Sukses

Dalam Sidang, Kepala Bapenda Inhu Sebut PT Duta Palma Rutin Bayar Pajak

Pemilik PT Darmex Group atau Duta Palma Surya Darmadi alias Apeng didakwa merugikan negara mencapai Rp86,54 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Arief Fadillah menyebut sebanyak lima anak perusahaan PT Duta Palma Group rutin membayar pajak daerah. Pajak yang dibayarkan lima perusahaan tersebut yakni, retribusi izin gangguan dan pajak penerangan jalan non PLN.

Demikian diakui Arief saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi terkait alih fungsi lahan di Indragiri Hulu (Inhu), Riau, dengan terdakwa mantan Bupati Inhu Raja Thamsir Rachman dan Pemilik PT Duta Palma Group Surya Darmadi alias Apeng.

Arief hadir langsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

"Berdasarkan sistem yang ada di Bapenda, bahwa untuk lima perusahaan ini membayar wajib pajak salah satunya retribusi izin gangguan, kedua pajak penerangan jalan," ujar Arief bersaksi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/10/2022).

Arief menjelaskan, PT Duta Palma Group memang hanya diwajibkan untuk membayar dua jenis pajak di daerah. Kedua jenis pajak di daerah tersebut yakni, retribusi izin gangguan dan pajak penerangan jalan non PLN.

"Hanya dua itu pak. Izin yang mulia untuk PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) tidak jadi kewenangan daerah. Berdasarkan aturan, PBB kewenangan direktorat jenderal pajak," kata dia.

Hakim kemudian menggali lebih lanjut keterangan Arief Fadillah soal pajak perkebunan sawit yang dikelola oleh PT Duta Palma Group. Namun, Arief menjelaskan bahwa itu bukan urusannya, melainkan kewenangan pemerintah pusat.

"Berdasarkan UU ada 11 pajak daerah salah satunya pajak penerangan jalan non PLN, satu lagi retribusi izin gangguan hanya dua itu yang mulia sesuai dengan kewenangan badan pendapatan daerah," ungkapnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang mengatakan penjelasan dan kesaksian petugas Dispenda Kabupaten Indragiri Hulu menegaskan bahwa grup dari Duta Palma sudah melaksanakan kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan. Menurut dia, itu membuktikan bahwa Duta Palma mengantongi izin-izin yang sah.

"Dengan demikian, secara hukum, izin-izin yang didapatkan itu dengan demikian tidak ada masalah dan sah. Karena bagaimana mungkin, bayar pajak tanpa ada dokumen yang mendukung bahwa kita wajib pajak," kata Juniver.

Oleh karenanya, Juniver menilai bahwa kesaksian Arief Fadillah tersebut telah mematahkan dakwaan jaksa penuntut umum yang menyebut PT Duta Palma Group tidak memiliki izin lahan. Sebab, ditegaskan Juniver, PT Duta Palma Group mengantongi dokumen yang sah atas lahan yang digarap.

"Nah, oleh karenanya, saya melihat dengan keterangan ini, dokumen yang kita miliki itu adalah sah, dan tidak ada masalah, dan sampai saat ini tidak ada dicabut dan masih berlaku. Kalau ini cacat, tentu pembayaran pajak tidak akan menagih, kan," ungkapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Didakwa Rugikan Negara Rp86,54 Triliun

 

Pemilik PT Darmex Group atau Duta Palma Surya Darmadi didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.798.706.951.640 atau Rp4,79 triliun dan USD7.885.857,36 serta perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300.000 atau Rp73,92 triliun. Jika dihitung, totalnya adalah Rp86.547.386.723.891 atau Rp86,54 triliun.

Dia didakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia didakwa bersama-sama dengan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 Raja Thamsir Rachman.

Jaksa menyebut, Surya Darmadi memperkaya diri sendiri sebesar Rp7.593.068.204.327 atau Rp7,59 triliun dan US$7.885.857,36.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan Raja Thamsir Rachman secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (8/9/2022).

Kerugian keuangan negara diperoleh berdasarkan Laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03/SR/657/D5/01/2022 tanggal 25 Agustus 2022.

Sedangkan kerugian perekonomian negara berdasarkan Laporan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) tanggal 24 Agustus 2022.

Dalam surat dakwaannya, jaksa pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut Surya Darmadi melakukan pertemuan beberapa kali dengan Raja Thamsir. Surya Darmadi meminta agar pembukaan lahan yang telah dilakukannya di area kawasan hutan di Kabupaten Indragiri Hulu dapat disetujui Raja Thamsir.

Lahan dimaksud diperuntukkan untuk kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit. Perusahaan-perusahaan milik Surya Darmadi yakni, PT Banyu Bening Utama, PT Palma Satu, PT Seberida Subur, dan PT Panca Agro Lestari telah diberikan izin lokasi perkebunan kelapa sawit oleh Raja Thamsir tetapi tidak memiliki izin prinsip.

Sejumlah perusahaan dimaksud juga telah diberikan Izin Usaha Perkebunan (IUP) kelapa sawit oleh Raja Thamsir meskipun tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL), dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL).

Perusahaan-perusahaan milik Surya Darmadi melaksanakan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan. Ketiadaan izin pelepasan kawasan hutan meski telah memperoleh IUP membuat negara tidak memperoleh haknya berupa pendapatan dari pembayaran Dana Reboisasi (DR), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan sewa penggunaan kawasan hutan.

Surya Darmadi selaku pemilik sejumlah perusahaan tersebut disinyalir dengan tanpa hak telah melaksanakan usaha perkebunan dalam kawasan hutan yang mengakibatkan kawasan hutan rusak dan perubahan fungsi hutan.

“Terdakwa selaku pemilik PT Banyu Bening Utama tanpa dilengkapi Izin Usaha Perkebunan Budi Daya (IUP-B) dan Izin Usaha Perkebunan Pengolahan (IUP-P) melaksanakan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit seluas 1.551 hektare dan mendirikan pabrik pengolahan kelapa sawit seluas sembilan hektare,” kata jaksa.

Selain itu, jaksa menyebut perbuatan Surya Darmadi juga menimbulkan konflik sosial dalam masyarakat. Hal itu karena Surya Darmadi tidak mengikutsertakan petani perkebunan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 357/Kpts/HK.350/5/2022 serta tidak membangun kebun untuk masyarakat paling sedikit seluas 20 persen dari total luas area kebun yang diusahakan oleh perusahaan sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 26/Permentan/OT.140/02/2007.

“Sehingga menimbulkan gejolak (konflik sosial) dalam masyarakat,” kata jaksa.

Surya didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Kemudian Pasal 3 ayat 1 huruf c UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.