Sukses

Moeldoko Tegaskan Kasus Lukas Enembe Murni Hukum, Tak Ada Persoalan Politik

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menekankan bahwa kasus dugaan suap yang menjerat Gubernue Papua, Lukas Enembe murni masalah hukum dan tak ada hubungannya dengan politik.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menekankan bahwa kasus dugaan suap yang menjerat Gubernue Papua, Lukas Enembe murni masalah hukum dan tak ada hubungannya dengan politik. Sehingga, dia mengingatkan Lukas Enembe untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

"Saya mungkin bisa lebih keras lagi berbicara. Karena ini persoalannya soal hukum murni, bukan persoalan politik, maka siapapun harus mempertanggungjawbakan di hadapan hukum. Tidak ada pengecualian," jelas Moeldoko kepada wartawan di Kantor Staf Presiden, Kamis (29/9/2022).

Dia mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengeluarkan anggaran untuk kesejahteraan Papua. Untuk itu, Moeldoko mengingatkan agar kebijakan pemerintah tak diselewengkan demi kepentingan pribadi.

"Negara ini, pemerintah ini, Presiden Jokowi, telah menggelontorkan luar bias keuangan untuk Papua. Untuk apa? Untuk kesejahteraan dan segera terjadi keadilan di sana," ujarnya.

"Jangan justru kebijakan afirmatif itu diselewengkan untuk kepentingan pribadi," sambung Moeldoko.

Kendati begitu, Moeldoko tak mau melangkahi proses hukum yang kini berjalan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia pun mendorong KPK bekerja lebih keras dalam mengusut kasus Lukas Enembe.

"Saya tak melangkahi, praduga tak bersalah. Itu ursan penegak hukum. KPK harus bekerja lebih keras lagi untuk ambil langkah-langkah atau proses hukum," kata Moeldoko.

Sebelumnya, KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi Rp1 miliar terkait proyek di Pemerintah Provinsi Papua.

Sedangkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membongkar dugaan penyimpanan dan pengelolaan uang Lukas Enembe yang tidak wajar. Salah satunya setoran tunai dari Lukas yang diduga mengalir ke kasino judi dengan nilai Rp560 miliar.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

AHY Curiga Kasus Hukum Lukas Enembe Bermuatan Politik

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mempertanyakan penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) murni soal hukum atau bermuatan politik. AHY lantas mengurai sejumlah temuan partainya, ada indikasi bahwa sejak lama kadernya sudah berusaha dijatuhkan.

“Membaca pengalaman empiris pada lima tahun terakhir ini, kami melakukan penelaahan secara cermat, apakah dugaan kasus Pak Lukas ini murni soal hukum atau ada pula muatan politik?,” tanya AHY saat jumpa pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).

AHY mengurai, dugaan terkait diawali sejak tahun 2017. Saat itu Partai Demokrat pernah memberikan pembelaan terhadap Lukas Enembe ketika ada intervensi dari elemen negara untuk memaksakan salah seorang bakal calon wakil gubernur untuk mendampingi Lukas dalam Pilkada tahun 2018. Padahal, penentuan calon gubernur dan calon wakil gubernur Papua dalam Pilkada Papua 2018 sepenuhnya kewenangan Partai Demokrat.

“Apalagi waktu itu kami bisa mengusung sendiri calon-calonnya,” tutur AHY.

Menurut AHY, saat momen itu terjadi pengancaman kepada Lukas untuk dikasuskan secara hukum apabila permintaan tidak dipenuhi. Namun hal itu dapat digagalkan partainya sehingga intervensi batal terwujud.

“Alhamudlillah atas kerja keras partai, intervensi yang tidak semestinya itu tidak terjadi,” beber AHY.

AHY melanjutkan, intervensi serupa kembali terjadi pada tahun 2021, ketika Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal meninggal dunia. Upaya serupa dengan memaksakan calon wakil gubernur baru yang dikehendaki oleh pihak tidak berwenang hidup Kembali. 

“Partai Demorkat kembali melakukan pembelaan secara politik terhadap Pak Lukas. Kami berpandangan, intervensi dan pemaksaan semacam ini tidak baik untuk kehidupan demokrasi kita,” tegas AHY.

Sebelum penetapan status tersangka, sambung AHY, upaya yang sama lagi-lagi berulang pada 12 agustus 2022. Saat itu Lukas dituduh telah melakukan pelanggaran terhadap pasal 2 dan pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

“Unsur terpenting pada pasal tersebut adalah adanya perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang serta adanya unsur kerugian negara,” beber AHY.

Akhirnya, pada 5 September 2022 Lukas ditetapkan seagai tersangka dan diklaim AHY proses itu dilakukan tanpa pemeriksaan sebelumnya kepada yang bersangkutan. 

“Pak Lukas langsung ditetapkan sebagai tersangka. Beliau dijerat dengan Pasal baru, yakni pasal 11 atau 12 UU Tipikor delik gratifikasi,” AHY menutup.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.