Sukses

Negara Rugi Rp 43 Triliun karena Kendaraan Overloading dan Overdimension

Kendaraan overloading dan overdimesion membuat jalanan cepat rusak sehingga negara harus memperbaikinya.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mencatat kerugian negera akibat truk muatan lebih (overloading) dan pelanggaran dimensi (overdimension) mencapai Rp 43 triliun.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setyadi, di kantor Kemenhub, Selasa (31/7/2018).

Tidak disebutkan sejak kapan kerugian itu terjadi. Namun, kata Budi, kerugian ini membuat jalanan cepat rusak sehingga yang harus menanggung perbaikan adalah negara.

“Ini sudah terlampau lama, pemerintah atau kemudian pengusaha menikmati keutungan besar dari overloading overdimension ini,” ungkap Budi di hadapan pewarta.

Tak hanya itu, Budi menyatakan, truk yang overloading dan overdimension juga sangat mengabaikan aspek keselamatan.

Hal ini diperparah dengan banyaknya kecelakaan lalu lintas, yang tak lain disebabkan truk overloading dan overdimension.

“Contoh, kasus (kecelakaan truk) di Bumiayu, Brebes (20/5/2018). Karena overloading akhirnya kendaraan itu tidak seimbang, mudah untuk kecelakaan, apalagi waktu itu melewati flyover Kretek, langsung oleng menabrak perumahan, sampai menabrak orang dan 12 meninggal dunia,” tuturnya.

Dengan banyaknya kasus kecelakaan yang diakibatkan truk overloading dan overdimension, pemerintah akan memberikan sanksi yang tegas untuk kasus ini.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia Tolak Biodiesel B30, Ini Alasannya

Adanya program mandatori peningkatan biodiesel yang mencampur BBM dengan minyak kelapa sawit sebesar 30 persen (B30) pada 2019 nyatanya tak mendapat dukungan dari Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia atau (Aptrindo).

Wakil Ketua Aptrindo, Kyatmaja Lookman, menilai dengan penggunaan B30 nantinya akan lebih banyak merugikan pengusaha truk dikarenakan beberapa kekurangan.

"B30 akan lebih boros. Jakarta-Surabaya misalnya 230 liter jadi 260 liter. Siapa yang tanggung? Pengusaha, kan? Sopir juga pasti teriak," kata Kyat di Gedung Ditjen EBTKE.

Ia berharap akan ada solusi yang harus menguntungkan semua pihak. "Kalau ada kerugian ya harus dimitigasi kerugian itu. Mitigasinya kalau lebih boros gimana, maintenance-nya gimana? Garansi dari APM seperti apa? Mayoritas nya pasti pengusaha truk yang menderita," jelas dia.

Menurutnya, pengguna biofuel terbesar ialah truk. "Jadi kalau kebijakan ini langsung diimplementasikan, dampak langsungnya itu ke kita," ujar Kyat.

"Untuk saat ini terlalu prematur untuk bilang mendukung atau tidak. Kalau saya lihat dari implementasi kebijakan ini, kita yang paling dirugikan," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.