Sukses

Curhat Bawaslu Soal Hoaks Pemilu 2019

Penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kerap menjadi korban peredaran berita bohong alias hoaks.

Liputan6.com, Jakarta - Penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kerap menjadi korban peredaran berita bohong alias hoaks. Keduanya kerap disudutkan dengan berita miring tersebut.

Tak sedikit yang percaya dengan hoaks tersebut. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin menceritakan, akibatnya sering ada komentar negatif kepada lembaganya di sosial media.

"Kalau ada berita bohong yang diyakini publik bahwa penyelenggara pemilu tidak netral maka dampaknya ke kami itu isi medsos laknat ke kita semua. Padahal bisa dua sisi, misalkan mendoakan kekuatan hati kita melakukan penyelenggaraan pemilu kan positif. Tapi ada juga kan yang laknat dan tidak seleai," tutur Afif di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis 14 Maret 2019.

Contoh kasus hoaks yang muncul dalam Pemilu 2019 antara lain kabar soal adanya tujuh kontainer surat suara tercoblos dan puluhan juta DPT siluman. Meski pada akhirnya, isu semacam itu seharusnya dapat disikapi dengan arif dan bijak oleh masyarakat.

"Bagaimana framing publik terhadap penyelenggara pemilu. Pentingnya tabayun. Karena ini menurut saya punya daya ledak tinggi. Kebohongan publik daya ledaknya luar biasa tinggi dan berbahaya," kata Afif.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Komitmen

Demi menjawab rangkaian hoaks tersebut, Bawaslu berkomitmen menyelenggarakan pemilu dengan sebaik mungkin agar hasilnya pun bisa diterima publik. 

"Bawaslu memastikan kualitas hasilnya baik lewat prosesnya. Kalau diyakini proses penghitungan suara tidak ada kecurangan kan semua pihak bisa terima. Tapi kalau ada curiga, maka akan sangat mungkin disoal. Maka menjaga kualitas proses itu menjadi tugas Bawaslu," kata Afif.

Terlebih, ketidakpercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu, akan menimbulkan masalah lanjutan. Paling parah, pemilu mesti diulang dan hal itu sangat melelahkan bagi semua pihak, juga boros anggaran.

"Bagi penyelenggara, yang menang A atau B nggak masalah. Yang penting prosesnya bisa berjalan baik dan hasilnya bisa diterima semua pihak," Afif menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.