Sukses

HEADLINE: Dugaan Manuver JK Sandingkan Anies dengan Jokowi, Mungkinkah?

Dalam beberapa kesempatan, JK terlihat bersama dengan Anies Baswedan. Sejumlah orang menduga, itu adalah manuvernya untuk menduetkan Jokowi-Anies, mungkinkah?

Liputan6.com, Jakarta - Ada pemandangan berbeda dalam aktivitas Wakil Presiden Jusuf Kalla belakangan ini. Dalam beberapa kesempatan, pria yang akrab disapa JK itu kerap bertemu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Tak hanya bertemu, Anies Baswedan juga bahkan terlihat bersama JK mengendarai mobil dinas berpelat RI 2, dalam menuju berbagai acara. Momen itu setidaknya sudah tiga kali terekam dalam sepekan terakhir.

Yang paling hangat, keduanya terlihat semobil saat menghadiri acara halalbihalal di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Rabu 4 Juli 2018.

Manuver JK itu memunculkan ragam tafsiran. Ada yang mengganggap momen itu memuat pesan kuat politis jelang Pilpres 2019 mendatang. Namun ada pula yang menilai, kedekatan JK dengan Anies adalah hal biasa.

"Secara politik Pilkada Jakarta justru sebagai bukti kedekatan tersebut. Jadi bagi kami itu lumrah saja," kata Ketua DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis 5 Juli 2018.

Namun begitu, ia mencium ada arah politik dari keduanya. JK disebut ingin mempromosikan sosok Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan jelang Pilpres 2019. Bahkan dia menilai, JK layak disebut sebagai king maker.

"Mungkin saja arah politiknya ke depan, Pak JK ingin endorse Anies untuk maju di Pilpres nanti. Kami melihat gestur itu ada," ucap Ferdinand.

Dugaan yang lebih mengerucut diembuskan Politikus PKS Nasir Djamil. Ia menilai kemesraan JK dengan Anies sebagai wahana lobi dalam Pilpres 2019. Nasir bahkan menduga, Jokowi akan 'meminang' Anies dalam laga 2019 mendatang.

Infografis Manuver Jusuf Kalla

"Jokowi minta sama JK untuk dapat melobi Anies untuk bersama dia nanti di Pilpres. Kan bisa jadi seperti itu," demikian dugaan Nasir yang diungkapkan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 4 Juli 2018.

Informasi itu diakui Anies sebagai kabar yang mengagetkan. Dia tak menyangka namanya disandingkan dengan beberapa tokoh untuk maju Pilpres 2019. Namun, Anies enggan berkomentar lebih lanjut mengenai simulasi namanya dalam pilpres.

"Saya juga kaget. Kemarin itu sampai empat nama, empat muncul. Tapi begini deh, saya jangan komentar dulu sekarang," kata Anies usai bertemu Ketua MPR Zulkifli Hasan di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 5 Juli 2018.

Anies merasa belum waktunya berkomentar selama belum ada wacana yang pasti mengenai pencalonan dirinya sebagai capres ataupun cawapes. Dia menganalogikan ajakan Pilpres dengan panggilan azan.

"Begini, jangan salat sebelum azan mulai. Belum ada azan kok udah salat," ucap mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini. Anies mengatakan, Pilpres adalah domain dari partai politik.  Ia mengaku masih ingin fokus mengurus Jakarta.

"Menurut saya itu adalah wilayah pimpinan partai, saya bagian bekerja dulu di Jakarta dan kita lihat nanti perkembangannya seperti apa," tandasnya.

Nama Anies Baswedan memang sering disandingkan dengan beberapa tokoh. Di antaranya dengan Prabowo Subianto, Agus Harimurti Yudhoyono, hingga Jusuf Kalla.

Sementara, Politikus PDIP Puan Maharani menilai, kebersamaan Anies Baswedan yang beberapa kali terlihat satu mobil bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla bukanlah bentuk lobi politik untuk mendukung Gubernur DKI Jakarta tersebut di Pilpres 2019. Dia juga yakin JK tidak akan bergeser dan tetap mendukung Joko Widodo saat Pilpres nanti.

"Kan Pak JK sudah sampaikan Beliau tetap akan dukung Jokowi pada Pemilu 2019 dan silaturahmi yang dilakukan Pak JK, kan dengan semua kalangan," kata Puan usai menghadiri haul Taufiq Kiemas yang ke-5 di Gedung Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Jakarta, Kamis (5/7/2018).

Menanti Pernyataan JK

Apa sebenarnya di balik manuver Jusuf Kalla belum diketahui. Wartawan yang berusaha mengonfirmasi isu tersebut belum mendapat jawaban.

Saat ditemui usai acara halalbihalal bertema 'Kembali ke Fitrah Masjid: Masjid Sebagai Pusat Ekonomi Umat' di Masjid Istiqlal, Jumat malam (6/7/2018), JK tak berkomentar apapun. Ia segera menuju mobilnya dengan pengawalan ketat Paspampres.

Dalam pidato di acara tersebut, JK sama sekali tak menyinggung soal isu politik.  "Sebagaimana diketahui masjid kita di Indonesia ini jumlahnya antara 800 ribu hingga 900 ribu. Jumlahnya memang belum ada yang tepat, hanya Allah SWT yang tahu begitu banyaknya," kata JK.

Ia menambahkan, masjid telah melayani sekaligus dimakmurkan oleh para jemaah, terutama selama Ramadan. JK berharap, ke depan, masyarakat juga dimakmurkan oleh keberadaan masjid.

 

Saksikan video menarik di bawah ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Prabowo-Anies atau Anies-AHY?

Beragam manuver lainnya ditampilkan sejumlah partai dalam melambungkan nama Anies Baswedan. Partai Demokrat belum lama ini mengaku akan mempertimbangkan opsi Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk maju dalam laga 2019.

Mengetahui manuver itu, Partai Gerindra pun merasa gerah. Ini wajar lantaran langkah Anies menuju DKI 1 berkat sokongan Partai berlambang burung garuda juga PKS.

"Tapi kita meyakini Mas Anies tentu akan bersama sama Partai Gerindra dan Prabowo, bukan bersama-sama pihak lain," kata anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade di Jakarta, Rabu 4 Juli 2018.

"Kalaupun Mas Anies maju di kontestasi Pilpres 2019, kemungkinan besar ya bisa menjadi cawapres Pak Prabowo," tegas dia.

Andre punya alasan terkait keyakinan bahwa Anies mau menjadi cawapres Prabowo dalam Pilpres 2019. Ini karena menurutnya, komunikasi Gerindra dengan Anies berjalan baik.

Sementara itu, sikap berbeda disampaikan Partai Keadilan Sejahtera. Menurut Ketua DPP Partai PKS Mardani Ali Sera, wacana duet Gubernur DKI disandingan dengan AHY sangat baik -- sama moncernya bila didampingkan dengan Ahmad Heryawan atau Aher.

"Jadi Anies-AHY atau Anies-Aher kalau pendapat pribadi saya figur yang luar biasa. Ini bisa menjadi 'the shocking figure' dalam politik saat ini karena dua-duanya muda. Dua-duanya siap membangun Indonesia," kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 5 Juli 2018.

Mardani mengakui, selain nama Anies-AHY, ada nama lain yang menguat di internal PKS. Di antaranya duet Prabowo Subianto dan Anies Baswedan serta Prabowo dan Ahmad Heryawan (Aher).

"Opsi Prabowo-Anies menguat juga. Mas Anies masuk ke bursa cawapresnya Pak Prabowo. Seperti opsi Pak Prabowo-Kang Aher juga ada dan cukup menguat, di Jabar contohnya," ungkap Mardani.

Meski begitu, semua berhak mengutarakan pendapatnya terkait pengusungan capres dan cawapres. Tetapi keputusan akhir pencalonan capres atau cawapres harus melihat respons masyarakat.

"Saya punya pendapat pribadi, semuanya monggo dijual ke publik nanti akan ada kata penentunya. Survei, mana yang paling menjanjikan. Karena kita bukan hanya ingin maju, filosofinya, kita mau menang," ucap Mardani.

3 dari 3 halaman

Jokowi-Anies Mungkinkah?

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan menilai dalam politik segalanya bisa saja terjadi. Namun begitu, bila duet Jokowi-Anies benar muncul dalam Pilpres 2019, akan muncul banyak pertanyaan.

"Apa saja mungkin. Namun bisa juga itu pertemuan biasa. Pak Anies dan Pak JK kan sudah lama dekat. Bisa saja. Segala hal bisa mungkin terjadi," ucap Djayadi dalam perbincangan dengan Liputan6.com, Jakarta, Jumat (6/7/2018).

Namun begitu, Djayadi menegaskan, kemungkinan duet Jokowi-Anies sangat kecil terjadi. Ini mengingat track record dari Anies Baswedan yang sudah pindah gerbong saat melaju dalam laga Pilkada DKI 2014 lalu.

Menurut Djayadi, Anies saat ini baru pindah dari kubu Jokowi kepada Prabowo Subianto. Dia bakal mendapatkan stigma negatif jika kembali ke barisan pendukung Jokowi.

"Kalau pindah lagi, kan dia dianggap sudah berkhianat kepada Prabowo. Kalau sudah dianggap berkhianat, siapa yang milih dia. Nanti malah negatif persepsinya, kepada dia dan Jokowi," jelas Djayadi.

Tak hanya itu, partai-partai dari pendukung Jokowi juga tentu akan menentang kebijakan tersebut. Sebab selama ini, para petinggi partai pendukung terus berupaya merayu agar dapat terpilih sebagai pendamping Jokowi dalam Pilpres 2019.

"Partai-partai yang ada di kubu Jokowi juga tidak mudah untuk dibujuk. Apa alasannya kok tiba-tiba Anies yang jadi cawapres. Akan ada perlawanan dari partai-partai yang berusaha agar calonnya yang jadi (cawapres)," ucap dia.

Memang secara elektabilitas sebagai cawapres, kata dia, nama Anies Baswedan berada dalam posisi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Dia mengantongi angka di atas 10 persen.

Namun, itu tak jauh beda dengan tokoh lainnya. Karenanya, menurut Djayadi, nama Anies tak perlu dipaksakan.

"Sementara calon wapres yang tidak kalah dengan Anies, kan banyak. (Elektabilitasnya) sebagai cawapres lumayan, bersaing dengan Gatot Nurmantyo (Panglima TNI), AHY, Mahfud MD, Muhaimin Iskandar," ucap dia.

"Jadi para pendukung Jokowi atau partai-partai akan sulit (menerima) kalau Anies yang jadi cawapres. Tidak mudah itu," tegas Djayadi lagi.

Lantas jika demikian, dengan siapa Anies layak disandingkan dalam Pilpres 2019 nanti. "Yang paling logis, Anies jadi cawapresnya Prabowo," ungkap dia.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.