Sukses

Survei Ungkap Ada Pergeseran Preferensi Pemilih Nasionalis

Menurut Leonard, faktor presidential threshold yang mengunci jumlah pasangan calon hanya dua pasang memberi keuntungan bagi kedua partai politik.

Liputan6.com, Jakarta - Politik aliran pernah sangat kentara saat Pemilu 1955 dan sempat disebut-sebut bangkit kembali pascareformasi. Penyederhanaan sistem kepartaian mengerucutkan jumlah partai, di mana kutub nasionalis paling kuat ada pada PDI Perjuangan.

Partai politik lain seperti Gerindra, Demokrat, dan Nasdem mengaku pula sebagai partai-partai nasionalis. Demokrat bahkan melabeli diri sebagai persenyawaan antara kutub nasionalis dengan Islam, dalam jargon “nasionalis-relijius”.

“Suara PDIP dan Gerindra memang mengalami peningkatan signifikan dibandingkan hasil Pileg 2014,” ungkap Direktur Eksekutif INDOMETER (Barometer Politik Indonesia), Leonard Sb di Jakarta dalam keterangannya, Minggu (17/3/2019).

Temuan survei Indometer menunjukkan elektabilitas PDIP mencapai 23,5 persen, sedangkan Gerindra 13,4 persen. Pada Pileg 2014, suara PDIP tidak mencapai 20 persen, sementara posisi Gerindra masih di bawah Golkar.

Menurut Leonard, faktor presidential threshold yang mengunci jumlah pasangan calon hanya dua pasang memberi keuntungan bagi kedua partai politik. PDIP diperkirakan akan menjadi partai pemenang pemilu, disusul Gerindra sebagai runner up. Di sisi lain, Pemilu 2019 juga akan menjadi akhir dari kejayaan Golkar.

“Sejak pemilu pertama pasca-reformasi Golkar selalu menempati peringkat pertama atau kedua, baru kali ini Golkar tergeser ke posisi ketiga, dengan elektabilitas 10,2 persen,” jelas Leonard.

Posisi Golkar juga dibayangi PKB, dengan elektabilitas 8,9 persen. Menurut Leonard, PKB sedikit banyak diuntungkan oleh figur Kiai Ma’ruf sebagai cawapres. Dengan latar belakang NU yang menjadi basis massa tradisional, posisi PKB relatif lebih aman dibanding Demokrat.

“Berkebalikan dengan hasil Pileg 2014, PKB juga berpeluang menggeser posisi Demokrat yang meraih elektabilitas 6,3 persen, meskipun masih termasuk lima besar,” papar Leonard.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Posisi Tengah Parpol

Posisi papan tengah didominasi partai-partai Islam, yaitu PPP (3,9 persen), PAN (3,7 persen), dan PKS (3,4 persen). Lalu ada partai Nasdem yang memimpin elektabilitas papan tengah sebesar 4,1 persen.

Dua partai baru menyusul, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Perindo berhasil menembus papan tengah. PSI meraih elektabilitas 3,6 persen, sedangkan Perindo menjadi juru kunci dengan elektabilitas 2,8 persen.

Sisanya adalah partai-partai yang diprediksi tidak bakal lolos ke Senayan, yaitu Hanura (1,1 persen), PBB (0,9 persen), PKPI (0,8 persen), Berkarya (0,5 persen), dan Garuda (0,2 persen).

“Hanura menjadi satu- satunya partai lama yang bakal terpental tidak mendapat kursi, demikian pula dengan PBB dan PKPI yang sejak 2009 tidak meraih kursi lagi di Senayan,” kata Leonard.

Sedangkan Berkarya dan Garuda menjadi partai baru yang bakal tersisih oleh ambang batas parlemen (parliamentary threshold).

“Temuan menarik adalah capaian PSI sebagai partai baru yang berhasil menyejajarkan diri dengan partai- partai papan tengah,” tutur Leonard.

Jika melihat hasil survei sejumlah lembaga sejak dimulainya musim kampanye pada September 2018 lalu, elektabilitas PSI cenderung mengalami peningkatan. Dari kisaran nol koma selama tiga bulan pertama, bergerak merayap ke 1,5 hingga 1,7 persen pada pergantian tahun. Dalam dua bulan, Februari-Maret 2019, elektabilitas PSI melonjak dari 2,8 persen menjadi 3,6 persen.

“Dua partai utama, PDIP dan Gerindra mengalami peningkatan dalam tiga bulan pertama, tetapi trend-nya kemudian menurun,” jelas Leonard.

Sedangkan tiga partai besar lainnya, yaitu Golkar, PKB, dan Demokrat cenderung stabil. Demikian pula dengan partai-partai papan tengah, termasuk Nasdem dan Perindo. Menurut Leonard, besar kemungkinan terjadi migrasi pemilih dari partai nasionalis utama yaitu PDIP dan Gerindra, di mana PSI mendapat limpahan paling banyak.

Sikap PSI mendukung capres Jokowi dan serangan gencar yang dilakukan terhadap oposisi memberi efek elektoral signifikan. Sebagai bagian dari koalisi, PSI tidak segan-segan melancarkan kritik keras seputar isu korupsi dan intoleransi.

Dalam dua kali pidato, ketua umum PSI Grace Natalie bahkan mengarahkan telunjuk kepada partai-partai nasionalis yang justru mendukung pengesahan Perda Syariah.

“Masih perlu pendalaman lebih lanjut, tetapi tampak terjadi pergeseran prefensi pemilih nasionalis,” pungkas Leonard.

Survei INDOMETER (Barometer Politik Indonesia) dilakukan pada 1-7 Maret 2019, dengan jumlah responden 1280 orang mencakup seluruh provinsi di Indonesia.

Pengambilan sampel dilakukan secara acak bertingkat (multistage random sampling), dengan margin of error ±2,98 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Pendalaman kajian dilakukan melalui focus group discussion dengan mengundang pakar terkait.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.