Sukses

Kasus Gagal Ginjal Akut, Polri Sebut Pemilik CV Samudra Chemical Kabur

Bareskrim Polri telah menetapkan CV Samudra Chemical sebagai tersangka korporasi dalam kasus gagal ginjal akut yang membuat ratusan anak di Indonesia meninggal dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri masih mendalami temuan 42 drum propylene glycol dari CV Samudra Chemical alias CV SC terkait kasus gagal ginjal akut. 

Dalam kasus ini, Bareskrim Polri telah menetapkan dua perusahaan yakni PT Afi Farma (PT A) dan CV Samudra Chemical sebagai tersangka korporasi terkait cemaran EG dan DEG pada obat sirup yang menyebabkan kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak.

"Kami dalami (dia produksi PG atau mendapatkan dari pihak lain)," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto kepada wartawan, Jumat (18/11/2022).

Pipit mengatakan, pemilik CV Samudra Chemical berinisial E hingga kini belum diketahui keberadaannya.

"Pelaku melarikan diri," ujar dia.

Kendati begitu, Bareskrim Polri telah menggeledah gudang milik CV Samudra Chemical. Hasilnya, ditemukan 42 drum propylene glycol (PG) yang diduga mengandung Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol (EG) melebihi ambang batas.

"Kami temukan barang bukti pengoplosan. Makanya kita naikkan ke penyidikan untuk kita tetapkan tersangka karena tindak pidananya," ujar Pipit.

Sebelumnya, Kedua korporasi tersebut yakni PT Afi Farma (PT A) dan CV Samudera Chemical (CV SC) diduga memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Peran 2 Tersangka

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, PT. A dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan propylene glycol atau PGyang ternyata mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen glikol atau DEG melebihi ambang batas.

Dedi menuturkan, PT. A diduga mendapat bahan baku tambahan dari CV. SC.

"PT. A hanya menyalin data yang diberikan oleh supplier tanpa dilakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi," kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis (17/11/2022).

Atas perbuatannya, PT. A selaku korporasi disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.

Sementara untuk CV. SC disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.