Sukses

Cerita Seru Puasa Ramadan Keluarga Multikultur di Australia

Pria ini menikahi wanita asal Indonesia dan dikaruniai dua anak yang kini beranjak remaja. Mereka menceritakan pengalamannya berpuasa Ramadan di Australia.

Liputan6.com, Melbourne - Seperti apa keluarga muslim dengan latar belakang multikultur menjalani puasa Ramadan di Australia?

Dapatkah kita menumbuhkan kebiasaan berpuasa bagi anak-anak di mana Islam merupakan minoritas menjadi tantangan tersendiri?

Bagi keluarga Murray Hier, bagian terbaik selama Ramadan adalah kesempatan untuk memperkuat ikatan hubungan orangtua dan anak.

"Bagi saya, bagian terbaik Ramadan tahun ini adalah menjadi kepala keluarga dengan dua anak remaja. Yaitu bagaimana menjadi teladan bagi mereka," ujar Murray yang akrab disapa Dul, demikian dikutip dari laman ABC Indonesia, Rabu (13/6/2018).

Murray menikah dengan wanita asal Indonesia bernama Mediyanti H. Hier dan dikaruniai dua anak yang kini beranjak remaja, Lila dan Kaka. Sejak beberapa tahun terakhir, mereka bermukim di Melbourne, Australia.

Hal yang sama diakui oleh Lami Hopman, wanita asal Indonesia yang menikah dengan pria Australia Jason Hopman dan juga dikaruniai dua anak, Javier dan Zayn.

"Setiap akhir pekan saya selalu berusaha mengajak anak-anakku ke masjid untuk berbuka dan tarawih," kata Lami.

Tujuannya, kata Lami, agar anak-anaknya bisa merasakan Ramadan sebagai bulan istimewa bagi umat Islam.

Tetap Produktif Bekerja

Dul yang mulai berpuasa Ramadan tahun 2003 ketika tinggal di Kota Darwin, kini bekerja di sektor konstruksi yang sangat dinamis. Kesibukan membuat waktu terasa cepat berlalu.

"Tantangannya bagi saya yaitu saat istirahat makan siang serta saat berupaya untuk tiba di rumah tepat waktu berbuka," katanya.

Menurut Dul, rekan-rekan kerjanya umumnya paham tentang Ramadan, dan yang tidak tahu pun biasanya akan bertanya.

"Jika ada yang tanya mengenai puasa, biasanya saya menjelaskan secara sederhana saja. Yaitu tidak makan dan minum sejak terbit sampai tenggelamnya matahari serta diskusi mengenai perbedaan waktu berpuasa di berbagai negara," jelasnya.

Selama Ramadan, Dul menjalani rutinitas kerjanya seperti biasa. Dia masuk kantor Pukul 7 pagi dan pulang Pukul 4.30 sore agar bisa tiba di rumah untuk buka puasa.

"Saya selalu senang kalau pulang ke rumah untuk buka puasa dan penasaran dengan apa yang sudah menunggu," ujarnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Makanan Khas Indonesia

Dul menyukai menu-menu tradisional Indonesia seperti kolak, cincau, dan es buah.

"Minggu ini ada yang spesial, pallu butung," katanya tentang makanan khas Makassar yang berupa pisang rebus dengan kuah tepung santan.

Sementara bagi Lami yang bekerja pada sekolah Islam Minaret College di pinggiran Kota Melbourne, rutinitas kerjanya berjalan biasa kecuali bahwa waktu pulang dimajukan satu jam lebih awal.

"Jam sekolah selesai pukul 14.35, satu jam lebih awal dari biasanya. Ini memudahkan orangtua murid menjemput anak-anaknya dan mempersiapkan buka puasa bagi keluarganya," jelas Lami.

Karena bekerja di sekolah Islam, Lami tidak perlu repot menjelaskan apa itu Ramadan dan mengapa dia berpuasa kepada rekan-rekan kerjanya.

Merindukan suasana IndonesiaDul dan keluarganya pernah tinggal di Jakarta, sehingga mereka kerap kali merindukan suasana Ramadan di sana.

"Budaya Indonesia membuat Ramadan jadi spesial," kata Dul. "Tahun ini di Melbourne, puasa terasa sepi dan personal dalam keluarga sendiri, dengan sesekali bertemu teman-teman."

Dul teringat berbagai hal yang mungkin tampak sepele bagi warga Muslim di Indonesia.

"Panggilan untuk membangunkan sahur, bau makanan sahur dan buka puasa. Penjual makanan dimana-mana," katanya.

Dul juga teringat suasana ngabuburit, mudik dan perayaan Idul Fitri dengan takbiran sepanjang malam.

"Makanannya pun enak, ketupat dan opor ayam serta favorit saya yaitu kue-kue kering dan nastar," ujarnya.

Sementara bagi Lami yang asal Jakarta, sudah beberapa tahun tidak pulang ke Indonesia di saat lebaran.

Lami pun merasakan kerinduan pada suasana Ramadan di Indonesia dengan segala kegembiraannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.