Sukses

Tragedi Kanjuruhan, Penempatan TNI-Polri Amankan Stadion Dinilai Tak Tepat

PBHI menilai, tragedi Kanjuruhan, Malang harus menjadi bahan evaluasi bahwa tidak perlu lagi menggunakan pendekatan Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri) pada dunia olahraga khususnya sepakbola.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyoroti keterlibatan unsur polisi dan TNI dalam pengamanan pertandingan sepakbola di stadion. Terlebih, personel yang berjaga turut membawa senjata gas air mata.

Menurut dia, tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur harus menjadi bahan evaluasi bahwa tidak perlu lagi menggunakan pendekatan Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri) pada dunia olahraga khususnya sepakbola.

"Mulai ini tidaklah boleh menggunakan pendekatan Kamdagri yang menempatkan tentara dan kepolisian dengan metode penyerang di dalam stadion sepakbola ini pembelajaran paling penting," kata Julius Ibrani seperti dikuti dalam akun youtube Yayasan LBH Indonesia, Rabu (5/10/2022).

Julius mengambil contoh pengamanan di stadion mancanegara yang lebih mengutamakan pengaman sipil. "Kita lihat di luar negeri (pengamannya) pakai rompi semuanya, tidak ada identitas fungsi pertahanan dan keamanan negara," ujar dia.

Julius menerangkan, secara teoritis kerumunan suporter sepakbola di stadion berbeda dengan kerumunan pada umum. Ada proses filterisasi seperti dilarang membawa benda tumpul ataupun tajam, hingga dilarang membawa flare atau kembang api. Bahkan bagi suporter wanita dilarang membawa kosmetik seperti lipstik atau bedak.

"Dalam konteks kerumunan seperti ini maka dapat dikatakan kerumunan yang tidak terkonsentrasi tidak ada komando," ujar dia.

Kemudian, kerumunan suporter tidak mengancam keselamatan jiwa baik itu orang-orang di sekitar ataupun aparat keamanan. Selain itu, kerumunan suporter terkonsentrasi di satu titik tertentu dan tertutup dia stadion.

"Artinya dia tidak berpotensi untuk seandainya pun berpotensi merusak tapi bukan merusak properti publik ataupun properti masyarakat," ujar dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gas Air Mata Ancam Keselamatan Jiwa

Julius menilai, seharusnya tidak perlu menggunakan pendekatan Keamanan Dalam Negeri atau Kamdagri yang melibatkan aparat kepolisian dan tentara.

Bahkan, menggunakan alat-alat yang melumpuhkan seperti pemukul atau gas air mata karena itu berpotensi menyebabkan luka atau mengancam jiwa atau keselamatan diri.

"Dari awal ini sudah salah ya, bahwa ini suporter hanya satu pihak saja artinya Aremania saja Persebaya nya nggak ada potensi. Secara teoritis tidak boleh ada pendekatan Kamdagri," ujar dia.

Julius juga menyinggung penggunaan gas air mata dalam mengurai suporter. Menurut dia, itu seharusnya juga menjadi opsi terakhir.

"Sebelum menembakkan gas air mata di apakah sudah ada tahapan-tahapan, kenapa tidak digiring untuk keluar pelan-pelan. Kenapa kemudian dia tidak persuasif tidak ada peringatan verbal lisan lalu penggiringan dan segala macamnya layaknya seperti teman-teman buruh jika demo besar-besaran," ujar dia.

3 dari 4 halaman

Tujuan Melukai Bukan Melumpuhkan

Kemudian yang menjadi pertanyaan, lanjut Julius, tembakan gas air mata langsung ke badan-badan penonton. Padahal di situ ada yang menggendong anak kecil.

"Ya itu sudah sudah jelas jelas tujuannya bukan untuk melumpuhkan tapi melukai karena ketika kita melempar gas air mata saja itu sudah pasti pernah kepala benjol itu teman-teman terus kalau ada yang agak coklat sedikit juga bisa lecet dan bisa berdarah," ujar dia.

Julius mendesak Presiden Joko Widodo ikut turun tangan menyelidiki dugaan pelanggaran HAM dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur

"Tinggal diidentifikasi. Apakah ada komandonya atau tidak sehingga memenuhi unsur pelanggaran HAM berat atau tidak jadi tidak hanya berhenti pada titik pidana saja apalagi etik belaka," ujar dia.

4 dari 4 halaman

Polri Akan Dalami Protap Penggunaan Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan Malang

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) akan mendalami penerapan prosedur tetap (protap) penggunaan gas air mata untuk membubarkan kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang menyebabkan meninggalnya 125 orang.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan pendalaman itu dilakukan pada penerapan protap dan tahapan yang telah dilakukan tim pengamanan yang bertugas saat pelaksanaan pertandingan.

"Tim tentunya akan mendalami terkait prosedur dan tahapan-tahapan yang dilakukan satgas atau tim pengamanan yang melakukan tugas saat pelaksanaan pertandingan," kata Sigit di Stadion Kanjuruhan, Minggu (2/10/2022).

Sebagai informasi, petugas menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan usai laga antara Arema FC melawan Persebaya. Setelah peluit panjang ditiup ribuan suporter masuk ke dalam lapangan dan mengejar pemain serta ofisial.

Kapolri menjelaskan tahapan-tahapan untuk penerapan prosedur tersebut akan diaudit oleh tim yang telah disiapkan. Ia akan mendalami berbagai informasi yang ada, termasuk upaya penyelamatan para pemain dari para suporter.

Menurutnya, seluruh hal yang mendetail tersebut akan didalami dan menjadi bagian besar dalam proses investigasi. Proses investigasi akan dilakukan mulai dari pihak penyelenggara, pengamanan, dan seluruh pihak terkait.

"Semuanya akan kita dalami, ini menjadi satu bagian yang akan kita investigasi secara tuntas baik dari penyelenggara, pengamanan, dan pihak-pihak yang memang perlu kita lakukan pemeriksaan," ujar dia yang dikutip dari Antara.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.