Sukses

Kisah Mahasiswi S3 Indonesia yang Berpuasa di AS

Ini dia kisah muslimah Malang yang jadi mahasiswa S3 di University of Arizona saat menjalankan puasa Ramadan di AS selama 15 jam per hari.

Liputan6.com, Tucson - Menjalani puasa Ramadan di negeri orang memiliki cerita berbeda dan menarik. Seperti yang dialami oleh Siti Juwariyah, mahasiswa PhD di University of Arizona, Amerika Serikat.

Berikut ini kisah Ramadan di negeri orang, dari perempuan asal Malang tersebut:

Selayaknya Muslim di belahan dunia lain, sebagai mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di University of Arizona, saya pun melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan di Tucson, Arizona, Amerika Serikat.

Berbeda dengan Ramadan di Indonesia, di sini durasi puasanya lebih lama. Karena tahun ini bulan puasa jatuh pada bulan Mei, durasi puasanya sekitar 15 jam, dari sekitar pukul 04.00 pagi sampai sekitar 07.00 malam. Tahun-tahun sebelumnya, Ramadan jatuh pada bulan Juli-Agustus dengan durasi puasa yang lebih lama dan cuaca yang sangat panas, bahkan bisa mencapai 40 derajat Celcius.

Berbeda dengan di Indonesia pula, Ramadan di sini tidak diwarnai dengan "warung-warung" tutup di siang hari atau banyaknya takjil yang dijual di sepanjang jalan di sore hari. Tidak ada sama sekali. Semua kegiatan berjalan seperti biasa layaknya hari-hari lain di bulan selain Ramadan. Hanya saja, karena bulan Ramadan jatuh di akhir semester, kegiatan tidak terlalu banyak sehingga tidak harus sering keluar di siang hari.

Namun demikian, hanya karena Ramadan di sini berbeda, bukan berarti jadi tidak bermakna. Sebaliknya, menjalani ibadah di sini bisa lebih fokus memaknai arti puasa yang sebenarnya, yang saya pahami sebagai sarana untuk refleksi diri dan memperbaiki diri sendiri -- bukan orang lain.

Lalu bagaimana dengan rutinitas Ramadan yang saya jalani?

Sebenarnya sama saja dengan ketika saya harus puasa di Indonesia. Bedanya hanya "dengan siapa" saya melewati Ramadan ini.

Di Indonesia, saya bisa sahur, buka, tadarus, dan tarawih dengan keluarga dan kadang dengan teman dan kolega. Sementara di sini saya harus menjalaninya "sendiri", bukan dengan keluarga dan teman atau kolega, tapi dengan komunitas Muslim lain yang mungkin saya tidak kenal secara personal.

Beberapa di antaranya international students, ada juga pengungsi, dan warga keturunan Arab, India, ataunegara lain yang sudah lama tinggal di Arizona, Amerika Serikat. Dan sebagai kelompok minoritas, kebersamaan itu kian terasa ketika kami berkumpul terutama untuk berbuka dan salat tarawih bersama.

Saya sendiri selalu mengusahakan untuk berbuka dan salat tarawih di Islamic Center of Tucson (ICT). Selain karena lokasinya yang di sekitar kampus dan dekat dengan "kosan" saya, sekitar 20 menit jalan kaki, berbuka di Islamic Center of Tucson bisa membantu menghemat pengeluaran karena mereka menyediakan makanan untuk berbuka secara gratis. Hal ini juga bisa membantu saya menghemat waktu (dan energi) karena tidak perlu memasak untuk berbuka.

Biasanya saya berangkat dari kosan sekitar 30 menit sebelum salat magrib, sekitar pukul 06.45. Setelah sampai di ICT, saya mengambil tempat duduk yang sudah disediakan. Biasanya meja dan kursi sudah ditata oleh panitia dan sukarelawan.

Semakin akhir datangnya, kadang semakin susah mendapatkan kursi dan meja yang masih tersedia. Kurma dan kadang buah-buahan lain biasanya sudah disiapkan di meja untuk membatalkan puasa saat magrib tiba.

Biasanya akan dikumandangkan azan, tapi tidak pakai toa atau tidak sekeras di Masjid atau Musala di Indonesia, jadi hanya terdengar di dalam bangunan Masjid/ICT saja. Setelah membatalkan puasa dengan kurma dan minum air botol yang disimpan di "cooler”, kami lanjut salat magrib berjamaah.

Setelah itu, baru makanan utama -- biasanya sudah dalam bentuk nasi "kotak" -- dibagikan. Menunya sendiri tidak terlalu bervariasi, seringnya menu timur tengah dengan variasi nasi, ayam, dan sayur. Namun, rezeki harus tetap disyukuri.

Setelah berbuka puasa, biasanya saya langsung ke dalam masjid untuk persiapan salat isa dan tarawih. Sebagian orang mengisi dengan mengaji, sebagian orang mengobrol dengan yang lainnya.

Waktu Isya sendiri sekitar jam 20.20 malam, tetapi biasanya salat dimulai tepat jam 21.00 malam. Setelah itu langsung dilanjut dengan 8 rakaat salat tarawih, yang dipisah dengan ceramah singkat setelah 4 rakaat pertama.

Biasanya rangkaian acara ini selesai sekitar pukul 22.30 sampai 23.00 malam. Walau demikian, saya merasa aman jalan kaki sendirian kembali ke kosan di jam-jam ini karena wilayah termasuk aman, tidak ada panggilan nakal (catcalling) atau pelecehan(harassment) dan bahaya yang lainnya.

 

Sebenarnya saya bisa memakai UASaferide, layanan taksi malam gratis untuk mahasiswa di University of Arizona, tapi saya lebih suka jalan kaki menikmati suasana malam yang ada.

Sesampai di kosan selepas tarawih, biasanya saya akan baca sebentar atau langsung tidur, karena harus bangun pukul pukul 03.00 pagi untuk sahur. Setelah itu menjalani kegiatan seperti biasa.

Kalau ada kelas, ujian, atau janji dengan professor, saya akan pergi ke kampus. Kalau tidak ada, saya lebih memilih untuk diam atau belajar di kosan sambil menunggu maghrib tiba dan mengulangi ritual berbuka bersama di ICT dengan Muslim yang lainnya.

Mungkin rutinitas ini agak sedikit membosankan, tapi bukan berarti puasa di sini tidak berkesan. Jadi, bagaimana? Mau mencoba merasakan Ramadan di negeri Paman Sam?

Saksikan video berbuka puasanya berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.