Sukses

Di Sidang MK, Tim Prabowo Sebut Pemerintahan Jokowi Neo-Orde Baru

Tim hukum Prabowo membandingkan gaya kepemimpinan Jokowi dengan era orde baru Soeharto.

Liputan6.com, Jakarta - Tim hukum BPN Prabowo-Sandi membacakan dalil permohonan Perkara Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pada sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang pendahuluan ini, BPN menyinggung gaya pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Mulanya tim hukum Prabowo-Sandi yang diwakili Teuku Nasrullah menyinggung tingginya potensi kecurangan yang dilakukan oleh calon petahana, salah satunya dengan menyalahgunakan kekuasaannya. Dia kemudian membandingkan gaya kepemimpinan Jokowi dengan era Soeharto.

"Gaya otoriter orde baru. Lebih jauh, potensi kecurangan pemilu yang dilakukan presiden petahana akan lebih kuat terjadi kalau karakteristik pemerintahan yang dibangunnya adalah pemerintahan yang cenderung otoriter, yang untuk di Indonesia salah satu contohnya adalah di era orde baru," ujar Nasrullah di sidang MK, Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019).

"Berkait dengan pemerintahan yang otoriter dan orde baru itu, melihat cara memerintah Presiden Joko Widodo, telah muncul pendapat bahwa pemerintahannya adalah neo-orde baru," sambungnya.

Cap itu diberikan kepada pemerintahan Jokowi karena beberapa faktor, antara lain korupsi yang masih masif dan pemerintahan yang represif kepada masyarakat sipil.

Sebutan neo-orde baru yang disematkan kepada pemerintahan Jokowi, dikutip tim hukum Prabowo dari pendapat Guru Besar Hukum dan Indonesianis dari Melbourne University Law School, Tim Lindsey.

"Dalam artikelnya berjudul, “Jokowi in Indonesia’s ‘Neo-New Order’” Profesor Tim berpendapat dengan pengaturan sistem politik yang masih buruk, maka pemenang pemilu akan cenderung bertindak koruptif untuk mengembalikan biaya politiknya yang sangat mahal," ucap Nasrullah membaca dalilnya.

Beberapa sifat otoritarian yang muncul dalam pemerintahan Jokowi, kata Nasrullah, dianggap sebagai pola orde baru, seperti tindakan represif kepada kelompok masyarakat yang kritis dan para aktivis antikorupsi.

"Lebih jauh, Profesor Tim berpandangan, untuk menyenangkan kelompok pemodal (oligarki), maka Presiden Jokowi akan mengambil langkah keras kepada kelompok Islam, pilihan kebijakan yang akan membatasi kebebasan berpendapat, dan membuatnya berhadapan dengan kelompok masyarakat sipil," tuturnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pandangan Kandidat Doktor dari Australia

Tim hukum Prabowo juga mengutip pandangan Tom Power, kandidat doktor dari Australian National University yang risetnya tentang politik Indonesia. Dia menyebut pemerintahan Jokowi mempunyai gaya pendekatan otoritarian seperti orde baru.

"Dalam makalahnya di konferensi tahunan “Indonesia Update” di Canberra, Australia, pada September 2018, 14 Tom Power menyoroti bahwa hukum kembali digunakan oleh pemerintahan Jokowi untuk menyerang dan melemahkan lawan politik. Proteksi hukum juga ditawarkan sebagai barter kepada politisi yang mempunyai masalah hukum," kata Nasrullah.

"Hal lain, adalah menguatnya lagi pemikiran dwi fungsi militer. Hal-hal tersebut bagi Tom Power adalah beberapa karakteristik otoritarian orde baru yang diadopsi oleh pemerintahan Jokowi," sambungnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.