Sukses

Imbas Corona COVID-19 Mesir, Tradisi Bagi Takjil Gratis Ramadan Diganti Uang

Masjid yang selama ini terbuka dan memberi makanan berbuka puasa gratis atau takjil selama Ramadan, harus menutup pintu sebagai tindakan pencegahan terhadap Virus Corona COVID-19.

Liputan6.com, Kairo - Setiap tahun selama bulan Ramadan, Masjid Cahaya Muhammad atau Light of Muhammad Mosque menyiapkan meja panjang di jalanan dan makanan gratis saat matahari terbenam. Untuk orang-orang berbuka puasa atau takjil.

Makanan ini biasanya diberikan kepada orang miskin untuk berbuka puasa setiap hari. Ini adalah kegiatan amal yang banyak diandalkan di sebuah distrik di tepi ibu kota Mesir, demikian dikutip dari laman theledger, Kamis (23/4/2020).

Namun, ada kekhawatiran jika tradisi ini tetap dilakukan selama pandemi Virus Corona baru yang diprediksi hingga Ramadan, justru akan menjadi ancaman penularan. Bukan hanya Mesir, namun seluruh negara muslim.

Jadi masjid yang selama ini terbuka dan memberi makanan gratis, harus menutup pintu sebagai tindakan pencegahan terhadap Virus Corona baru.

Sebagai gantinya, dana untuk acara itu digunakan untuk membeli makanan kemasan dan sebagian dibagikan tunai. Petugas yang tiap tahun memberi makanan akan membagikan uang pada mereka yang membutuhkan.

"Kami berharap ini dapat meringankan penderitaan mereka," kata Sheikh Abdel-Rahman, muazin masjid di distrik Bahtim, Mesir.

Ketika Ramadan dimulai dengan bulan baru akhir pekan ini, umat Islam di seluruh dunia berusaha untuk mempertahankan ritual yang paling dihargai dari bulan paling suci bagi orang Islam tanpa menyebarkan penyebaran lebih lanjut.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kebiasaan Lain Selama Ramadan di Mesir

Selama Ramadan, keluarga dan teman-teman biasanya berkumpul untuk makan besar saat matahari terbenam, yang dikenal sebagai iftar atau berbuka puasa.

Di beberapa negara, kafe dan acara budaya dikemas hingga larut malam. Para jemaah pergi ke masjid untuk saolat berjam-jam, atau tarawih. Banyak yang mengabdikan diri untuk amal.

Menanggapi kasus ini, pemerintah Mesir berusaha menyeimbangkan pembatasan dengan tradisi.

Lebanon, Irak, Suriah, dan Mesir melonggarkan jam malam mereka, membiarkan pergerakan mereka kembali seperti sedia kala pada malam hari.

Itu memberi waktu untuk sampai ke Iftar, tetapi tidak banyak: orang tidak bisa pergi terlalu jauh untuk mengunjungi orang lain untuk makan kecuali menginap.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.