Sukses

Buron Kasus Gagal Ginjal Akut, Pemilik CV Samudra Chemical Dicekal Polisi

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah melakukan pencekalan terhadap tersangka pemilik CV Samudra Chemical berinisial E usai masuk menjadi DPO kasus dugaan gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA).

Liputan6.com, Jakarta - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah melakukan pencekalan terhadap tersangka pemilik CV Samudra Chemical berinisial E usai masuk menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus dugaan gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA).

"Yah pasti dilakukan (pencekalan) selama belum ditemukan," kata Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto saat dikonfirmasi merdeka.com, Minggu (27/11/2022).

Diketahui, surat pencegahan dan penangkalan (cekal) telah diterbitkan maka seseorang tidak akan bisa keluar atau masuk dari wilayah Republik Indonesia. Termasuk dalam hal ini E, yang telah ditetapkan sebagai tersangka GGAPA.

Meski telah dicekal, tetapi Pipit belum bisa menjelaskan lokasi dari tersangka apakah ada di dalam atau luar negeri, karena masih dalam kepentingan penyidikan.

"Sedang ditelusuri ya," sebutnya.

Sedangkan, sampai dengan saat ini diketahui bahwa pemilik CV Samudera Chemical berinisial E, telah menjadi buronan sejak ditetapkan sebagai tersangka.

"Belum, belum (ditemukan), kita sudah terbitkan DPO, ya," kata Pipit, Sabtu 26 November 2022 kemarin.

Sebelumnya, Polri menyatakan distributor bahan kimia, CV Samudera Chemical diduga melakukan pengoplosan bahan baku pembuatan obat sirop sehingga menyebabkan sejumlah produk milik perusahaan farmasi menjadi melanggar kadar aturan.

Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan menjelaskan Polri telah mendatangi kantor CV Samudera Chemical di Tapos, Kota Depok, Rabu 9 November 2022. Ramadhan menjelaskan ditemukan bahan baku propilen glikol (PG) dan Etilen Glikol (EG) di sebuah tong atau drum berlabel DOW.

"Diduga pelaku menggunakan drum atau tong berlabel DOW palsu atau bekas. Kemudian melakukan percikan penambahan atau oplos zat cemaran EG, terdapat bahan yang diorder PT AF sehingga diduga kandungan cemaran di atas ambang batas," kata Ramadhan kepada wartawan, Jumat 11 November 2022.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sudah 2 Tersangka

Penyidik, kata dia, bakal memeriksa E, yang merupakan pemilik CV Samudera Chemical.

"Rencana tindaklanjutnya akan melakukan pemanggilan terhadap saudara E selaku pemilik CV Samudera Chemical, saudara T anak dari E, dan saksi-saksi RT dan RW," ucap Ramadhan.

Diketahui selain tersangka perorangan, Polri juga sudah menetapkan dua perusahaan sebagai tersangka korporasi atas dugaan melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar mutu. Keduanya adalah PT. Afi Farma Pharmaceutical Industries (Afifarma) dan CV Samudra Chemical (CV SC).

Dimana, dari hasil pemeriksaan penyidik PT Afi Farma dinilai dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan Propilen Glikol (PG) yang ternyata mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas.

Sementara dari hasil penyidikan ditemukan kandungan EG dan DEG yang melebih ambang batas pada 42 drum berlabel PG di CV Samudera Chemical.

Atas perbuatannya, PT Afi Farma dijerat dengan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.

Sementara, CV Samudra Chemical disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.