Sukses

Tradisi Menari Usai Tadarus di Aceh Tinggal Kenangan

Dahulu Grop Tamaddaroih atau tarian tadarus kerap dilakukan banyak orang di Aceh usai tadarus dan mengkhatamkan Alquran.

Liputan6.com, Aceh - Khanduri Tamaddaroih atau kenduri tadarus adalah salah satu tradisi yang berlaku di Aceh. Tradisi di bulan Ramadan ini menandai bahwa peserta tadarus telah mengkhatamkan alquran.

Filolog Aceh, TA Sakti mengatakan, kenduri ini biasanya akan dilakukan jika peserta tadarus berhasil mengkhatamkan Alquran sebanyak beberapa kali. Kenduri digelar di menasah, antara bakda salat magrib hingga sahur.

"Perbedaannya jelas ada, antara lain tentang saat waktu acara itu berlangsung dan jenis selingan yang ditampilkan sebelum makan bersama dilaksanakan," kata Sakti kepada Liputan6.com, Rabu malam (22/5/2019).

Khanduri Tamaddaroih belakangan ini diisi ceramah agama yang disampaikan oleh seorang teungku (ahli agama). Adakala diganti dengan doa bersama.

Pada masanya, sebelum jamuan disantap, para peserta terlebih dahulu melakukan tarian syukuran yang dinamakan Grop Tamaddaroih atau tarian tadarus.

Waktu yang diambil untuk tarian tadarus lazimnya bakda salat Isya sampai waktu sahur, paling lambat pukul 03.00 dini hari. Tidak ada yang bertadarus saat itu, seluruh penduduk, khususnya pria, berkumpul di menasah untuk menari.

Kain sarung terlilit erat di pinggang, posisi diatur menuruti panjang dan lebar menasah. Tua muda ikut serta, tak terkecuali pengantin baru yang laki-laki.

"Ilahi katammat kalam beuet quru’an, ka  samporeuna. Lheu that pahla ta beuet quru’an. Tuhan bri kandran Blang Padang Masya. Sajan kandran na saboh payong, uroe tutong hana sapat bla!” salah satu kutipan syair Grop Tamaddaroih.

Artinya begini, Tuhanku, kami telah mengkhatamkan Alquran, telah sempurna. Banyak pahala jika membaca Alquran. Tuhan berikan kami kendaraan di Padang Mahsyar. Pada tiap kendaraan ada satu payung, panas terik tak ada yang terlindung. 

Para peserta bersyair sambil berjingkrak-jingkrak dan berlari-lari kecil. Suasana terasa meriah,  bahkan terdengar sampai ke desa tetangga.

"Apalagi sebagian peserta memang sengaja mencari-cari bagian lantai papan menasah yang pecah. Dapat dibayangkan, bagaimana besar gemuruhnya jika papan pecah ditendang, diinjak-injak sekuat tenaga," kata Sakti.

Irama loncatan dan bunyi hentakan kaki terdengar rampak. Grop Tamaddaroih memiliki gerak ritmis yang membuat para penari larut.

Suara kaki yang menghantam lantai menasah berfungsi sebagai pemberi pengumuman kepada desa tetangga bahwa desa tersebut sedang melakukan Khanduri Tamaddaroih.

"Dan, hal ini merupakan suatu kebanggaan istimewa pada masa itu," kata Sakti.

Kendati tradisi Khanduri Tamaddaroih masih dilakukan, namun, Grop Tamaddaroih atau tarian tadarus sudah lama menghilang. Lenyap ditelan zaman.

"Setahu saya, masih terdengar pada 50an. Di Pidie. Ada yang serupa, Rateeb Manse, di Beutong, Kabupaten Nagan Raya, namun masih terdengar pada 80an. Sekarang juga sudah tidak dilakukan," kata Sakti menuntaskan. (Rino Abonita)

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.