Sukses

Ketua Komnas HAM: Kasus Seperti Ferdy Sambo Belum Pernah Ada di Polri

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik berpandangan, kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang diduga didalangi Irjen Ferdy Sambo ini bisa dinilai sebagai kejahatan terbesar yang dilakukan pejabat Polri.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus pembunuhan berencana Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat di rumah dinas mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo semakin terang.

Polri telah menetapkan lima orang tersangka pembunuhan berencana yang diduga didalangi Ferdy Sambo ini. Kasus pembunuhan Brigadir J ini juga menyeret banyak perwira polisi sebagai tersangka obstruction of justice.

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik memiliki pandangan bahwa kasus kejahatan Ferdy Sambo bisa dinilai sebagai kejahatan terbesar sepanjang masa yang dilakukan pejabat tinggi Polri

"Dengan banyak orang kan (yang terlibat), jadi belum pernah ada kejadian (kasus kejahatan yang dilakukan Ferdy Sambo) di Polri," kata Taufan saat dihubungi merdeka.com, Kamis (15/9).

Pasalnya, Taufan menyebut keterlibatan tujuh tersangka obstruction of justice, lalu puluhan personel yang terjerat dengan pelanggaran etik sampai hampir satu kompi personel kepolisian diperiksa, telah menjadi catatan kasus kejahatan terbesar petinggi Polri sepanjang sejarah.

"Itu ada pejabat Polri yang melakukan kejahatan sampai melibatkan hampir 90-an orang, terlibat dalam obstruction of justice, belum pernah ada. Jadi itu psikologi kekuasaan itu luar biasa, belum pernah ada itu," ucapnya.

"Mana ada jendral polisi melakukan kejahatan, membunuh orang. Kemudian dia melakukan obstruction of justice, yang sangat masif dan sistematis itu. Pembunuhannya di rumah dinasnya lagi kan. Kok ada orang seberani itu," tambah dia.

Dengan terbongkarnya kasus ini sangat terlihat jika Ferdy Sambo yang merupakan mantan Kadiv Propam Polri dan Ketua Satgasus Merah Putih ini memiliki kekuasaan luar bisa. Dengan pengaruh psikologi kekuasaan dirinya nyaris bisa menutupi kasus pembunuhan Brigadir J.

"Ya itu, tadi karena dia punya kekuasaan yang besar dan dia bisa tutupin semua itu jadi psikologi kekuasaan yang dimaksud," ucapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Obstruction of Justice yang Luar Biasa

Bahkan, dampak dari tindakan obstruction of justice yang dilakukan Ferdy Sambo bersama tersangka lainnya telah membuat kasus ini sulit diungkap kebenarannya. Termasuk kepastian siapa pelaku penembak sebenarnya Brigadir J.

"Kan ini obstruction of justice-nya luar biasa sampai sekarang penyidiknya aja masih kewalahan segala macem (buktikan). Siapa yang nembak, dibagian mana orang itu nembak, sampai sekarang aja susah membuktikannya karena alat buktinya sudah dia dihilangkan," ujarnya.

Di sisi lain, Taufan menilai jika perbedaan pendapat itu tentang siapa saja pihak yang menembak akan menjadi salah satu perdebatan alot ketika kasus naik ke persidangan.

"Nanti bakal jadi perdebatan itu di pengadilan siapa yang menembak, FS, tapi dia bilang nanti tidak nembak yang nembak Richard, tapi Richard bilang selain saya, FS. Nah pertanyaan kedua nanti Richard nembak bagian mana," tuturnya.

"Sebab kalau menurut autopsi kan di kepala dan dada nah itu bisa alot lagi di persidangan. Coba lihat bagaimana cerdasnya dia (Ferdy Sambo) soal alat bukti yang vital (CCTV) itu dia sudah dihilangkan," tambahnya.

 

3 dari 4 halaman

Sederet Polisi Pelanggar Etik Kasus Brigadir J

Sekedar informasi jika Tim Inspektorat Khusus (Itsus) Polri telah memeriksa 63 anggota Polri terkait kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Dari total tersebut, ada 35 personel yang ditetapkan melanggar kode etik atas penanganan kasus tersebut.

Mereka yang telah menjalani sidang etik yakni Irjen Ferdy Sambo, Kombes Agus Nurpatria, Kompol Baiquni, Kompol Chuk Putranto, Brigadir Frilliyan Fitri, AKP Dyah Candrawati, Bharada Sadam, AKBP Jerry Raymond Siagian dan AKBP Pujiyarto.

Dari sembilan orang tersebut, hanya beberapa saja yang dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) oleh tim Komisi Kode Etik Polisi (KKEP). Di antaranya Irjen Ferdy Sambo, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Jerry Raymond Siagian.

Ferdy Sambo dijatuhi sanksi PTDH karena dianggap telah melanggar kode etik hingga dianggap melakukan pelanggaran berat atas kematian Brigadir J. Sanksi itu dibacakan dalam sidang etik pada 26 Agustus 2022.

Sanksi PTDH juga dijatuhkan kepada Kompol Chuck Putranto serta Kompol Baiquni Wibowo, yang menjalani sidang etik pada 2 Sepetmber 2022. Keduanya terbukti melakukan pelanggaran terkait perusakan kamera Closed Circuit Television (CCTV).

Perwira lain yang disanksi PTDH yaitu Kombes Agus Nurpatria yang menjalani sidang etik pada 7 September 2022. Ia dijatuhi sanksi tersebut, karena dinilai menghalang-halangi penyidikan atau Obstruction of Justice (OJ) atas kasus kematian Brigadir J.

Berikutnya, perwira menengah Polri yang terkena sanksi PTDH itu yakni mantan Wadirkrimum Polda Metro Jaya AKBP Jerry Raymond Siagian. Hal ini karena dinilai telah melakukan pelanggaran berat di kasus Brigadir J. Dia dinyatakan tidak profesional dalam menangani dua laporan polisi terkait ancaman pembunuhan dan dugaan pelecehan seksual.

Mereka yang disanksi PTDH tersebut mengajukan banding usai menjalani sidang kode etik dalam waktu yang berbeda-beda.

 

4 dari 4 halaman

Sanksi Demosi

Selain itu, personel Polri yang dijatuhi sanksi demosi adalah Bharada Sadam dan Brigadir Frillyan Fitri dan AKP Dyah Candrawathi. Sanksi ini diketahui berupa mutasi yang bersifat hukuman berupa pelepasan jabatan dan penurunan eselon serta pemindahtugasan ke jabatan, fungsi, atau wilayah yang berbeda.

Untuk AKP Dyah diberi sanksi demosi dalam sidang etik pada 7 September 2022 karena dinilai bersalah yakni tidak profesional dalam pengelolaan senjata api.

Sedangkan, Bharada Sadam dinilai tidak profesional yakni menghalangi dan mengintimidasi jurnalis saat meliput TKP penembakan Brigadir J seperti melakukan penghapusan foto serta video pada Juli lalu.

Terakhir yakni, Eks BA Roprovos Divpropam Polri Brigadir Frillyan Fitri Rosadi yang juga dikenakan sanksi demosi. Dia tidak profesional menjalankan tugas karena mengintimidasi wartawan saat olah TKP pembunuhan Brigadir J.

Selanjutnya, AKBP Pujiyarto atau mantan Eks Kasubdit Renakta Polda Metro Jaya AKBP Pujiyarto dikenai sanksi penempatan khusus (Patsus) di Propam Polri selama 28 hari atas kasus kematian Brigadir J.

Sanksi ini diberikan, karana dia dinilai terbukti melanggar etika lantaran tidak profesional dalam menangani laporan terkait pelecehan kepada istri Sambo, Putri Candrawathi.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.