Sukses

Sidang Kasus Dugaan Monopoli Pelumas Berlanjut, Ini Tanggapan PERDIPPI

Persidangan dugaan tindak monopoli pelumas oleh PT Astra Honda Motor (AHM) masih dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan tindak monopoli pelumas yang melibatkan PT Astra Honda Motor (AHM) akan masuk proses persidangan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). 

Dinilai merugikan konsumen serta perekonomian nasional, Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) turut menyoroti kasus ini.

Ketua Dewan Penasehat PERDIPPI, Paul Toar, menegaskan, keterlibatan masyarakat untuk mengawal proses persidangan sangatlah penting. Hal ini berkaitan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

“Karena praktik-praktik yang dilakukan oleh agen pemegang merek kendaraan seperti itu telah membentuk mindset masyarakat kalau kendaraannya merek A, maka oli yang harus dipakai adalah merek A, jika kendaraannya merek B, olinya harus merek B. Jika tidak, maka garansi akan hilang,” kata Paul.

Paul juga menyebut, keraguan menggunakan pelumas merek lain terjadi karena adanya faktor monopoli. Padahal, kualitas pelumas yang beredar sudah sesuai ketentuan.

“Sekali lagi, hal itu terjadi karena ketidaktahuan masyarakat. Terlebih adanya power of monopoly dari agen pemegang merek dengan modus jika menggunakan olinya, maka garansi atas kendaraan tidak akan gugur dan sebagainya,” jelasnya.

Proses persidangan perdana yang semestinya digelar 30 Juli diundur dan akan digelar Selasa, 11 Agustus 2020. Hal ini sesuai dengan permintaan kuasa hukum PT Astra Honda Motor (AHM) selaku pihak terlapor.

"Kami mengajak semua lapisan masyarakat di manapun berada, mari kita awasi dan kawal proses persidangan ini. Sehingga, proses bisa berlangsung secara obyektif, transparan, dan ketentuan Undang-undang serta aturan hukum,” kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

Senada dengan Paul, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, bukan hanya merugikan kepentingan pelaku usaha, tetapi juga konsumen.

“Selain itu, konsumen juga dirugikan karena praktik monopoli juga berpotensi menciptakan harga yang lebih mahal. Dengan kata lain, praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat merugikan konsumen untuk mendapatkan harga yang lebih wajar dan terjangkau,” tegas Tulus.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini