Sukses

Soetrisno Bachir: Konsep Ekonomi Arus Baru Ma'ruf Amin Senapas Nawacita Jokowi

Soetrisno menyebut, Ma'ruf Amin menyoroti bahwa konsep ekonomi itu harus diarahkan menciptakan sistem ekonomi yang berkeadilan, mampu menekan ketimpangan dan kesenjangan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Soetrisno Bachir mengatakan, corak pemikiran ekonomi Ma'ruf Amin yang disebut Arus Baru Ekonomi Indonesia, memperlihatkan perjuangannya dari era era 90-an. Yaitu tentang gagasan dan implementasi sistem ekonomi syariah, demi terwujudnya lembaga keuangan berbasis syariah.

Hal itu disampaikannya dalam kata pengantar dalam buku Arus Baru Ekonomi Indonesia. Buku tersebut hasil garapan dari M Azrul Tanjung, Mukhaer Pakkana, Arditho Bhinadi, Lukmanul Hakim, Sholahudin Al-Aiyub, dan Sutia Budi, yang mengupas pikiran Ma'ruf Amin tentang ekonomi.

"Sebagai seorang ulama dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, KH Ma'ruf Amin tidak hanya peduli terhadap urusan keagamaan namun juga pemberdayaan ekonomi umat. Saya melihat, sejatinya, dalam pandangan KH Ma'ruf Amin, kebijakan pembangunan ekonomi di masa lalu yang lebih mengutamakan pemodal besar, justru menjadi perhatian pemikirannya dengan mengangkat ekonomi umat atau ekonomi kerakyatan agar bangkit sebagai pilar utama perekonomian negara. Karenanya tidak menjadi mainstream ekonomi umumnya yang klasikal, maka diistilahkan sebagai Arus Baru Ekonomi Indonesia," tulis Soetrisno.

Selain konteks ekonomi syariah, Ma'ruf Amin juga melakukan pembaruan hukum Islam, sebagai konsep dasar yang mengkonstruksi pemikiran Arus Baru Ekonomi lndonesia, dengan mengikuti perubahan zaman yang dinamis.

Ketua Majelis Penasihat Partai Amanat Nasional (PAN) ini, menyebut, ada empat faktor. Pertama, perubahan sosial, meliputi perubahan budaya, ekonomi dan politik. Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berpengaruh terhadap upaya mencari pendapat yang lebih kuat (rajih) di antara pendapat-pendapat yang berkembang dalam fikih klasik.

Ketiga, tuntutan perkembangan zaman mengharuskan para ahli hukum Islam (fuqaha) kontemporer untuk mampu melihat kompleksitas masalah kontemporer dan memilih pandangan-pandangan dan fatwa hukum yang lebih memudahkan (taysif) dan menghindari kesulitan (haraj) dalam hukum-hukum cabang (furu), baik dalam masalah ibadah maupun muamalat.

Keempat, munculnya kasus-kasus baru dan yang terbarukan, mengharuskan adanya ijtihad baru karena masalah-masalah tersebut belum pernah dijawab oIeh para fuqaha klasik.

"Dengan landasan pembaruan hukum Islam itulah, maka dalam melihat dinamika perubahan ekonomi global, KH Ma'ruf Amin memandang bahwa sistem ekonomi kapitalis dan sosialis memiliki kelemahan yang dapat ditutupi dengan sistem ekonomi syariah," kata dia.

Soetrisno mengatakan, Ma'ruf Amin memiliki keyakinan bahwa lambat laun ekonomi syariah akan menjadi ekonomi alternatif. Landasan itulah yang sesungguhnya mengarahkan konsep khas pemikiran Arus Baru Ekonomi Indonesia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Senapas dengan Nawacita

Dia juga menyebut, Ma'ruf Amin menyoroti bahwa konsep ekonomi itu harus diarahkan menciptakan sistem ekonomi yang berkeadilan, mampu menekan ketimpangan dan kesenjangan. Menurutnya, ini senapas dengan Nawacita yang digagas Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Konsep ini kompatibel dengan kebijakan pemerintah tentang program pemerataan ekonomi sebagai proyek strategis nasional dan senafas dengan program Nawacita Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla," ungkap Soetrisno.

Dia memandang, Arus Baru Ekonomi Indonesia mengandung inisiatif untuk menguatkan kemitraan antara pesantren, UMKM, organisasi-organisasi kemasyarakatan dengan menggandeng pihak swasta nasional, BUMN dan Kementerian serta lembaga.

"Di sinilah terlihat semangat gotong royong dan kekeluargaan yang dianut KH Ma'ruf Amin, yang tentu sejalan dengan Spirit ekonomi Pancasila. Dengan konsep tersebut, akan terjadi kerja sama yang saling menguntungkan. Meningkatkan skala ekonomi yang meningkatkan daya beli masyarakat, serta mengatasi kesenjangan," ucap Soetrisno.

Menurut dia, Indonesia sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia tentunya memiliki potensi. "Untuk membangun peradaban ekonomi yang lebih baik, memiliki nilai dan berpihak pada rakyat," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.