Sukses

NU: Muslim dan Non-Muslim Punyak Hak sama Jadi Pemimpin

Ramainya perdebatan mengenai pemimpin yang dikaitkan dengan SARA karena sebagian muslim tidak memahami tafsir ayat yang dijadikan rujukan

Liputan6.com, Jakarta - Jelang Pilkada DKI 2017, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) meminta kepada warga Jakarta agar tak mudah terprovokasi dengan berbagai isu negatif, khususnya mengenai suku, ras dan agama (SARA).

Rois Syuriah PBNU KH Ahmad Ishomuddin menilai penggunaan isu SARA untuk menyerang calon tertentu di Pilkada DKI sangat tidak tepat. Ia menegaskan, dalam Islam tidak ada larangan bagi nonmuslim menjadi pemimpin di wilayah yang mayoritas muslim.

"Muslim dan nonmuslim punya hak sama untuk jadi pemimpin. NU tidak dalam posisi mendukung, apalagi menghalangi orang untuk menjadi pemimpin," ujar Ahmad dalam acara Halaqoh Kaum Muda NU Jakarta di Hotel Bintang, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Minggu (9/10/2016).

Menurut dia, ramainya perdebatan mengenai pemimpin yang dikaitkan dengan SARA lebih karena sebagian muslim tidak memahami tafsir dari ayat yang dijadikan dalil kepemimpinan dalam Islam.

Seperti ayat 51 Surat Al-Maidah, kata dia, merujuk tafsir terdahulu, yang dimaksud larangan unutk memilih pemimpin dari golongan muslim bukanlah untuk pemimpin sekelas gubernur atau kepala daerah. Melainkan karena konteks pada masa Nabi Muhammad yang sedang dalam kondisi perang.

Ahmad mengaku, merasa perlu menyampaikan imbauan itu karena saat ini banyak beredar isu dan wacana di pemberitaan, termasuk di media sosial yang menjadikan ayat suci sebagai dasar unutk mencaci seseorang dan berkomentar kasar dengan argumentasi SARA.

"Sangat banyak komentar yang tidak santun dan tidak sesuai dengan Pancasila. Dan tentu bertentangan dengan agama kita. Demokrasi belum baik di negara ini. Buktinya kalau mau hebat caranya dengan black campaign, mencari kesalahan orang lain. Maka kemudian politik kita menjadi bercitra buruk," tegas Ahmad.

Ia pun berharap warga Jakarta tidak mudah terpengaruh dengan isu SARA. Menurutnya Islam merupakan agama yang cinta perdamaian dan melarang umatnya meredahkan orang lain dengan cara apapun, termasuk dengan menggunakan dalil ayat suci. 

"Isu SARA sama sekali tidak boleh digunakan untuk mendiskreditkan orang lain. Kita menjunjung tinggi budaya dan adab. Tidak boleh merendahkan pihak lain untuk suatu kemenangan politik," Ahmad menandaskan. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.