Sukses

Dinas Citata DKI Ungkap Pulau G Belum Tentu Jadi Pemukiman

Dinas Citata DKI Sebut Pulau G Belum Tentu Jadi Pemukiman

Liputan6.com, Jakarta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi menetapkan Pulau G hasil reklamasi teluk Jakarta sebagai zona ambang yang diarahkan untuk kawasan permukiman. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan DKI Jakarta.

“Kawasan Reklamasi Pulau G sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diarahkan untuk kawasan pemukiman,” bunyi Pasal 192 Pergub tersebut.

Kepala Dinas Cipta Karya, Pertanahan, dan Tata Ruang (Citata) DKI Jakarta Heru Hermawanto mengatakan bahwa Pulau G belum tentu dijadikan untuk permukiman karena peruntukannya masih akan diatur dalam peraturan daerah (perda).

“Nah, itu kan makanya suka melintir berita. Bukan pemukiman. Itu kan perluasan daratan belum terjadi makanya di Pulau G itu kan sifatnya kita ambangin, zona ambang bahasanya,” kata Heru ketika ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa 27 September 2022.

Untuk diketahui, zona ambang adalah zona yang diambangkan pemanfaatan ruangnya dan penetapan peruntukan didasarkan pada kecenderungan perubahan/perkembangannya, atau sampai ada penelitian/pengkajian mengenai pemanfaatan ruang yang paling tepat.

“Zona ambang (adalah) zona yang memang belum ditentukan peruntukannya secara definitif. Bisa saja nanti apakah jadi industri, atau diarahin untuk apa tergantung pada rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang akan ditetapkan,” jelas Heru.

Adapun perda yang akan merincikan peruntukan Pulau G adalah perda rencana tata ruang wilayah (RTRW).

“Memang dulu di dalam ketentuan pernah disebut (sebagai pemukiman). Karena dulu ada pulau-pulau banyak tuh, salah satunya kepulauan yang di tengah itu diarahkan pemukiman, termasuk Pulau G. Makanya disebutkan diarahin zona ambang. Makanya di RDTR kan bahasanya kan zona ambang karena memang belum bisa (diarahkan sebagai pemukiman) sebenarnya. Arahan lebih lanjut ditentukan di perda nanti RTRW gitu,” kata Heru.

Meskipun demikian, Heru mengatakan, bila diarahkan untuk menjadi pemukiman yang akan dibangun akan dapat berupa apartemen ataupun rumah tapak.

“Pemukiman macam-macam. Apartemen pemukiman, rumah landed permukiman. Intinya yang namanya permukiman itu kan hunian, bisa landed (tapak), bisa susun,” jelas Heru.

Selain diarahkan menjadi pemukiman, keputusan peruntukkan lainnya akan ditetapkan dalam perda RTRW.

“Pemukiman kan enggak mungkin lah kita bangun semua untuk pemukiman. Pasti campuran, kan ada pemukiman, ada macem-macemnya,” kata Heru.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

DPRD Jakarta Pertanyakan Sikap Anies yang Izinkan Reklamasi Pulau G untuk Pemukiman

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, berencana melakukan pemanfaatan pulau G hasil reklamasi Teluk Jakarta era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi kawasan permukiman.

Terkait hal tersebut, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah mempertanyakan bentuk pemukiman yang akan dibangun di Pulau G tersebut.

 

"Itu mesti dipertegas dulu. Itu permukiman sifatnya memang mau bikin rumah susun atau memang permukiman yang elite," kata dia saat dihubungi, Selasa 27 September 2022.

Karena bentuk permukiman yang jelas, Ida juga mengatakan pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta perlu mempertimbangkan penarikan retribusi tambahan bagi penghuni permukiman di Pulau G.

Jika akan dibangun rusun, Pemprov DKI Jakarta tidak perlu menarik retribusi tinggi kepada para penghuni.

"Kalau rumah susun, tidak mungkin kita ambil retribusi tinggi. Tapi, kalau memang itu peruntukkan perumahan dan untuk elite, ya harus tinggi. Tergantung ini (Pulau G) untuk siapa," jelas Ida.

Meskipun demikian, Komisi D akan memanggil Dinas Cipta Karya, Pertanahan, dan Tata Ruang (Citata) DKI Jakarta untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

"Terkait dengan Pulau G ini, Komisi D masih belum memanggil dinas terkait soal rancangan yang ada. Jadi kami memang belum rapat secara khusus terkait itu. Nanti kami mau manggil secepatnya sih terkait rancangan atau sistemnya. Kami kan belum tahu nih, hunian ini tingkat apa. Masing-masing ada levelannya. Ini yang kami belum panggil. Nanti kami secepatnya akan panggil dulu,” kata Ida.

 

3 dari 3 halaman

Daratan Pulau G Jakarta Tersisa 1,7 Hektare Akibat Abrasi

Daratan hasil reklamasi bernama Pulau G di pesisir utara Jakarta saat ini hanya tersisa 1,7 hektare dari lahan eksisting 10 hektare. Daratan buatan ini terkikis akibat abrasi.

"Pulau G itu rencana luasnya 161 hektare, sudah ada tanggul-tanggul tapi belum diisi urugan. Sekarang eksistingnya baru 10 hektare, malah sekarang tergerus ombak itu tinggal 1,7 hektare," kata Sekretaris Komisi D DPRD DKI Jakarta Syarif, Sabtu 24 September 2022.

Karena itu, Syarif mengaku kaget dengan terbitnya Pergub Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan Provinsi DKI Jakarta yang mencantumkan status dari berbagai pulau reklamasi, termasuk Pulau G.

Pergub itu mengacu kepada Perpres Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabek dan Punjur).

"Karena eksistingnya baru 10 hektare dan sekarang berkurang tinggal 1,7 hektare karena dihempas gelombang," kata Sekretaris Komisi Bidang Pembangunan itu, seperti dikutip dari Antara.

Karena hal tersebut, kata Syarif, Anies menetapkan bahwa Pulau G menjadi zona ambang atau zona yang diambangkan pemanfaatan ruangnya. Kemudian penetapan peruntukan didasarkan pada kecenderungan perubahan/perkembangannya atau sampai ada penelitian/pengkajian mengenai pemanfaatan ruang yang paling tepat.

Namun karena Pulau G berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) harus diterbitkan lagi izinnya oleh Anies kepada pengembang PT Muara Wisesa Samudra untuk dilanjutkan sebagai kawasan permukiman.

"Perintahnya MA saat PK harus menerbitkan izin lagi, kan begitu. Pertimbangannya karena di situ ada gundukan dan tanahnya sudah terbentuk," ujar Syarif.

Berdasarkan info yang diterima Syarif, pengembang diharuskan terlebih dahulu menyelesaikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) secara kumulatif, karena selama ini mereka hanya menyediakan Amdal secara parsial atau per pulau saja.

"Menteri Kelautan dan Perikanan itu ingin ada Amdal kumulatif yang bersifat regional atau berdampingan dengan pulau-pulau lain. Selama ini Amdal hanya per pulau, karena itu juga izinnya tidak lolos," katanya.

 

Reporter: Lydia Fransisca

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.