Sukses

Saksi Sebut Wilmar Rugi Rp1 Triliun Akibat Kebijakan HET

Petinggi PT Wilmar Group Thomas Tonny Muksim menyatakan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) mengakibatkan perusahaan merugi lebih dari Rp 1 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Petinggi PT Wilmar Group Thomas Tonny Muksim menyatakan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) mengakibatkan perusahaan merugi lebih dari Rp 1 triliun.

Pernyataan itu diungkap Thomas saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Thomas bersaksi untuk terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Group Master Parulian Tumanggor.

"Setahu saya (merugi) di atas Rp 1 triliun. Persisnya berapa saya enggak tahu," ujar Thomas saat bersaksi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (10/11/2022).

Thomas menyebut, kerugian disebabkan kebijakan HET yang mengharuskan produsen menjual minyak dengan harga Rp 14 ribu. Menurut Thomas, kebijakan ini menjadi salah satu penyebab kelangkaan minyak goreng di masyarakat.

Menurut Thomas, setelah HET dicabut, minyak goreng pun kembali ramai di pasaran.

"Pada saat itu karena ketentuan untuk HET dicabut dan kembali dengan harga pasar, pada hari itu barang sudah ada di pasar," ucap Thomas.

Thomas menjelaskan, PT Wilmar kemudian menjual minyak goreng dengan harga Rp 21 ribu setelah HET dicabut. Hal ini pun kembali meningkatkan permintaan minyak goreng di tengah masyarakat.

"Kalau minyak kemasan harga eceran tertinggi RP 14 ribu. Setelah HET dicabut waktu itu Rp 20 ribu - Rp 21 ribu," pungkas Thomas.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Persetujuan Kemendag

Terkait hal ini, Kuasa Hukum terdakwa sekaligus Komisaris PT Wilmar Nabati Group Master Parulian Tumanggor, Juniver Girsang mengatakan, keterangan para saksi menjelaskan bahwa Wilmar Group mendapatkan domestic market obligation (DMO) dengan menyalurkan 20% dari produksi.

Menurut dia, Wilmar Group mendapatkan persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku. Bahkan, menurut dia, saksi di persidangan menegaskan Wilmar Group telah memenuhi ketentuan dan mengikuti harga jual minyak goreng sesuai dengan HET.

Namun, pada saat Wilmar Group hendak menyalurkan, pemerintah mencabut aturan ini. Kemudian, aturan DMO tak berlaku lagi. Pasalnya, minyak goreng membanjiri pasar. Artinya, kelangkaan minyak goreng bukan disebabkan oleh DMO melainkan pemberlakuan HET.

"Ketentuan dicabut. Malahan kami rugi," kata Juniver.

Setidaknya, sebut Juniver, Wilmar Group merugi sekitar Rp 1,725 triliun. Kerugian ini akibat HET minyak goreng yang ditetapkan pemerintah.

"Ada namanya refaksi harga ekonomi yang harusnya kami dapatkan dari pemerintah itu belum dibayarkan," tambah Juniver.

Diketahui sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang merugikan negara sejumlah Rp 18.359.698.998.925 (Rp 18,3 triliun).

Lima terdakwa tersebut yakni, Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.

Kemudian Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, serta Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.