Sukses

Wamenkumham: Presiden Bilang Tak Masalah Dihina, tapi Ini Dignity Kepala Negara

Para ahli hukum menilai pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden harus ada di dalam RKUHP. Pasalnya, presiden dan wakil presiden merupakan bagian dari simbol negara yang harus dihormati.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau akrab disapa Eddy mengatakan, pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden menyangkut harkat serta martabat kepala negara menuai banyak kontroversi.

Namun, menurut dia, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak mempermasalahkan apabila dirinya dihina.

Meski demikian, lanjutnya, para ahli hukum menilai pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden harus ada di dalam RKUHP. Pasalnya, presiden dan wakil presiden merupakan bagian dari simbol negara yang harus dihormati.

"Saya ingat betul bahwa ketika KUHP itu ditarik dari DPR, saat itu kami dipanggil oleh presiden. Pertanyaan presiden itu ada 2, satu tentang penghinaan. Beliau mengatakan 'Oh, saya kalau dihina juga enggak apa-apa'," kata Eddy saat memberikan Sosialisasi RKUHP di Universitas Udayana Bali, Jumat (11/11/2022).

"Tapi jawaban tegas kami para ahli, ini bukan persoalan Joko Widodo, ini persoalan dignity seorang kepala negara, dignity seorang wakil presiden atau wakil kepala negara," sambungnya.

Selain pasal penghinaan presiden, Eddy menyampaikan bahwa Jokowi juga memberi perhatian khusus terhadap pidana mati di RUU KUHP. Hal ini dikarenakan adanya desakan dari sejumlah duta besar negara Eropa.

"Karena di dataran Eropa itu sudah menghapus pidana mati. Amerika sendiri sampai saat ini belum menghapus pidana mati. Artinya, dia masih eksis," ujarnya.

Disisi lain, Eddy menuturkan bahwa tindak pidana merupakan sesuatu yang berlaku universal di semua negara, kecuali tiga perbuatan. Ketiganya yaitu, delik politik, tindak pidana kesusilaan, dan penghinaan.

"Artinya apa? Kalau mau saya katakan soal penghinaan, soal kejahataan kesusilaan soal kejahatan politik, jangan dibanding-bandingkan. Karena kita mempunyai culture, kita memiliki latar belakang yang berbeda-beda," jelasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Merevisi

Sebelumnya, pemerintah merevisi Pasal 218 tentang penghinaan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden di dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Kini jika melakukan penghinaan, pelaku hanya dikenakan ancaman hukuman tiga tahun penjara.

Pada draf RKUHP pada 4 Juli 2022, ancaman pidana penjara tertulis 3 tahun 6 bulan. Sedangkan, draf RKUHP 9 November 2022 terbaru, ancaman pidana berkurang menjadi 3 tahun.

"Ancaman pidana penjara Pasal 218 menjadi 3 tahun (empat kali lipat pidana pencemaran terhadap orang)," tulis keterangan di draf RKUHP terbaru yang dilihat Rabu (9/11/2022).

Selain itu, pada draf terbaru ada penambahan penjelasan dengan kata unjuk rasa pada ayat 2 Pasal 218. Hal itu untuk memastikan bahwa pemerintah tidak membatasi kebebasan berpendapat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.