Sukses

Polisi Mulai Selidiki Kasus "Tampang Boyolali" yang Diucapkan Prabowo

Polda Metro Jaya masih melakukan evaluasi terkait laporan terhadap calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto.

Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya masih melakukan evaluasi terkait laporan terhadap calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto. Ia dipolisikan terkait ucapannya beberapa hari lalu saat berpidato yang dinilai menyinggung warga Boyolali yakni 'tampang Boyolali'.

"Berkaitan dengan laporan yang masuk ke SPKT Polda Metro Jaya yang melaporkan Pak Prabowo, tentunya ini akan jadi bahan evaluasi penyidik terlebih dahulu. Memang kita sudah menerima laporan itu," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa 6 November 2018.

Dalam hal ini, hanya baru satu laporan saja yang masuk ke Polda Metro Jaya yang saat masih diselidiki apakah ada unsur pidana atau tidak dalam laporan tersebut. Jika tidak ditemukan, maka laporan tersebut akan disetop dan jika ditemukan, maka akan dilanjutkan.

"Nanti kita cek apakah ini pidana atau bukan. Kalau bukan pidana akan kita hentikan penyelidikannya," ujarnya.

Sebelumnya, seorang warga Boyolali atas nama Dakun (47) melaporkan Prabowo Subianto ke Polda Metro Jaya pada Jumat 2 November 2018 terkait ucapan 'tampang Boyolali'. Pidato yang disampaikan oleh Prabowo saat mengucapkan kata 'tampang Boyolali' terjadi pada Selasa 30 Oktober 2018.

Karena merasa tersinggung dengan apa yang diucapkan oleh Prabowo, Dakun lantas melaporkannya ke polisi. Ia merasa ucapan Prabowo melecehkannya dan menilai perkataan Prabowo seolah menyatakan warga Boyolali miskin dan tidak pernah masuk mal dan hotel. Prabowo bergurau 'tampang Boyolali' mungkin tak pernah memasuki hotel mewah di Jakarta.

Dalam laporannya itu, Dakun menyertakan beberapa barang bukti berupa video saat Prabowo berpidato, beberapa screenshot pemberitaan dan transkrip pidato Prabowo.

Pasal yang disangkakan adalah pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 tentang ITE dan atau pasal 4 huruf b angka 2 juncto pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau pasal 156 KUHP.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Diplintir

Tim Hukum dan Advokasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengatakan ucapan Prabowo yang bertujuan mencairkan suasana kepada masyarakat Boyolali digiring untuk memanaskan situasi politik.

"Kami meminta semua pihak, kepada masyarakat secara umum dan masyarakat Boyolali supaya mendengar klarifikasi ini agar tidak terpancing jadi suasana yang tidak baik," kata Jubir BPN Prabowo-Sandi, Ferry Juliantono.

Menurut Ferry, masyarakat bisa berpikir jernih dan bijaksana untuk memilah mana yang niat merendahkan dengan pola interaktif yang disampaikan Prabowo dalam suasana penuh humor dan canda. Prabowo, kata Ferry, tidak bermaksud merendahkan masyarakat Boyolali sedikit pun.

"Tapi kalau kemudian ini tetep dipaksakan, tetap diplintir kemudian dihasut, dimobilisasi tentu ini jadi bahaya. Oke pada kesempatan ini kami memandang perlu untuk diluruskan," ujar dia.

Ferry menuturkan, video yang diketahui masyarakat soal perkataan Prabowo tersebut juga tidak utuh. Sehingga video yang ada itu menjadi sumber informasi dan membuat bupati Boyolali Seno Samodro panas.

"Yang kemudian pada hari Minggu mengadakan acara melakukan mobilisasi massa. Dan pada saat itu terjadi pembiasan isu yang kami menganggap adanya upaya sengaja untuk menggiring opini. Ini jadi isu primordial dan ini sangat berbahaya," tuturnya.

Tim hukum BPN mengantongi bukti soal adanya mobilisasi masyarakat Boyolali yang protes terhadap perkataan Prabowo. Unsur aparatur sipil, kata Ferry juga ikut serta untuk memanaskan isu tersebut.

"Kemudian bukti dokumentasi video pernyataan Bupati Boyolali yang pada pernyataan tersebut yang bersangkutan mengeluarkan kata kata ujaran kebencian dan kata kata yang mohon maaf bagi kami sangat berlebihan. Saya yang orang jawa menganggap kata kata tesebut tidak layak dilontarkan oleh seorang kepala daerah kepada capres kami," ucap Ferry.

Kemudian, lanjut Ferry, ada spanduk atau tulisan sangat tendesius dan berisi ujaran kebencian pada acara protes yang dilakukan hari Minggu tersebut. Lokasi protes masyarakat Boyolali tersebut sesungguhnya juga tidak boleh dilakukan untuk kegiatan politik. Dia menekankan, penggiringan opini tersebut mesti disikapi secara serius.

"Sehingga hari ini seluruh bukti bukti tersebut sudah disampaikan ke tim advokasi. Yang mana nanti tim advokasi menindaklanjuti ke ranah hukum," pungkas Wakil Ketua Umum Gerindra itu.

Reporter: Nur Habibie, Muhammad Genantan Saputra

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.