Sukses

Kapolri Klaim Berhasil Kendalikan Kasus Sensitif di Tahun Politik

Kapolri meminta jajarannya terus menjaga dan mempertahankan situasi yang kondusif.

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengklaim institusinya berhasil mengendalikan kasus sensitif yang terjadi jelang Pemilu 2019. 

Kasus yang dimaksud antara lain soal pembakaran bendera di Garut dan pernyataan soal tampang Boyolali yang memicu reaksi keras dari publik.

"Beberapa kejadian yang sensitif kalau tidak ditangani dengan baik mulai dari peristiwa di Garut, di Boyolali, dan beberapa peristiwa yang sensitif secara politis karena ini masa kontestasi politik, relatif kita bisa kendalikan dengan baik," ujar Tito dalam amanatnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (8/11/2018).

Karena itu, Tito Karnavian meminta jajarannya agar terus menjaga dan mempertahankan situasi yang kondusif tersebut. Dia berharap, kondusifitas ini bisa terjaga hingga akhir tahun bahkan ketika tahapan Pemilu usai.

Jenderal bintang empat itu berharap, jajarannya mampu mencegah terjadinya konflik antarpendukung selama masa kampanye berlangsung. Dia juga mewanti-wanti agar Polri selalu bersikap netral.

"Deklarasi damai terus digulirkan sambil kita mengamati juga fenomena sosial agar dapat terkendali baik dengan cara soft maupun penegakan hukum," ucap Tito Karnavian.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Prabowo Minta Maaf

Sebelumnya pernyataan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subiato memantik demonstrasi di Boyolali. Mantan Danjen Kopassus itu melontarkan ungkapan "wajah Boyolali" tak bisa masuk hotel mewah saat berpidato.

"Maksud saya tidak negatif, tapi kalau ada yang tersinggung saya minta maaf," kata Prabowo dalam video yang diunggah akun Instagram juru bicaranya, Dahnil Anzar Simanjuntak.

Menurut Prabowo, pernyataannya disampaikan dalam pertemuan bersama kader partai pendukung. Jumlah peserta tak lebih dari 400 orang.

Dia pun menganggap reaksi yang didapatnya berlebihan. "Itu kan selorohnya dalam arti, empati saya, solidaritas saya dengan orang. Saya tahu kondisi kalian. Yang saya permasalahkan justru ketidakadilan, kesenjangan, ketimpangan," lanjut Prabowo.

Menurut dia, guyonan itu dilontarkan agar peserta acara tidak bosan. Alasan lain agar demokrasi diisi keceriaan. "Kalau tidak boleh melucu, tidak boleh selorohan, tidak boleh joke yang capek," ia berujar.

Prabowo siap berdialog dengan masyarakat yang tak terima dengan pernyataannya.

 

Saksikan Video Pilihan berikut Ini: 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.