Sukses

Kebiasaan Bangun Pagi Ternyata Bisa Buat Jadi Lebih Bahagia, Ini Faktanya

Kebiasaan bangun pagi dapat meningkatkan kesehatan dan kebugaran dalam tubuh.

Liputan6.com, Jakarta Orang yang memiliki kebiasaan bangun pagi sering disebut morning person. Sama seperti pengertiannya, ketika sebagian orang masih tertidur lelap menikmati waktu tidurnya, seorang ‘morning person’ sudah terlebih dulu bangun untuk melakukan aktivitas.

Kebiasaan bangun pagi untuk melakukan aktivitas ternyata dapat mengurangi risiko depresi sekitar 23 persen. Pernyataan tersebut sudah dibuktikan melalui penelitian dari University of Colorado, Broad Institute of MIT, dan Universitas Harvard.

Semakin awal Anda bangun di pagi hari, manfaat yang dirasakan dan diberikan juga semakin banyak. Melansir dari CNBC Make It, Jumat (15/10/2021), studi menunjukkan adanya hubungan antara fisiologis seseorang di pagi/malam hari dan suasana hati.

Contohnya, burung hantu yang aktif di malam hari, jika disejajarkan dengan kebiasaan tidur seorang manusia, mungkin bisa menyebabkan dua kali lipat atau lebih untuk mengalami risiko depresi dibandingkan mereka yang sering bangun pagi.

“Ada beberapa penjelasan yang masuk akal untuk menghubungan antara kronotipe (fisiologis manusia) dan suasana hati,” jelas profesor fisiologi University of Colorado Celine Vetter.

Secara fisiologis, orang yang bangun lebih awal membuka peluang untuk terpapar dengan sinar matahari yang lebih tinggi, yang sekaligus juga dapat meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh.

Vetter menegaskan bahwa orang-orang pagi memiliki kecenderungan untuk punya jadwal kerja hingga istirahat yang khas. Sementara itu, orang-orang yang sering tidur larut malam atau begadang, akan lebih sulit untuk beradaptasi pada jadwal tidur tertentu.

Pada dasarnya, memang sulit menentukan jam tidur yang ideal di tengah kesibukan yang begitu banyak. Pekerjaan yang menumpuk mengharuskan beberapa orang untuk kerja lembur, bahkan tidak sempat tidur hingga pagi.

Jelas hal tersebut adalah kesalahan dan berdampak buruk pada kesehatan Anda. Sebuah penelitian di Inggris baru-baru ini menemukan adanya preferensi genetik untuk bangun lebih awal agar terhindar dari depresi dan meningkatkan kesejahteraan dalam diri.

Maksudnya, mengacu pada kebiasaan dan rutinitas sehari-hari, sebenarnya jam tubuh kita dan pekerjaan yang dilakukan tidak sinkron. Ketidaksinkronan tersebut membuat rutinitas yang dijalankan tidak jelas sehingga berpengaruh pada orang-orang yang sering begadang atau tidur larut malam.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Alternatif Bangun Pagi

Jika Anda memiliki jam tidur yang berantakan atau terbiasa untuk tidur malam, Anda dapat mengatur dan melakukan hack (peretasan) pada tubuh Anda agar dapat tidur lebih awal dan bangun lebih pagi dari sebelumnya.

“Cahaya adalah salah satu faktor utama yang harus diperhatikan. Jadi, usahakan hari-hari Anda tetap cerah dan buat malam Anda gelap,” papar Vetter. Hal tersebut termasuk meminimalkan dan menjauhkan diri dari memegang gawai sebelum tidur.

Kemudian, hal yang dapat dihindari adalah berolahraga di pagi hari untuk membantu memperkuat sinyal dalam tubuh agar memberi tahu tubuh Anda bahwa sudah waktunya untuk bangun dan tidur.

Solusi lain, hindari untuk ngemil terlalu malam karena akan berdampak pada sistem pencernaan Anda. Seperti yang diketahui, Anda memang tidak diperbolehkan untuk langsung tidur usai makan karena akan mengganggu pencernaan Anda. Jika hal tersebut dilakukan, akan membuat Anda tidur semakin malam.

Perlu diingat bahwa tidak ada waktu yang ideal untuk bangun ataupun tidur. “Sepertinya tidak ada cara terbaik bagi semua orang untuk tidur, mungkin yang penting adalah rentang waktunya,” papar Vetter.

Durasi tidur yang optimal bagi tubuh Anda, khususnya orang dewasa adalah tujuh hingga sembilan jam setiap harinya. Pembuktian ini juga telah dilakukan dengan menguji 840 ribu orang dari perusahaan DNA 23 dan biomedis UK Biobank.

Studi yang dilakukan berfokus pada permasalahan ‘jetlag sosial’, sebuah tekanan sosial yang membuat orang-orang yang datang lebih awal. Jetlag sosial dapat diukur dengan melihat perbedaan jam tidur antara hari kerja dan waktu luang.

Kemungkinan tersebut dapat terjadi karena terpaksa begadang di malam hari di akhir pekan untuk bersosialisasi dan mencari hiburan, sama seperti burung hantu yang dipaksa bangun lebih awal untuk bekerja dalam seminggu. 

Reporter: Caroline Saskia

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.