Sukses

HEADLINE: Petaka Hujan Serta Banjir di Jakarta dan Sebagian Daerah, Peringatan Dini BMKG Diabaikan?

Hujan yang mengguyur Jakarta serta sejumlah daerah, khususnya di daerah penyangga seperti Depok, Bekasi, serta Tangerang membuat sejumlah wilayah terdampak banjir.

Liputan6.com, Jakarta Hujan yang mengguyur Jakarta serta sejumlah daerah, khususnya di daerah penyangga seperti Depok, Bekasi, serta Tangerang membuat sejumlah wilayah terdampak banjir.

Bahkan, banjir yang terjadi di Jakarta sampai ada yang menyebabkan meninggal dunia. Di mana, berdasarkan kesimpulan sementara BPBD DKI Jakarta, tembok rubuh di MTSN 19 Jakarta yang membuat siswa luka dan meninggal dunia, lantaran tak bisa menahan volume air yang sudah meluap.

Berdasarkan data BPBD DKI Juga, hujan yang terjadi pada Kamis 6 Oktober 2022, ada sejumlah wilayah yang terdampak banjir dan pada Jumat (7/10/2022) sudah ada yang surut.

Adapun di Jaksel ada 111 RT yang sempat banjir kemudian airnya surut. Di Jakpus 4 RT, Jaktim 2, Jakbar 8 RT.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, pihaknya sudah memprediksi hujan ekstrem yang terjadi tak hanya di Jakarta tapi di seluruh wilayah Indonesia.

"Prakiraan Musim di mana terjadi peningkatan curah hujan sudah disampaikan sejak bulan Agustus yang lalu. Kemudian tiap sepekan sebelum kejadian, dan diulang 2 hari hingga 1 hari sebelum kejadian. Dan akhirnya peringatan dini diberikan 3 jam hingga 30 menit sebelum kondisi ekstrem terjadi," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (7/10/2022).

Berdasarkan data BMKG, diprakirakan, awal musim hujan di Indonesia akan terjadi di bulan September hingga November 2022 dengan puncak musim penghujan diprakirakan terjadi di bulan Desember 2022 dan Januari 2023. Sedangkan, Fenomena La Nina diprakirakan akan terus melemah dan menuju netral pada periode Desember 2022-Januari 2023. Dan, Fenomena IOD (Indian Ocean Dipole) diprakirakan akan tetap negatif hingga November 2022.

"Kombinasi dari kedua fenomena tersebut (La Nina dan IOD Negatif) diprakirakan akan berkontribusi pada meningkatnya curah hujan di Indonesia," jelas Dwikorita.

BMKG juga menyebut, mayoritas wilayah kondisi musim hujan mengalami normal. Namun memang ada juga yang mengalami hujan atas normal (lebih basah atau lebih tinggi) dan bawah normal (lebih kering atau rendah).

Dwikorita menyebut, prakiraan musim hujan yang dikeluarkan BMKG ini dapat dimanfaatkan oleh stakeholder di pusat maupun daerah sebagai pedoman perencanaan kegiatan di berbagai sektor, seperti awal musim tanam, termasuk antisipasi potensi kebencanaan. Bahkan, dapat menyiapkan penanganan dan mitigasi kemungkinan terjadinya bencana, terutama di wilayah yang rentan terhadap bencana banjir.

Untuk DKI Jakarta, lanjut dia, sebenarnya sudah diberi peringatan dini. Dia pun memberikan contoh terhadap hujan yang terjadi pada 1 Oktober 2022, di mana saat itu BMKG sudah memprediksi Jakarta dengan Banten, Jabar, dan sejumlah wilayah lainnya masuk dalam daerah yang berpotensi mengalami hujan lebat disertai angin kencang disertai petir.

"Peringatan dini disampaikan 29 September 2022, disampaikan potensi cuaca ekstrem di DKI mulai 1 Oktober 2022. Peringatan dini diulang untuk tanggal 2, 3 dan 4 Oktober," jelas Dwikorita.

"Diulang peringatan dininya tiap hari," sambungnya.

Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini juga menegaskan, intensitas curah hujan hanya pemicu banjir, bukan faktor utamanya.

"Intensitas curah hujan sebagai faktor pemicu saja. Kondisi lahan, saluran air dan kerusakan lahan dapat berpengaruh signifikan terhadap kejadian banjir," 'kata Dwikorita.

 

 

Klaim Pemprov DKI Jakarta

Sementara, Kepala Satuan Pelaksana Pengolahan Data dan Informasi BPBD DKI Jakarta Michael Sitanggang mengatakan, pihaknya selalu mendapatkan informasi dari BMKG. Dan sebagaimana prakiraannya akan terjadi di tanggal 2-8 Oktober 2022.

"Jadi memang informasi ini kami selalu pantau dan rutin dari BMKG. Sehingga ketika ada informasi kami akan langsung menginformasikan melalui website kami kemudian melalui kanal-kanal media sosial," jelas dia kepada Liputan6.com, Jumat (7/10/2022).

Menurut dia, pihaknya sudah melakukan persiapan-persiapan untuk mengupdate informasi dari BMKG. Kemudian juga sudah melakukan berbagai persiapan untuk penyiapan personil, penyiapan peralatan untuk mendukung memang apabila ada terjadi kondisi genangan apabila info dari BMKG memang terjadi di Jakarta.

"Jadi persiapan itu memang selalu kami lakukan," jelas Michael.

Dia menegaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Sumber Daya Air karena dina tersebut memiliki pompa stasioner dan pompa mobile di seluruh wilayah Jakarta.

"Dan ini kita koordinasikan untuk disiagakan dan memang akan diaktifkan dan dioperasikan apabila terjadi genangan. Ini sudah nyata terjadi di Kemang dan beberapa wilayah lain pada tanggal 4 kemudian kemarin tanggal 6," ungkap Michael.

"Dan ini alat-alat yang dimiliki oleh Dinas Damkar mobil-mobil penyedot itu juga disiagakan dan dioperasikan juga. Kemudian teman-teman di kelurahan melalui PPSU kelurahan itu berkolaborasi juga dengan pihak BPBD itu juga langsung melakukan pembersihan kali-kali air dan gorong-gorong apabila memang ada sumbatan-sumbatan yang terjadi. Jadi ini real sudah kita lakukan," sambungnya.

Meski demikian, Michael menegaskan, intensitas curah yang deras dan masuk kategori ekstrem, sebagaimana contoh seperti di tanggal 6 Oktober 2022, bahwa Pasar Minggu itu mencapai 178 milimeter per hari dan Lebak Bulus masuk di 141,6 milimeter per hari, mempengaruhi infraktruktur yang ada di Jakarta, dan akhirnya terjadi luapan.

"Sehingga memang intensitas yang sangat tinggi ini juga menyebabkan infrastruktur-infrastruktur kita terdampak akibat adanya curah hujan yang tinggi sehingga adanya luapan-luapan kali juga. Karena memang kemarin terjadi beberapa luapan di beberapa pintu air," tutur Michael.

"Kemudian juga di beberapa aliran kali seperti di Kali Mampang, Kali Krukut juga mengalami air yang meluap sehingga ini yang melimpah ke wilayah-wilayah perumahan warga dan jalan yang menyebabkan genangan di wilayah Jakarta," lanjutnya.

Namun, dia menepis bahwa fasilitas penanganan banjir di Jakarta tidak optimal. "Memang intensitas curah hujan ini pun tidak bisa dihindari. Kami pantau hujan intens terus-menerus terjadi dalam durasi dari 2-3 jam. Dan memang ini akhirnya debit air menjadi sangat banyak dan menyebabkan genangan di sejumlah wilayah," kata Michael.

Karena itu, untuk ke depan, pihaknya mengantisipasi wilayah-wilayah yang terdampak genangan di sekitar Jakarta karena berkaca dari beberapa kejadian terakhir mulai dari tanggal 4 hingga 6 kemarin ini, memang ada wilayah-wilayah yang  terus-menerus banjir seperti Kelurahan Mampang, Cipete Utara, Pondok labu, Pejaten Barat, di wilayah-wilayah lain yang beberapa hari terakhir memang intens terjadi curah hujan ini terjadi di wilayah Jakarta Selatan.

"Jadi memang terhadap wilayah yang terdampak itu kami waspadai. Namun juga di wilayah lain seperti di Jakarta Timur yang berada di aliran Kali Ciliwung, kemudian juga di Jakarta Barat yang berada di aliran kali Angke dan seluruh wilayah lain itu juga akan kita antisipasi supaya memang kalau terjadi genangan itu bisa kami respons dengan baik. Itu akan jadi prioritas pertama kami untuk penanganan genangan," tukasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Berbenah Tata Ruang dan Mitigasi

Direktur Rujak (Ruang Jakarta) Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja mengatakan, sejumlah daerah di Jakarta memang sudah menjadi langganan banjir.

Namun, ironisnya dijadikan pemukiman dan didirikan bangunan, salah satunya di Kemang, Jaksel.

"Kemang sejak jaman Belanda memang tempat parkirnya air di daerah aliran sungai (DAS) Krukut dan dia memiliki kontur lebih rendah dari sisi utaranya. Jadi tak heran kalau langganan banjir. Secara air mengalir ke daerah yang lebih bawah," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (7/10/2022).

Menurut dia, dari dulu secara tata ruang, Kemang lebih condong ke wisma taman, yang artinya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) rendah, sekitar 20-30 persen.

"Tapi yang terjadi kebalikan dari itu dan dibeton-beton persil tanahnya," jelas Elisa.

Menurut dia, untuk Kemang dan Senopati selain mengurangi resiko dengan sumur serapan, bangunan juga harus menerapkan zero run off.

"Kalau enggak di-stop dan enggak dimitigasi dampaknya ya akan makin parah. Jadi kondisi geografis jangan jadi kambing hitam. Toh yang membiarkan dan mengeluarkan izinnya (pembangunan) juga Pemprov," tukasnya.

Senada, Nirwono Yoga, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, mengatakan, dalam beberapa hari banjir yang melanda Jakarta memang ada kiriman dan banjir lokal.

"Banjir kiriman diakibatkan luapan air sungai yang membanjiri permukiman di sekitar bantaran sungai. Banjir lokal diakibatkan buruknya sistem saluran air/drainase kota seperti yang terjadi di jalan TB Simatupang, Fatmawati, Kemang Raya," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (7/10/2022).

Karena itu, solusinya yakni pembenahan sungai dengan cara dikeruk, diperdalam, diperluas, dihijauan dan direlokasi permukan warganya.

"Didukung dengan revitalisasi situ/danau/embung/waduk dan memperluas RTH baru," jelasnya.

Menurutnya ini tak hanya berlaku untuk Jakarta saja, tapi untuk semua daerah.

"Rehabilitasi seluruh saluran air/drainase dengan diperbesar dimensi saluran air sesuai lebar jalan misal dari 50cm ke 1,5m, 1m ke 3m, 1,5m ke 5m; terhubung ke SDEW dan RTH terdekat," pungkasnya.

 

3 dari 4 halaman

Banjir dan Silahturahmi Politik Anies

Banjir di Jakarta menjadi pusat perhatian. Pasalnya, banjir terjadi di kala pemimpinnya menyatakan siap maju sebagai calon presiden 2024.

Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak melayangkan kritik kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai adanya korban jiwa akibat banjir yang mengguyur Jakarta, pada Kamis 6 Oktober 2022.

"Pada saat kematian karena banjir berjarak sekitar 1 KM dari rumah Capres Anies, apakah masih ngotot mengatakan sebagai gubernur yang berhasil?" kata Gilbert dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (7/10/2022).

Banjir yang melanda DKI Jakarta dengan intensitas sedang hingga lebat menyebabkan robohnya tembok MTsN 19 Pondok Labu, Jakarta Selatan. Insiden itu memakan korban jiwa. Tiga siswa meninggal dunia dan tiga lainnya luka-luka.

"Capres Anies sebelumnya menyepelekan korban banjir dengan mengatakan jumlahnya tidak sampai 1 persen," kata dia.

"Ini sangat menyakitkan buat korban, apalagi sekarang diikuti dengan korban jiwa, kematian tiga pelajar," lanjutnya.

Gilbert mengacu pada pernyataan yang sebelumnya pernah dilontarkan Anies. Anies, ujar Gilbert mengatakan bahwa indikator utama banjir adalah tidak ada korban jiwa.

Berdasarkan hal tersebut, Gilbert menyimpulkan penanganan banjir yang dilakukan Anies tak berhasil seperti yang digaungkan.

"Masyarakat menunggu pernyataan Capres Anies bahwa korban hanya tiga orang, tidak sampai 1 persen," ujar Gilbert.

Sementara, Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai NasDem Nova Harivan Paloh mengatakan, Dinas SDA sekarang itu mencoba merefleksikan dengan program ada empat waduk kemudian dua sungai.

"Dan memang kalau kita lihat di sini kan ada keterlambatan terkait masalah rekonstruksi anggaran kan di 2021. Waduk Brigif pun kemarin baru selesai diresmikan sama Pak Gubernur. Itu kalau di dalam perencanaannya kalau tidak ada pandemi harusnya dapat lebih awal (pelaksanaannya) karena kalau kita lihat ini terkait dengan pembebasan lahan. Kalau pembebasan lahan juga terkait dengan pihak lain, mungkin BPN nya, musyawarah warganya, dan hal-hal teknis lain. Ini yang menjadi persoalan di lapangan," kata dia.

Nova pun menuturkan, pihaknya minggu depan akan menanyakan hal ini dengan dinas terkait. "Kalau dulu yang kita pikirkan terkait masalah banjir yang datang dari hulu, tetapi bagaimana dengan genangan di jalanan. Masalah ini kan sinergi antara Dinas SDA dan Bina Marga kan. Nah, artinya memang bukan Dinas SDA saja, di Bina Marga pun kita lihat juga karena kita lihat apakah tali air nya ada apa tidak, saluran-saluran airnya," jelas dia.

Dia menepis, ini bukan karena jelang masa jabatan berakhir, sehingga terkesan tak diurusi.

"Kalau masalah sumur resapan saya rasa programnya sudah diuji dari beberapa perguruan tinggi dan ahli-ahli ya. Tetapi artinya memang adanya mungkin beberapa yang ditemukan di lapangan terkait dengan masalah pengkajian terkait penempatan di wilayah-wilayah. Mungkin kajian itu yang harus lebih mendalam," kata Nova.

Dia juga membantah, ini karena deklarasi partainya terhadap Anies sebagai Capres.

"Saya kira tidak ada pengaruhnya begitu kan. Semua program ini kan sudah dirancang dari RPJMD maupun misalnya program prioritas daerah. Kalau saya lihat sih, artinya memang kita ini terkendala terkait rekonstruksi anggaran karena adanya pandemi Covid ini. Kalau misalkan dalam dua tahun kemarin tidak pandemi saya rasa program prioritas sudah dilaksanakan dengan baik," pungkasnya.

 

 

4 dari 4 halaman

Persiapan Daerah

Daerah di Indonesia juga tengah bersiap memasuki musim penghujan. Salah satunya Lebak, Banten yang menyadari akan ada ancaman bencana.

Bencana hidrometeorologi berupa hujan lebat, angin kencang, petir, tanah longsor, banjir, dan banjir bandang berpotensi terjadi di Kabupaten Lebak Banten.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak Banten, mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap kemungkinan terjadinya bencana.

"Kami berharap warga yang tinggal di daerah rawan bencana alam dapat meningkatkan kewaspadaan agar tidak menimbulkan korban jiwa," kata Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Lebak, Agus Reza Faisal di Lebak, Jumat (7/10/2022).

BPBD Lebak telah menyampaikan peringatan dini ke aparatur kecamatan, kelurahan/desa dan masyarakat yang tinggal di lokasi rawan bencana agar meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan guna mengurangi risiko kebencanaan.

Selama ini, beberapa hari terakhir di Kabupaten Lebak terjadi potensi hidrometeorologi yang ditandai hujan lebat disertai angin kencang dan petir.

Untuk mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi, pihaknya menyosialisasikan dan edukasi pencegahan bencana alam kepada nelayan pesisir selatan, masyarakat yang tinggal di kawasan pegunungan, perbukitan dan daerah aliran sungai serta kawasan hutan.

Selain itu juga BPBD Lebak dan relawan melakukan kebersihan jalur-jalur evakuasi untuk persiapan penyelamatan warga apabila terjadi gelombang tinggi.

"Kami mengoptimalkan koordinasi dengan instansi terkait untuk mengantisipasi bencana alam agar tidak menimbulkan korban jiwa maupun kerugian material cukup besar," katanya.

Agus juga mengatakan, peluang bencana hidrometeorologi menjadi besar karena adanya peralihan musim kemarau ke musim hujan dengan intensitas curah hujan meningkat.

Pengalaman bencana alam tahun 2020 di Kabupaten Lebak harus menjadi pelajaran. Kala itu 9 orang meninggal dunia dan ratusan rumah warga tersebar di enam kecamatan rusak hingga hilang diterjang banjir bandang.

Selain itu juga ribuan warga mengungsi dan puluhan infrastruktur jembatan, pendidikan, pesantren hingga tempat ibadah roboh. Bahkan, sampai saat ini warga korban bencana alam tahun 2020 belum mendapatkan bantuan hunian tetap (huntap) dan mereka kini tinggal di hunian sementara (huntara) dengan kondisi cukup memprihatinkan.

"Kita sudah mengajukan proposal ke BNPB untuk pembangunan huntap, namun terkendala kepemilikan lahan," katanya.

Sementara, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Hendra Gunawan, memperingatkan agar masyarakat waspada terhadap potensi bencana tanah bergerak di Jabar seiring curah hujan yang saat ini mulai terpantau tinggi.

Hendra menjelaskan, fenomena tanah bergerak terjadi karena adanya kelindan antara faktor internal pada batuan dengan faktor eksternal seperti hujan. Contohnya, kejadian rayapan tanah di Desa Bojong Koneng, Kabupaten Bogor belum lama ini.

"Gerakan tanahnya lambat, menurut informasi akibat adanya peran batuan, yaitu batuan lempung yang berinteraksi dengan curah hujan yang mulai tinggi,” katanya dalam konferensi pers diikuti Liputan6.com secara daring, Kamis (6/10/2022).

"Hujan atau faktor eksternal ikut membantu terjadinya proses gerakan tanah," imbuh Hendra.

Selain hujan, kata Hendra, faktor lain yang juga memengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah morfologi daerah, khususnya tingkat kemiringan lereng di sebuah kawasan. Gerakan tanah yang dipengaruhi morfologi ini kerap terjadi di Jawa Barat.

"Jabar ini terkenal sebagai daerah berbukit, morfologi, dalam hal ini kemiringan lerengan, membantu terjadinya gerakan tanah. Kebanyakan kasus itu adalah the bread flow, seperti bubur, material rombakan terbawa hujan," katanya.

Hendra mengaku sudah menyampaikan peta kerawanan gerakan tanah yang mereka susun berdasarkan survei lapangan kepada pemerintah provinsi. Harapannya, peta tersebut dapat disosialisasikan secara masif kepada masyarakat sebagai upaya mitigasi.

"Agar masyarakat mendapat pengetahuan yang cukup memadai dalam melihat daerah sekitar rumahnya yang ada potensi gerakan tanah, terutama memang curah hujan di Jabar tinggi," kata Hendra.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.