Sukses

Krisis Chip Semikonduktor Diprediksi Berlanjut Hingga 2023

etinggi BMW mengatakan krisis chip semikonduktor kemungkinan akan tetap berlangsung hingga 2023

Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, industri otomotif secara global tengah mengalami krisis chip semikonduktor sehingga menyebabkan beberapa produksi dari merek otomotif terhambat.

Kondisi ini diperkirakan masih berlanjut. Salah satu petinggi BMW mengatakan kelangkaan komponen elektronik tersebut kemungkinan akan tetap berlangsung hingga 2023. 

"Kami masih berada di puncak kekurangan chip. Saya berharap, kami bisa mulai melihat peningkatan paling lambat tahun depan, tetapi kami masih harus menghadapi kekurangan hingga 2023," jelas Chief Executive BMW Oliver Xipse, dalam sebuah wawancana dengan surat kabar Nueu Zuercher Zeitung (NZZ), seperti dilansir Reuters, Selasa (12/4/2022).

Sebelumnya, di konferensi pers tahunan yang digelar Maret 2022, produsen asal Bavarian ini memperkirakan krisis chip semikonduktor akan terus berlangsung sepanjang 2022.

Sementara itu, CFO Volkswagen Arno Antlitz mengatakan hal yang senada, jika pabrikan Jerman ini memperkirakan pasokan chip tidak mungkin cukup untuk memenuhi permintaan hingga tahun 2024.

"Kekurangan pasokan struktural kemungkinan baru akan teratasi pada tahun 2024," pungkas Antlitz.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Krisis Chip Semikonduktor, Penjualan Volvo pada 2022 Bakal Turun Drastis

Volvo Cars mengatakan, krisis chip semikonduktor akan memukul produksi dan kemungkinan akan berlanjut hingga kuartal kedua 2022.

Dengan begitu, pabrikan asal Swedia ini kemungkinan besar akan memangkas perkiraan pengiriman kendaraan secara penuh pada 2022.

"Harapan Volvo Cars, adalah meningkatkan volume penjualannya untuk 2022 secara penuh," kata perusahaan dalam sebuah pernyataan.

"Gangguan itu, berarti perusahaan sekarang mengharapkan pertumbuhan marjinal dalam pengiriman untuk tahun penuh 2022, dibandingkan dengan 2021," tambahnya.

Volvo yang mayoritas dimiliki oleh Gelly Holding Cina mengatakan, masalah krisis chip semikonduktor ini tidak ada hubungannya dengan perang di Rusia dan Ukraina. Namun, konflik dua negara tersebut mengakibatkan peningkatan biaya untuk bahan baku, energi, dan pengiriman.

"Volvo Cars terus bekerja dengan penetapan harga untuk mengurangi efeknya," kata perusahaan lagi. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.