Sukses

Menurut Psikolog, Pola Pengasuhan Positif adalah Cara Terbaik Merawat Anak

Para orang tua lebih banyak melibatkan pujian dan kasih sayang dibanding omelan atau teriakan.

Liputan6.com, Jakarta Membesarkan anak adalah sebuah kewajiban orang tua. Dalam prosesnya, pola pengasuhan ternyata berpengaruh terhadap tumbuh kembang sang anak. Dari banyaknya jenis, pola pengasuhan positif adalah yang terbaik.

Seperti yang kita tahu, pola pengasuhan terdiri dari beberapa jenis. Para orang tua mungkin lebih mengenal dua pola, yaitu pengasuhan positif dan otoriter. Keduanya tentu bertolak belakang.

Pada pengasuhan otoriter, pola ini cenderung menempatkan lebih banyak harapan pada anak-anak. Selain itu, orang tua yang menggunakan pola pengasuhan otoriter tidak terlalu banyak membimbing sang anak.

Berbeda dengan pengasuhan positif, pola ini lebih banyak menerapkan pendekatan berbasis empati. Para orang tua lebih banyak melibatkan pujian dan kasih sayang dibanding omelan atau teriakan.

Dilansir dari laman CNBC Make It, Selasa (7/12/2021), pada faktanya, sebuah penelitian telah menemukan bahwa ketika orang tua terus-menerus berteriak atau mengomel, anak-anak biasanya akan merasa frustrasi, marah, dan kemudian merasa bersalah.

Ketika hal itu sudah terjadi nantinya bisa berpengaruh terhadap sikap yang memungkinkan mereka akan terus berperilaku buruk.

Apa itu pola pengasuhan positif?

Pola pengasuhan positif bukanlah hal baru. Pengasuhan jenis ini sebetulnya sudah ada sejak tahun 1920-an.

Kemudian seiring berjalannya waktu, pola ini terus berkembang terlebih pada tahun 1990-an. Pada saat itu seorang psikolog Amerika Martin Seligman mempopulerkan pola pengasuhan positif hingga akhirnya dikenal masyarakat saat ini.

Dalam praktiknya, orang tua yang menggunakan pola pengasuhan positif tidak menerapkan hukuman secara keras untuk memperbaiki sikap anak yang salah.

Namun sebaliknya, mereka secara proaktif justru memenuhi kebutuhan emosional anak-anak melalui interaksi positif. Jika pola ini diterapkan sejak dini, itu dapat membantu mencegah anak berperilaku buruk ke depannya.

Menurut salah satu orang yang pro terhadap pola pengasuhan positif sekaligus seorang psikolog Caley Arzamarski, pola pengasuhan positif ini pada dasarnya mendukung para orang tua untuk menciptakan perilaku yang baik pada anak-anak.

Alasan psikolog mendukung pola pengasuhan positif

Pola pengasuhan positif ini didukung oleh banyak psikolog. Namun, beberapa orang tua mungkin kontra akan hal ini.

Sebab, mereka berpikir bahwa pola pengasuhan positif terlalu lembut dan tidak bermanfaat bagi anak untuk kemudian hari.

Padahal menurut para psikolog, pola pengasuhan yang positif justru dapat meningkatkan kepercayaan diri pada anak-anak.

Selain itu, melalui pola asuh ini pun dapat membantu anak bagaimana menanamkan harga diri, meningkatkan kreativitas, keyakinan akan masa depan, dan kemampuan mereka untuk bergaul dengan orang lain.

Akan tetapi, tetap saja orang tua pun tidak sempurna dalam mendidik sang anak. Pasti ada kesalahan atau kekeliruan yang terjadi dalam proses tersebut.

Seorang psikolog di Kent State University Karin Coifman mengungkapkan hal tersebut. Dia mengakui bahwa terus-menerus memproyeksikan kepositifan tidak realistis, terutama dengan anak-anak yang cenderung menantang.

Pada titik tertentu, kata Coifman, "Anda akan kewalahan dan harus mengungkapkan kekhawatiran Anda. Tidak apa-apa juga.”

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cara menerapkan pola pengasuhan positif

1. Habiskan waktu berdua saja

Salah satu cara untuk menerapkan pola pengasuhan positif adalah menghabiskan waktu bersama anak. Anda sebagai orang tua mungkin bisa menghabiskan waktu berkualitas secara teratur dengan anak-anak. Selain itu, juga mencontohkan perilaku yang baik untuk membantu sang anak mengembangkan kepercayaan diri dan hubungan yang sehat.

Sebagai orang tua Anda perlu tahu bahwa anak-anak membutuhkan perhatian dan hubungan emosional positif. Ketika mereka tidak mampu mendapatkannya, anak-anak akan mencarinya dengan beragam cara, termasuk bisa jadi menggunakan cara yang negatif.

Anda bisa coba meluangkan waktu, mungkin hanya perlu 10 hingga 15 menit, untuk menghabiskan waktu bersama anak. Dengan waktu tersebut Anda dan anak bisa menikmati momen sekaligus menciptakan hubungan yang lebih dalam dan bermakna.

2. Tetapkan harapan yang jelas

Terkadang anak-anak mungkin sulit diatur, itu adalah hal yang wajar. Sebagai orang tua yang menggunakan pola asuh positif, Anda hanya perlu membicarakan baik-baik kepada anak. Dalam hal ini, menerapkan harapan yang jelas adalah inti dari pola pengasuhan positif.

Misalnya, Anda bisa memberikan harapan kepada sang anak dengan mengatakan bahwa ada hal yang lebih menyenangkan ketika sudah berhasil melewati masa-masa tersulit atau menyebalkan.

Mungkin Anda memberikan harapan bahwa anak Anda boleh bermain game, tetapi setelah belajar. Selain itu, boleh bermain di luar bersama teman-temannya yang lain, namun setelah mandi dan menggosok gigi.

Ketika sudah memberikan harapan itu, Anda harus bisa menepatinya. Itulah salah satu sikap dari pola pengasuhan positif.

3. Jangan terlalu sering memberikan hadiah

Penelitian menemukan bahwa anak-anak yang sering diberi hadiah cenderung kehilangan minat pada aktivitas yang mereka lakukan.

Anak-anak justru menjadi lebih tertarik pada hadiah tersebut. Nantinya Anda sebagai orang tua mungkin harus terus mengikuti apa keinginan sang anak agar dia mampu mempertahankan kualitas perilaku yang sama.

Dibanding selalu memberikan hadiah, lebih baik Anda bisa memberikan pujian dengan kata-kata kepada anak. Itu juga termasuk salah satu cara untuk mendukungnya.

Namun, ada beberapa frasa yang perlu dihindari dalam memuji anak dengan kata-kata. Itu berkaitkan dengan karakter atau kepribadian sang anak, misalnya "Kamu adalah pemain terbaik di tim!" atau "Kamu sangat pintar!" Sebagai gantinya, coba memuji sang anak karena tindakan tertentu yang sudah dilakukannya.

4. Berikan konsekuensi yang sesuai

Ketika seorang anak mulai bertingkah, sesekali Anda bisa memberikan konsekuensi kepadanya. Akan tetapi, Anda sebaiknya memberikan konsekuensi yang sesuai dengan sikap sang anak. Selain itu, Anda juga harus mempertimbangkan kemampuannya jika menerima konsekuensi yang diberikan.

Misalnya, bila anak Anda menolak memakai sepatu bot ketika hujan di pagi hari, Anda tidak perlu mengomel. Sebagai gantinya Anda bisa menjelaskan konsekuensi jika tidak memakai sepatu bot nantinya kaos kaki akan basah dan kaki terasa tidak nyaman.

Dengan demikian anak Anda tentu akan mempertimbangkannya. Di samping itu, dia juga akan coba mengambil keputusan dengan apa yang terjadi padanya.

5. Fokus mengontrol respon yang akan diberikan

Anda tidak selalu dapat mengontrol perilaku anak, namun Anda dapat mengontrol respon yang akan diberikan.

Ketika anak terasa sulit diatur, itu mungkin masa yang sedang dilewatinya. Pada saat itu, Anda yang seharusnya mampu mengontrol respon yang akan diberikan. Tentunya respon yang baik, bukan dalam bentuk omelan atau emosi.

Dengan menggunakan pola pengasuhan positif, Anda sebagai orang tua bersama sang anak dapat menjaga hubungan dan saling menghormati satu sama lain. Selain itu, hubungan tersebut pun terjalin dengan harapan yang jelas.

Alhasil ketika anak-anak merasakan hubungan yang kuat dengan orang tua, mereka cenderung berperilaku dengan baik dan tumbuh menjadi orang dewasa yang tangguh, percaya diri, peduli, dan bertanggung jawab.

Reporter: Aprilia Wahyu Melati

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.