Sukses

Kerennya Grafiti Sambil Ngabuburit di Kediri

Dua jam menjelang waktu berbuka puasa, sebelum azan Maghrib berkumandang di perempatan lampu merah di jalan Raya tembus Kaliombo terlihat segerombolan pemuda nampak asyik mengambar tembok.

Liputan6.com, Kediri - Ada beragam cara yang dilakukan anak-anak muda untuk mengisi kegiatan ngabuburit di Kediri pada Bulan Suci Ramdahan tahun ini. Salah satunya adalah  melakukan kegiatan grafiti atau melukis di tembok menggunakan cat semprot.

Dua jam menjelang waktu berbuka puasa, sebelum azan Magrib berkumandang, di perempatan lampu merah jalan Raya tembus Kaliombo terlihat segerombolan pemuda nampak asyik mengambar tembok.

Apa yang mereka lakukan ini menyita perhatian para pengguna jalan yang kebetulan melintas disana. Secara bergantian tiga pemuda yang menggambar di dinding itu menuangkan ide, pikiran dan gagasan yang ada di otak mereka untuk diwujudkan dalam sebuah gambar.

Yogi (28), warga Kelurahan Mrican Kecamatan Mojoroto Kota Kediri mengatakan konsep yang dilukis pada tembok berukuran 3 X 6 meter ini sedikit menyinggung prihal pemilu 2019 mengenai maraknya berita atau informasi hoaks

"Untuk mengisi ngabuburit mas, sedikit menyinggung pasca pemilu. Sekarang banyak beredar hoaks, banyak beredar berita yang nggak jelas. Disini saya menggambarkan mata sama mulut terpisah jadi apa yang dilihat sama diomongkan berbeda," tutur pemuda yang membuka rintisan usaha jasa tato ini, Jumat (10/05/2019).

Yogi mengaku, sebelum proses menggambar dilakukan ia bersama dua orang temanya Oky dan Rendy, terlebih dahulu mereka harus meminta izin ke pemilik rumah. Setelah mendapat ijin, ia baru berani mulai menggambar. "Responya bagus, asal gambarnya tidak jorok," katanya.

Proses grafiti yang ia lakukan saat ngabuburit di Kediri ini membutuhkan waktu setidaknya lebih dari dua hari, tergantung tingkat kesulitan objek yang digambar. Ia bersama dua orang temanya saling bersinergi dan menguasai materi konsep yang digambar sehingga tidak terlalu mengalami kesulitan ketika menyatukan visi masing-masing.

Yogi memaparkan bahan cat semprot yang dibutuhkan untuk menggambar dinding berukuran 3 X 6 meter, ia menghabiskan kurang lebih dua dos cat semprot. Jika dinominalkan, ia bersama temanya bisa merogoh kocek hingga Rp. 500 ribu.

"Kita beli cat semprotnya pantungan mas, terkadang ada sisa cat pekerjaan di kafe masih bisa kita pakai lagi," ucap pemuda lulusan  sekolah menengah kejuruan ini.

Mereka menganggap grafiti bukan hanya sekedar hobi, melainkan juga aktualisasi diri dimana mereka bisa mengekprseikan bakat yang mereka miliki. Pada umumnya mereka memilih sasaran yang menjadi tempat untuk mengaktualisasikan diri pada sebuah tembok bangunan dipusat keramaian.

"Bangunan tembok yang ada dipusat keramaian, ini dimaksudkan untuk fungsi keindahan. Agar orang berkendara di jalan punya pandangan lain di jalan," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pecinta Grafiti

Di kota Kediri, Jawa Timur, hanya ada empat komunitas pecinta Grafiti. Dengan masing-masing komunitas berjumlah 20 orang anggota di dalamnya.

Yogi sendiri bukan termasuk dalam anggota komunitas, melainkan hanya sebatas fasilitator mengakomidir keinginan para pecinta seni grafiti di Kota Kediri.

"Jika ada even life Grafiti kalau saya berhalangan tidak bisa. Lebih banyak saya serahkan ke teman lainya mas. Kita sering ikut even diluar kota di Blitar, Pare, Jogja, Jember dan Bali," katanya.

Yogi berusaha meyakinkan jika kesenian grafiti sebenarnya sangat berpotensi untuk membuka  peluang kerja. Dengan bakat yang dimiliki mereka tinggal mengembangkan ide dan kreativitas yang dimiliki.

"Sebenarnya membawakan peluang, karena dari grafiti anak itu bisa mengembangkan idenya. Bisa lari ke misalnya sepatu lukis, jaket lukis atau pun jasa - jasa seperti desain," ucapnya.

Yogi mengisahkan pengalamnya, dulu ketika awal masuk dalam dunia seni grafiti pada tahun 2006 silam, banyak orang yang mencibir dan memandangnya sebelah mata. Namun hal ini, justru membuatnya semakin termotivasi untuk membuktikan jika dirinya mampu. Dalam setiap kali even perlombaan grafiti ia selalu ikut berpartisipasi dan menang.

"Awal-awal Kediri kan aneh tahun 2006, apa ini kok buang - buang uang. Setelah tahu lomba menang terus dan banyak job akhirnya oh arahnya kesini," ujarnya.

Yogi membandingkan, pelaku seni grafiti saat ini lebih muda untuk mengekprseikan ide, karya dan gagasnya. Lain halnya jika dibandingkan waktu dirinya dulu yang sering kali terpaksa harus berururasan dengan aparat hanya dikarenakan dirinya tidak meminta ijin pemilik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.