Sukses

Anggota Komisi II Minta KPU Pikirkan Rancangan Sistem Pemilihan Berbasis Digital

Bila menggunakan E-voting, KPU perlu menggelar dulu survei dan simulasi untuk uji kelayakannya sehingga pada saatnya nanti semua sudah siap.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak Pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serius dalam melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak pada 9 Desember 2020.

Hal itu dikatakan Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Hugua disela-sela rapat dengar pendapat (RDP) dengan KPU dan Bawaslu dengan agenda evaluasi kinerja tahun 2019 hingga 2020 serta persiapan Pilkada serentak 2020, Kamis (25/6/2020).

Menurut Hugua, salah satu keseriusan dalam melaksanakan pilkada adalah KPU dan Bawaslu perlu menjelaskan secara detail kepada Menteri Keuangan terkait kebutuhan pilkada serentak yang hingga kini realisasinya belum maksimal.

“Khususnya dalam penyiapan anggaran tambahan yang diperlukan, karena ini berpengaruh pada kualitas demokrasi kita,” terang Hugua.

Dikatakannya, bila penyelenggaraan pilkada tidak berkualitas akan menghasilkan pemimpin yang tidak berkualitas. Tentu bila pemimpin tidak berkualitas akan berdampak pada kebijakan-kebijakan yang tidak berkualitas, termasuk dalam penanganan masalah ekonomi dan kemiskinan.

Mantan Bupati Wakatobi dua periode ini menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 ini memaksa penyelenggara pemilu untuk mengerti digital sehingga KPU perlu memikirkan untuk merancang sistem pemilihan berbasis digital.

“Bila menggunakan E-voting bila perlu diadakan dulu survei dan simulasi untuk uji kelayakan E-voting sehingga pada saatnya nanti kita sudah siap, terutama untuk pemilu tahun 2024,” terangnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tambahan Anggaran

Terkait dengan permohonan anggaran tambahan yang diajukan oleh KPU dan Bawaslu, Hugua menyarankan agar pendekatan lobi dilakukan oleh KPU dan Bawaslu terlebih dahulu sebelum masalah anggaran dibahas di RDP dengan DPR. Sebab penyelesaian masalah anggaran tidak mungkin tercapai di RDP.

Ditambahkan Hugua, akibat penyelenggaraan pilkada di tengah Covid 19, maka anggaran sebelumnya sebesar Rp 14,98 triliun berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) seluruh Indonesia kini tidak cukup lagi.

Dari NPHD sebanyak Rp 14,98 triliun tersebut telah digunakan Rp 5,78 triliun untuk pentahapan pilkada sebelum adanya COVID-19 dan sisanya masih Rp 9,2 triliun yang dipending untuk realokasi anggaran di COVID-19 ini.

Namun katanya, setelah adanya COVID-19, anggaran Rp 14,98 triliun tersebut kini sudah tidak cukup lagi dikarenakan adanya komponen pembiayaan yang tidak terpikirkan sebelumnya. "Itu seperti APD ataupun protokol-protokol kesehatan lainnya, baik itu kepada penyelenggara maupun kepada pemilih itu sendiri," ujarnya.

Oleh karena itu, katanya, berdasarkan Raker maka disepakati penambahan anggaran sebesar Rp 1,02 triliun untuk digunakan pada tahap pertama pilkada di seluruh Indonesia di Juni 2020 ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.