Sukses

Tangis Sambo-Putri Saat Minta Maaf ke Senior Junior Polri yang Terimbas Kasusnya

Dalam persidangan, mantan Ferdy Sambo dan istrinya itu dihadapkan secara langsung dengan para anggota yang menangis meluapkan kekecewaan mereka.

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi kembali memohon maaf kepada senior dan junior Polri yang terdampak sanksi etik imbas kasus kematian Brigadir J. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), mantan Kadiv Propam Polri dan istrinya itu dihadapkan secara langsung dengan para anggota yang menangis meluapkan kekecewaan mereka.

Awalnya, Ferdy Sambo menggunakan haknya sebagai terdakwa untuk menyanggah atau menambahkan setiap keterangan yang diberikan para saksi. Pernyataannya kemudian ditutup dengan permohonan maaf.

"Kemudian yang terakhir Yang Mulia, saya sudah sampaikan ke adik-adik kemarin, ke penyidik Yang Mulia, saya ingin menyampaikan permohonan maaf kepada senior dan rekan-rekan sekalian," tutur Ferdy di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022).

Ferdy menyebut, semenjak ditempatkan khusus (Patsus) dan ditetapkan tersangka, dia sudah membuat permohonan maaf kepada institusi Polri, senior junior, serta anggota yang sudah diberikan keterangan yang tidak benar dari proses penanganan di TKP Duren Tiga.

"Saya juga sudah meminta kepada pimpinan untuk tidak memproses kode etik dan pidana mereka karena mereka tidak tahu apa-apa, saya yang salah dan saya siap bertanggung jawab untuk itu, saya sampaikan ke institusi tapi mereka tetap didemosi tetap dipecat padahal mereka tidak tahu apa-apa, saya yang tanggung jawab, saya sedih sekali melihat mereka masih panjang usianya tapi harus selesai pada saat itu," kata Sambo sambil menangis.

"Sekali lagi saya minta maaf kepada kawan-kawan senior, saya salah, saya siap tanggungjawabkan apa yang saya lakukan, tapi saya tidak akan pertanggungjawabkan apa yang saya tidak lakukan, mohon maaf kepada senior. Demikian Yang Mulia," sambungnya dengan suara bergetar.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Putri Candrawathi Minta Maaf

Sama halnya dengan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi juga dipersilakan oleh majelis hakim untuk memberikan sanggahan atau tambahan atas keterangan para saksi. Meski tidak banyak, dia turut menutup pernyataannya dengan permohonan maaf.

"Untuk abang senior dan juga mas, adek junior. Semuanya mohon maaf, apabila abang dan juga mas, adek junior semua ini, saya meminta maaf dan keluarga besar abang senior ini, adek junior, dan khususnya Mas Chuck sebagai Korspri terima kasih. Dan saya mohon maaf," kata Putri.

3 dari 4 halaman

Sedih Terseret Ulah Ferdy Sambo, Irfan Widyanto: Karier Saya Masih Panjang

Terdakwa Irfan Widyanto mengaku sedih karena harus terseret akibat perintah yang diberikan kepadanya untuk mengamankan DVR CCTV berujung tindak pidana dalam perkara obstruction of justice pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Kesedihan Irfan diluapkan saat hadir sebagai saksi dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J, atas terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022).

Berawal dari Majelis Hakim yang mencecar mantan Kasubnit I Dittipidum Bareskrim Irfan mengenai perintah mantan Kaden A Ropaminal Divisi Propam Polri Agus Nurpatria untuk mengganti DVR CCTV Kompleks Rumah Dinas Ferdy Sambo.

"Hanya itu (mengganti DVR) saja yang saudara lakukan? Saudara ikut di patsus (penempatan khusus)?" tanya hakim.

"Ketika saya masuk ke dalam saya langsung masuk menemui Pak Agus di depan sambil merangkul ditunjukkan di depan CCTV di gapura," ucap Irfan.

"Singkat cerita saudara mengganti DVR gitu?" tanya hakim kembali.

"Siap, Yang Mulia," ujar Irfan.

Setelah itu, Irfan mengatakan sangat bingung jika harus terseret dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Karena dia mengaku hanya menjalankan perintah atasan yang berujung dipidanakan.

"Saya menjalankan perintah namun ternyata ada perintah tersebut disalahartikan," ujar Irfan.

"Maksudnya disalahartikan?" tanya hakim.

"Menurut saya itu perintah yang wajar dan normal namun kenapa saya yang dipidanakan," kata Irfan.

Di samping itu, Hakim juga menanyakan perihal hukuman etik yang diterima Irfan, seperti ditempatkan di penempatan khusus (Patsus). Termasuk, menanyakan perasaan Irfan pascamenjadi terdakwa kasus Yosua.

"Siap. Tidak (dipatsus), Yang Mulia," jawab Irfan.

"Bagaimana perasaan Saudara?" tanya hakim.

"Siap, sedih," jawab Irfan.

Jawab hakim, Irfan peraih penghargaan sebagai lulusan Akpol terbaik atau Adhi Makayasa hanya bisa meluapkan kekecewaannya. Pasalnya, dia merasa kariernya dalam instansi kepolisian masih panjang.

"Apa yang membuat sedih?" tanya hakim lagi.

"Karena karier saya masih panjang," jawab Irfan.

4 dari 4 halaman

Tangis Terdakwa Arif Rachman Pecah di Depan Ferdy Sambo: Saya Hanya Bekerja

Terdakwa kasus obstruction of justice perkara kematian Brigadir J, Arif Rachman Arifin melepas tangis saat menjadi saksi dalam persidangan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Awalnya, majelis hakim mengulas pengerusakan barang bukti laptop dalam kasus tersebut.

"Bagaimana ceritanya?," tanya hakim di PN Jaksel, Selasa (6/12/2022).

"Karena malam Pak Ferdy sempat menelpon saya lagi," jawabnya.

"Apa yang disampaikan?," tanya hakim lagi.

"Sudah kamu kerjakan belum. Saya bilang siap sudah, padahal laptopnya masih dibawa Baiquni," jawabnya.

Setelah terdakwa Baiquni Wibowo menyerahkan laptop kepadanya, lanjut Arif, dia mengabarkan kepada Ferdy Sambo bahwa seluruh data sudah disalin dan diformat. Kemudian, dia merusak laptop tersebut meski sempat ragu dan menyimpannya sementara.

"Saudara ragu makanya tidak musnahkan? Apa yang buat saudara ragu?," tanya hakim.

"Seperti yang disampaikan oleh saudara Chuck, karena saya mendengar hal yang berbeda yang disampaikan oleh Kapolres, yang disampaikan oleh Pak FS berbeda dengan apa yang ada di CCTV," jawabnya.

Arif mengaku disanksi penempatan khusus (Patsus) pada 8 Agustus 2022 dan mengikuti sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Hasilnya, dia dinyatakan bersalah dan dipecat alias Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari kepolisian.

"Saat ini dijadikan terdakwa bagaimana perasaan saudara?," tanya hakim.

"Sedih Yang Mulia. Saya hanya bekerja," jawab Arif sambil menangis.

"Bagaimana?," tanya hakim.

"Hanya bekerja Yang Mulia, siap," sahutnya dengan suara bergetar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.