnya.

Ia dan kawan-kawan akhirnya mencoba melantunkan syair yang baru saja digubah dengan irama serta hati yang rambang. Mereka pun harap-harap cemas, menunggu datangnya hari esok sambil bertanya-tanya dalam hati, apakah warga semakin marah atau malah sebaliknya?

"Rupanya, respons positif dari warga datang, eh, kok beda, kok udah bagus? Akhirnya, kami tambah semangat, besok malamnya semakin ramai, dari awalnya cuma empat sampai lima orang," ujar lelaki 32 tahun yang kini menjabat sebagai pembina remaja masjid.

3 dari 4 halaman

Irama dan Lirik

Salah satu hal yang agaknya bikin warga nyaman saat mendengar mereka melantunkan syair mungkin karena irama yang digunakan sangat familiar. Irama seperti itu sering terdengar di pelosok-pelosok kampung di Aceh menjelang perayaan maulid.

Saat maulid ada satu tradisi yang disebut dike yang dilakukan di masjid-masjid, sambil menunggu hidangan kenduri maulid dibagi-bagikan. Dike biasa dilakukan dengan posisi duduk —kadang berdiri— dua barisan atau lingkaran, sambil melantunkan selawat disertai syair secara kor, saling berbalas-balasan rima dengan gerakan badan serta kepala yang lincah dan rampak.

Salawat dan syair tersebut berisi kisah perjuangan Nabi Muhammad yang dilantunkan dengan irama progresif. Cara membacakan syair serta irama yang digunakan para remaja dalam video viral tersebut persis dengan dike.

Berikut potongan syair gubahan Badrun yang masih dibawakan oleh remaja di Masjid Al-Furqan sampai saat ini:

Hai ibu bapak, ibu bapak, ibu bapak/Hai kajeut bedoh (Ini waktunya bangun)/Watee ka sahoe (Karena ini waktunya sahur)/Watee ka sahoe (Karena ini waktunya sahur).

Hai ibu bapak yang mantong tenget (Ibu bapak yang masih tidur)/Hai kajeut bedoh watee ka sahoe (Sudah bisa bangun, ini waktunya sahur)/Ta pe suum bu pe suum kuah (Segera panaskan nasi serta sayur)/Ngat jeut ta pajoeh ngon keluarga (Biar segera bisa dinikmati bersama keluarga).

4 dari 4 halaman

Enggak Takut Corona?

Berkerumun seperti yang dilakukan para remaja tersebut tentu saja terbilang riskan serta bertentangan dengan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Bagaimana tanggapan Badrun saat disinggung mengenai hal ini?

Seperti dalam video yang tersebar luas, Badrun mengakui jika para remaja tersebut memang tidak menjaga jarak secara fisik. Bahkan, cenderung berdempetan dan terlihat tidak mengenakan masker sama sekali.

"Kenyataannya seperti itu," kata dia.

Namun, kata Badrun, sebelum memasuki masjid, para remaja tersebut sudah dipastikan negatif terinfeksi virus Corona Covid-19. Selain itu, pengurus juga telah menempatkan alat kebersihan di masjid tersebut.

"Jadi mereka masih tetap dalam keadaan bersih, sehat badannya, tidak sakit, dan mereka yang bergabung di sini saya kenal semua, karena mereka adik-adik di sini, bukan orang lain," jawabnya.

Para remaja tersebut biasanya sudah berada di masjid sejak tarawih dimulai. Mereka selanjutnya akan mendaras Alquran atau tidur bergantian hingga waktu sahur tiba.

Menurut Badrun, aktivitas ibadah di masjid tersebut lumayan menurun karena pagebluk. Jumlah jemaah yang biasanya padat hingga meluber ke halaman kini hanya mampu memenuhi lantai dua saja.

"Tapi, mengenai aktivitas kita masih sama ada ceramah, masih ada tadarus, cuma tahun ini kita tidak mengadakan kenduri khatam tadarus Alquran pada 20 Ramadan," jelasnya.

"Jadi, kita mendukung program pemerintah tidak membuat keramaian. Untuk jemaah, normal saja, tidak berjarak, karena kita memastikan jemaah kampung Beurawe benar-benar sehat. Kita juga ada imbauan, bagi jemaah yang sakit tidak diperkenankan ke masjid," imbuhnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.