Sukses

Bawaslu Maluku Utara Minta Pilkada 2020 Disertai Jaminan Kesehatan

Sebagai penyelenggara, Bawaslu mengaku siap melaksanakan Pilkada 2020, karena itu perintah undang-undang.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Maluku Utara (Malut) meminta pilkada di daerah harus melaksanakan keputusan Pemerintah terkait dengan lanjutan pelaksanaan tahapan Pilkada 2020 dan harus memberikan jaminan kesehatan bagi penyelenggaranya.

"Harus ada jaminan kesehatan bagi penyelenggara, sebab Indonesia sedang dalam masa pandemi Covid-19 termasuk di Malut," kata Ketua Bawaslu Malut Muksin Amrin di Ternate, Sabtu 13 Juni 2020.

Menurut dia seperti dilansir dari Antara, sebagai penyelenggara, Bawaslu siap melaksanakan Pilkada 2020, karena itu perintah undang-undang.

Saat diskusi melalui zoom meeting dengan topik urgensi pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19 Muksin menyatakan, jaminan kesehatan bagi penyelenggara dalam melaksanakan pengawasan tentunya harus sesuai dengan mekanisme dan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19.

Seperti, jaminan kesehatan bagi penyelenggara dalam melaksanakan pengawasan pada tahapan kampanye, pendaftaran calon, dan pada hari pencoblosan.

Dia menyatakan, untuk tahapan pertama yang dimulai pada 15 Juni, yakni verifikasi dukungan calon independen serta pemutakhiran data dengan penyelenggara seperti Bawaslu dan dalam tahapan ini, pengawas pemilu harus turun berhadapan dengan masyarakat baik itu yang memberikan dukungan calon perseorangan maupun mengawasi proses pendataan pemilih.

"Jadi kita harus benar-benar dibekali dengan pengaman diri seperti menggunakan alat pelindung diri (APD), sebab pengawas pemilu nantinya berhadapan langsung dengan berbagai komponen masyarakat sebagai pemilih," kata Muksin.

Tidak heran, kata Ketua Bawaslu Malut itu lagi, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Pemerintah dan DPRD, Bawaslu maupun KPU meminta tambahan anggaran untuk pengadaan APD bagi seluruh jajaran penyelenggara, mengingat memang pilkada paling rumit dan sangat mahal.

Muksin Amrin mengatakan, pertimbangan Pemerintah melaksanakan pilkada di tahun 2020, karena sejauh ini belum ada pendapat para ahli pada tahun 2021 pandemi Covid-19 sudah berakhir.

"Alasan Pemerintah sejauh ini belum ada pendapat ahli kalau 2021 sudah berakhir pandemi Covid-19, sehingga Pemerintah tetap akan melaksanakan pilkada di tahun 2020 dengan protokol kesehatan yang ketat," katanya lagi.

Selain itu, kalau diundurkan di tahun 2021, pertama alasan Pemerintah di sejumlah daerah akan ada pejabat kepala daerah atau pelaksana tugas karena memasuki masa akhir jabatan. Alasan lain, daerah-daerah menghadapi pemulihan ekonomi pasca-Covid-19, kalau Covid-19 berakhir di tahun 2020.

Pemulihan ekonomi yang dimaksud, kata Muksin Amrin, nanti penyelenggara KPU dan Bawaslu kesulitan mengurusi anggaran Pilkada 2021, kalau digeser 2021 maka NPHD 2020 dianggap batal dan dikembalikan ke daerah, maka akan ada lagi pembahasan baru kalau pilkada diundur 2021.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

KPU Simulasi Pelaksanaan Pilkada pada Juli 2020

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum berencana mengelar simulasi model penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di tengah pandemi Covid-19 pada Juli 2020.

Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan selama Juni 2020 KPU akan mempersiapkan terlebih dahulu beberapa tahapan, kemudian pada awal Juli mengelar simulasi yang merujuk Peraturan KPU tentang Penyelenggaraan Pilkada di Masa Bencana.

"Mudah-mudahan ini memberikan gambaran bagi kita, bagaimana mungkin pelaksanaan pemilihan kepala daerah di masa Covid-19," kata dia di Jakarta, Jumat (12/6/2020).

Simulasi tersebut menurut dia salah satu bentuk kesiapan KPU untuk melaksanakan pilkada serentak yang akan berlangsung pada 9 Desember 2020 mendatang.

Selain simulasi, KPU juga melakukan perekrutan kembali terhadap sejumlah tenaga ad hoc pemilu yakni di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan di tengah pandemi COVID-19.

Arief menjelaskan terdapat 385 tenaga ad hoc yang akan direkrut KPU karena tenaga yang awalnya sudah bertugas sebagai PPK dan PPS untuk pilkada tersebut ada yang sudah tidak memenuhi syarat, meninggal dunia dan ada juga yang mengundurkan diri karena situasi sekarang ini.

"Kami segera meminta KPU kabupaten dan kota (yang menyelenggarakan pilkada) melakukan rekrutmen (menggantikan) mereka yang tidak lagi bisa menjadi penyelenggara," ucapnya seperti dikutip dari Antara.

Arief mengatakan, penyelenggaraan tahapan Pilkada 2020 yang sempat tertunda kembali akan digelar pada 15 Juni. Tahapan awal yang akan digelar yakni terkait verifikasi faktual untuk bakal calon jalur perorangan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.