Sukses

Cetak Generasi Mumpuni Lewat Program Transnational Education

Laporan Bank Dunia tahun 2018 juga menunjukkan bahwa skor Human Capital Index (HCI) Indonesia menempati peringkat 87 dari 157 negara.

Liputan6.com, Jakarta Keberadaan sumber daya manusia mumpuni di era revolusi industri 4.0 dan persaingan global menjadi keharusan. Bukan hanya memiliki keunggulan kompetitif, kreatif, dan inovatif; tapi individu yang mahir dengan teknologi menjadi sebuah keniscayaan.

 

Upaya mencapai kompetensi seperti ini membutuhkan SDM melalui proses studi komprehensif baik di kampus dalam dan luar negeri. Program double degree atau joint degree bisa menjadi jawaban kebutuhan tersebut.

Laporan Bank Dunia tahun 2018 juga menunjukkan bahwa skor Human Capital Index (HCI) Indonesia menempati peringkat 87 dari 157 negara, di bawah Singapura (peringkat 1), Vietnam (peringkat 48) dan Malaysia (peringkat 55).

Skor ini menggambarkan kualitas pendidikan sebuah negara dalam kancah persaingan global. Semakin tinggi nilai skor maka kian bagus pula daya saing ekonomi negara karena memiliki sumber daya yang kompetitif.

Dengan masih sedikitnya kampus dengan reputasi global, program double degree atau joint degree merupakan jalan keluar menghadapi tantangan ekonomi global yang sudah di depan mata. Upaya untuk mendorong globalisasi pendidikan di Indonesia sejatinya sudah ada, yakni program kampus merdeka.

Saat ini, kesempatan untuk meraih gelar ganda atau gelar bersama dari universitas-universitas di dunia yang bekerja sama dengan kampus dalam negeri semakin terbuka lebar.

Salah satunya melalui program Transnational Education (TNE), yang menjembatani mahasiswa Indonesia untuk bisa berkuliah di kampus-kampus bergengsi di Inggris dengan gelar ganda atau gelar bersama.

Program tersebut bisa membantu tingginya jumlah calon mahasiswa dalam negeri yang menginginkan Pendidikan berstandar kualitas internasional. TNE merupakan bagian dari kampanye ‘Education is Great’ yang digagas pemerintah Inggris untuk mendukung agenda edukasi global.

Menurut Her Majesty’s Deputy Trade Commissioner for Asia Pacific (SouthEast Asia), Sam Meiyers, Indonesia adalah salah satu negara prioritas yang mendapat dukungan dari Pemerintah Inggris untuk mengembangkan kerja sama pendidikan.

“Melalui Transnational Education, pemerintah Inggris membuka kerja sama antara universitas-universitas terbaik kami dengan Indonesia, menyediakan sarana pendikan tinggi berkualitas yang telah diakui dunia,” jelas dia, Selasa (30/11/2021).

Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2019 mencatat jumlah perguruan tinggi di Indonesia sebanyak 4621, yang terdiri dari 633 universitas, 238 institut, 2.501 sekolah tinggi, 909 akademi, 36 akademi komunitas, dan 304 politeknik.

Tapi, dari jumlah tersebut, menurut QS World University Rangkings 2022 yang dilakukan Quacquarelli Symonds, hanya ada empat univestitas Indonesia yang masuk dalam daftar 500 perguruan tinggi terbaik di dunia.

Adapun 3 kampus lainnya masuk daftar 1.000 perguruan tinggi terbaik di dunia. Padahal, era keterbukaan ekonomi saat ini menuntut sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan global.

Dengan pendidikan berkualitas, bonus demografi dalam beberapa tahun ke depan akan menjadi kekuatan Indonesia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Di Indonesia

Dibandingkan negara tetangga, skala program TNE di Indonesia terbilang masih kecil. Posisi berada di peringkat ke enam.

Karena situasi pandemi Covid-19 belum berakhir, program ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar di rumah secara daring.

TNE di Indonesia menyelenggarakan program gelar ganda dan gelar bersama (joint dan double degree), blended learning dan program twinning yang sudah diakui Kementerian Pendidikan.

Pemerintah Indonesia juga sudah memberi lampu hijau kehadiran kampus cabang program ini. Adapun program yang ditawarkan, yakni:

- Program Gelar Bersama (Joint Degree)

Kemitraan antara universitas di Inggris dengan universitas di Indonesia guna menyediakan sebuah program kolaboratif dengan masa pendidikan ditempuh di kedua kampus. Setelah lulus, mahasiswa akan mendapat gelar dari universitas di Inggris.

- Program Gelar Ganda (Double/Dual Degree)Kemitraan antara universitas di Inggris dengan universitas di Indonesia guna menyediakan sebuah program kolaboratif dengan masa pendidikan ditempuh di kedua kampus.

Setelah lulus, mahasiswa akan mendapat dua gelar, satu gelar yang diberikan oleh masing-masing universitas.

Selain mendorong minat siswa Indonesia, baik program pendidikan sarjana model 3+1 dan 4+0, maupun program Master di Inggris yang bisa ditempuh dalam waktu satu tahun, universitas-universitas di Indonesia juga melihat kerja sama pendidikan tinggi menggunakan skema TNE sangat bermanfaat.

Perguruan tinggi di Indonesia yang memanfaatkan program Transnational Education antara lain Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung.

“SBM ITB terus berkomitmen memberikan pengalaman belajar terbaik kepada mahasiswa, dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya melalui student exchange maupun double degree programs untuk menyiapkan mahasiswa memiliki global mindset dan siap bersaing di kancah internasional,” jelas Director of International Relations SBM ITB Nila Windasari.

 

Kerja sama lainnya adalah dengan University of Hull (UofH) diperuntukkan bagi siswa yang ingin mendapat gelar ganda dari SBM ITB dan UofH, baik untuk program S1 maupun S2.

Selain dengan perguruan tinggi negeri, program Transnational Education juga menggandeng kampus swasta Indonesia.

Universitas Bina Nusantara (BINUS) telah menjalin kemitraan dengan University of Northumbria (BINUS Northumbria School of Design) untuk program pendidikan Graphic Design dan New Media, dan Fashion.

 

Salah satu siswa yang menempuh program ini, Tamado Efraim Edgar, mengakui manfaat besar pendidikan hasil kemitraan kampus Indonesia dan perguruan tinggi dunia.

Tamado saat ini tengah mengejar gelar MBA dari Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB dan Master of Science bidang Finance and Management dari University of Glasgow.

“Perbedaan yang besar adalah bagaimana siswa ditantang untuk mengasah kemampuan menganalisa dan memecahkan suatu masalah. Kami dibekali dengan case study, kunjungan ke market, kuis, dan jurnal-jurnal ilmiah yang harus kami pelajari agar dapat menyampaikan pemikiran yang kristis dalam menganalisa dan mencari jalan keluar sebuah situasi,” ujar Tamado.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini