Sukses

Pajak Sedan Bakal Turun, Begini Reaksi Bos Toyota

Bagi Toyota, turunnya pajak sedan akan mendukung kegiatan pasar otomotif semakin terbuka.

Liputan6.com, Karawang - Pemerintah masih menggodok regulasi pajak kendaraan jenis sedan. Para anggota Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mendesak agar pajak sedan turun. Jika pajak sedan turun, bukan tak mungkin hal itu akan meningkatkan kebutuhan pasar international khususnya ekspor.

Di Indonesia, jika pajak sedan turun, bukan tak mungkin harga sedan bisa sama dan selaris seperti MPV (Multi Purpose Vehicle) atau SUV (Sport Utility Vehicle).

Menanggapi hal tersebut, Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono menyatakan, khusus Toyota Indonesia, turunnya pajak sedan akan mendukung kegiatan pasar otomotif semakin terbuka.

“Karena membentuk market secara economic skill, maka akan membentuk industri. Kalau market-nya besar maka industrinya datang ke sini. Kami senang sekali kalau ada kegiatan menciptakan pasar seperti ini. Tapi harus diikuti dengan kegiatan industri supaya Indonesia ikut serta berpartisipasi di market,” kata Warih saat ditemui di Auditorium Hall TIA (Toyota Indonesia Akademi) Karawang 3, Jawa Barat, Rabu (30/8/2017).

Warih menyatakan, pasar sedan saat ini merupakan paling laris secara global. Oleh karena itu, Indonesia yang juga merupakan basis produksi Toyota untuk global diharapkan tidak hanya menjadi penonton, tapi mampu memanfaatkan jaringan yang sudah ada.

“Kalau industri bagus, daya saing bagus. Maka kami bisa ikut serta,” tuturnya.

Menyoal selera konsumen secara global, Warih mengaku hal tersebut tentu akan diuji oleh konsumen dan pasarlah yang menentukan.

Simak juga video menarik di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Awal Mula Sedan Jadi Mahal

Sedan adalah satu segmen kendaraan yang kurang berkembang di Indonesia. Lembaga riset dan konsultan Frost & Sullivan merilis data bahwa tahun lalu penjualannya hanya 13.700 unit, atau turun 21,4 persen ketimbang tahun sebelumnya.

Satu penyebab kenapa sedan tidak berkembang adalah bahwa mobil ini dibebani pajak yang tinggi. Dengan berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk sedan di bawah 1,5 liter adalah 30 persen, sementara di atas itu 40-75 persen. Sementara segmen-segmen lain hanya 10 persen saja.

I Gusti Putu Suryawirawan, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin), mengatakan bahwa pembebanan pajak yang lebih tinggi disebabkan anggapan mobil ini dianggap hanya dapat dibeli kalangan orang kaya saja.

Putu mengatakan, pola pikir ini tumbuh sejak zaman Orde Baru dan terus langgeng sampai sekarang.

"Zaman Pak Harto orang beli sedan sudah dianggap orang kaya. Karena kaya, akhirnya dikasih pajak tinggi," ujar Putu dalam acara "Seabad Industri Otomotif Indonesia" yang digelar Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) di Jakarta, Selasa (28/8/2017) kemarin.

Pada masa Orde Baru, sedan memang banyak dipakai pejabat. Bahkan, mobil dinas presiden kala itu tidak bisa jauh-jauh dari sedan, terutama keluaran Mercedes-Benz.

Selera mobil "Eropaan" Orde Baru terbentuk pada 1970-an. Sebab sebelum itu, selalu mobil asal Amerika Serikat (AS), seperti Chevrolet, yang dipakai.

Mercedes-Benz W116 Barong 1975, Mercedes-Benz W126 Eagle 500SEL 1987, Mercedes-Benz W140 S600 1994, adalah beberapa sedan yang pernah dipakai sebagai mobil kenegaraan sepanjang masa pemerintahan Soeharto. Tentu semua mobil ini punya keunggulan di atas rata-rata pada zamannya.

Mobil dinas para menteri kala itu juga sedan, sehingga mengesankan eksklusivitas. Beberapa model yang pernah dipakai para pembantu Suharto ini adalah Volvo 264 GL, Volvo 740 GL, Volvo 960, dan Volvo S90. Yang disebutkan terakhir adalah mobil dinas para menteri di masa-masa terakhir Orde Baru.

Mobil yang "merakyat" tidak identik dengan sedan. Salah satu mobil paling populer di masa itu adalah Toyota Kijang. Dan sebagaimana kita tahu, Kijang berada di segmen kendaraan penumpang, lalu kemudian bertransformasi jadi kendaraan serbaguna (MPV).

Putu menilai bahwa saat ini pola pikir itu harusnya diubah. Sebab sekarang ada MPV, SUV, atau segmen lain, yang jelas lebih mewah ketimbang sedan. Sementara sedan pun tidak selamanya mewah.

"Apalagi sedan itu segmen yang populer di luar negeri, bukan MPV seperti yang banyak sekarang. Jadi kalau memang mau menggalakkan ekspor, harus perhatikan itu," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.