Sukses

Menanti Sosok Calon Panglima TNI Pilihan Jokowi

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa memasuki masa pensiun di akhir tahun 2022. Namun, hingga saat ini sosok penerima estafet tongkat komando tersebut masih menjadi teka-teki.

Liputan6.com, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa memasuki masa pensiun di akhir tahun 2022. Namun, hingga saat ini sosok penerima estafet tongkat komando tersebut masih menjadi teka-teki.

Hal itu dikarenakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum mengirimkan Surat Presiden (Surpres) ke pimpinan DPR RI terkait siapa Calon Panglima TNI selanjutnya.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco menyatakan pihaknya menunggu surpres dikirimkan. “Kami tinggal menunggu surpres dari presiden baru kemudian kita akan proses sesuai mekanisme yg ada di DPR nah ini kan supresnya belum ada,“ kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat (18/11/2022).

Terkait siapa pengganti Andika, Dasco menyebut adanya aturan pergantian matra boleh saja, namun pemilihan Panglima TNI harus menyesuaikan situasi dan kondisi. Diketahui saat ini adalah tahun politik jelang pemilu 2024.

“Soal pergantian panglima TNI, ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, bahwa ada ketentuan tidak tertulis itu boleh saja, kemudian dijadikan kebiasaan. Tapi kembali lagi pada situasi dan kondisi seperti apa yang dibutuhkan pada saat ini,” kata dia

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengirimkan surat presiden (surpres) tentang calon Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa. Diketahui, Andika akan memasuki masa pensiun pada 21 Desember 2022.

"Saya meyakini bahwa pasti sudah ada mekanisme yang sudah dilakukan oleh Presiden, sekarang memang suratnya akan melalui Presiden kepada Ketua DPR," kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis 17 November 2022.

Puan optimis surpres akan dikirimkan ke DPR sebelum masa reses atau sebelum 15 Desember mendatang.

"Siapa, bagaimana, bagaimana calonnya yang akan dipilih, apakah itu terkait dengan kinerja dan lain-lain, tentunya itu presiden sudah mempunyai pertimbangan terkait hal itu. Dan saya tentu menduga sebelum reses penutupan masa sidang, suratnya sudah diterima oleh DPR," kata Puan.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus berharap surpres diterima DPR sebelum tanggal 25 November 2022. "Kita berharap sebelum tanggal 25 sudah ada," kata Lodewijk.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jokowi Didesak Terbitkan Surpres

Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas mendesak Presiden Joko Widodo alias Jokowi segera menerbitkan surat presiden (surpres) terkait nama calon Panglima TNI pengganti Andika Perkasa.

Dia meminta Jokowi segera menyerahkan surpres tersebut kepada DPR agar wakil rakyat memiliki waktu banyak menelaah profil calon Panglima TNI yang baru.

"Tentu saja, semakin mepetnya surpres dikirimkan maka semakin sedikit waktu yang tersedia bagi DPR untuk mempelajari dan memeriksa profil calon panglima TNI dengan baik," ujar Anton dalam keterangannya, Jumat (18/11/2022).

Meski demikian, Dia menyebut jika Jokowi menyerahkan surpres mepet dengan waktu pensiun Andika Perkasa, menurut Anton hal tersebut tak dilarang. Hanya saja menurut Anton akan lebih baik jika surpres dikirim jauh hari sebelum Andika pensiun.

"Karena itu, ada baiknya Presiden Jokowi untuk segera mengirimkan surpres ke DPR sehingga parlemen tidak terburu-buru dalam memproses surat tersebut," katanya. Menurut Anton, lambannya penerbitan surpres diduga lantaran Jokowi masih belum bisa menentukan siapa yang akan menggantikan Andika.

"Belum dikirimkannya surpres calon panglima TNI ke DPR tetaplah dimungkinkan dan tidak otomatis menunjukkan gelagat perpanjangan masa pensiun Andika Perkasa," kata dia.

Menurutnya, dari tiga kali pergantian panglima TNI di era Jokowi, setidaknya dua kali Jokowi mengajukan surpres ke DPR satu bulan sebelum panglima TNI genap berusia 58 tahun. Hal tersebut terjadi saat Gatot Nurmantyo menggantikan Moeldoko dan Hadi Tjahjanto menggantikan Gatot Nurmantyo.

Sementara, saat Andika Perkasa menggantikan Hadi Tjahjanto, surpres dikirimkan hanya lima hari sebelum Hadi Tjahjanto genap berusia 58 tahun.

"Jika melihat dua pola tersebut maka bisa jadi Jokowi masih mempertimbangkan dengan matang siapa calon panglima TNI mendatang, apakah akan memberikan kesempatan pada KSAL untuk menjadi panglima TNI atau melanjutkan kebijakan anomali dengan menunjuk KSAD sebagai panglima TNI," kata dia.

Menurut dia, Jokowi dapat mengirimkan surpres sebelum bulan Desember berakhir. Bahkan, jika surpres dikirimkan setelah 21 Desember saat Andika berusia 58 tahun juga tetap dibolehkan dari sisi ketentuan.

"Selain itu, penting kiranya Presiden Jokowi untuk tidak memikirkan opsi perpanjangan usia pensiun Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Sebab, hal tersebut dapat mengganggu roda regenerasi di tubuh TNI," kata Anton.

3 dari 4 halaman

Pergantian Panglima TNI Harus Bebas dari Kepentingan Politik

Di sisi lain, Direktur Imparsial, Gufron Mabruri meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bisa mencari pengganti Andika yang bebas dari kepentingan politik.

“Pergantian Panglima TNI yang akan datang sudah seyogyanya bebas dari pertimbangan yang pragmatis-politik. Presiden harus menghindari dan meninggalkan pola pragmatif-politis dalam pergantian Panglima TNI,” kata Gufron.

Selain bebas kepentingan politik, Gufron juga memandang isu perpanjangan masa usia dinas bagi kelompok kepangkatan perwira tidak punya dasar hukum. Sebab, berdasar Pasal 53 UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia bahwa prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama.

“Dengan demikian, adalah sebuah keharusan bagi Presiden untuk segera memproses pergantian Panglima TNI, tidak ada urgensi untuk memperpanjang masa pensiun Jenderal TNI Andika Perkasa juga tidak ada dasar hukum yang kuat untuk perpanjangan masa dinas keprajuritan Panglima TNI saat ini,” tegas dia.

Sejalan dengan itu, Gufron mengingatkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu juga telah menolak permohonan judicial review terkait perpanjangan masa dinas anggota TNI.

Oleh karena itu, dia memandang, proses pergantian Panglima TNI selanjutnya harus dimanfaatkan sebagai momen perbaikan internal dalam rangka mewujudkan TNI sebagai alat pertahanan negara yang profesional, modern, dan menghormati hak asasi manusia (HAM).

“Dalam konteks ini, meski pergantian Panglima TNI merupakan hak prerogatif presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, menjadi penting otoritas tersebut dijalankan secara bijak dan akuntabel,” saran Gufron.

Gufron meyakini, pergantian Panglima TNI bukan hanya tentang pergantian sosok pimpinan, tapi yang jauh lebih penting adalah hal tersebut juga akan mempengaruhi baik-buruknya dinamika dan wajah TNI ke depan.

“Pola pergantian yang berbasis pada pragmatis-politis menjadi berbahaya, karena selain menjadikan TNI rentan dipolitisasi juga menggerus profesionalitas, merusak soliditas internal TNI, dan mengabaikan reformasi TNI,” katanya menandasi.

4 dari 4 halaman

Mekanisme tentang Pemilihan Panglima TNI

Merujuk pada UU Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Pasal 13 ayat 2 dijelaskan tentang pergantian Panglima TNI yang diangkat dan diberhentikan Presiden dengan persetujuan DPR.

Adapun mekanisme penetapan Panglima TNI, Presiden diharuskan untuk mengirimkan satu nama calon ke DPR untuk mendapatkan persetujuan. Setelah disetujui, DPR melalui Komisi I kemudian menggelar fit and proper test terhadap calon Panglima TNI pilihan presiden.

Selanjutnya, Komisi I membuat keputusan hasil fit and proper test calon Panglima TNI dan membawa keputusan tersebut ke rapat paripurna untuk disahkan sebelum diberikan kepada Presiden. Selanjutnya, presiden dapat melantik Panglima TNI baru.

Persetujuan DPR terhadap calon Panglima TNI yang diajukan presiden disampaikan paling lambat 20 hari tidak termasuk reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh DPR. Ini sesuai dengan UU Nomor 34, Pasal 13 ayat 6.

Pasal 13 UU Nomor 34 tahun 2024

(1) TNI dipimpin oleh seorang Panglima.

(2) Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.

(4) Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

(5) Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(6) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden, disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(7) alam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai pengganti.

(8) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.

(9) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dianggap telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat Panglima baru dan memberhentikan Panglima lama.

(10) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.