Sukses

Hacker Bjorka Bobol Data, Fadli Zon: Jokowi Harus Ambil Langkah

Lebih ironis lagi, mayoritas netizen Indonesia mendukung langkah hacker ini. Memperlihatkan ada yang salah terhadap perlindungan data.

Liputan6.com, Jakarta Peretasan data oleh hacker Bjorka dinilai telah mempermalukan negara. Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon mendesak Presiden Joko Widodo turun tangan. Harus ada evaluasi total terhadap pertahanan siber dalam negeri.

"Menurut saya harus ada evaluasi total dan juga mungkin Presiden Jokowi harus mengambil langkah atau intervensi karena kita diperlakukan seperti itu dan tak ada resistensi yang memadai seperti tak ada pertahanan," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/9/2022).

Fadli mengatakan, serangan hacker terhadap perlindungan data telah mempermalukan institusi negara. Dia heran dengan keamanan siber dalam negeri.

"Menurut saya ini mempermalukan, masa satu orang atau beberapa orang bisa mempermalukan institusi negara atau orang-orang penting di dalam institusi," kata Waketum Gerindra ini.

Lebih ironis lagi, mayoritas netizen Indonesia mendukung langkah hacker Bjorka ini. Memperlihatkan ada yang salah terhadap perlindungan data.

"Ironisnya netizen kita mayoritas mendukung ini, ada something wrong, berarti harus ada pengkajian evaluasi mengapa bisa sedemikian rupa, data kita bisa diperdagangkan, bisa diretas, bisa diperjualbelikan, atau diumbar di dunia maya," ujar Fadli.

Pemerintah perlu menyiapkan sistem yang lebih baik. Apalagi banyak aplikasi buatan pemerintah seperti PeduliLindungi menggunakan data pribadi masyarakat.

"Kalau dulu perang itu adalah perang fisik tapi kalau ini perang siber kan harusnya ada persiapan dong, masa seperti berlalu begitu saja, dalam hal ini harus ada yang dimintai pertanggungjawabannya," pungkasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

DPR Panggil Menkominfo

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyatakan, pihaknya telah menjadwalkan rapat dengan Menkominfo Johnny Plate, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pengamanan data kependudukan dan kasus kebocoran data oleh hacker Bjorka.

"Dalam waktu dekat kami akan cari waktu, akan mengundang pihak terkait, seperti BSSN, kemudian Menkominfo, nanti kami akan koordinasi dengan Komisi I. Kemudian tim siber KPU atau Polri mungkin supaya kejadian ini tidak terulang dan tidak mengganggu, terutama untuk proses pemilu," kata Doli di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (12/9/2022).

Saat ini, Doli menyebut pihaknya terus mendorong KPU melakukan proses digitalisasi tahapan pemilu. Namun, ianjuga mengingatkan bahaya hacker dan pasokan internet yang belum merata.

"Kita waktu itu sering mendorong agar dilakukan proses digitalisasi, termasuk di tahapan pemilu, tapi kalau misalnya, dua kan syaratnya selalu saya bilang, pertama kenapa kita harus hati-hati karena jaringan internet kita belum sampai ke pelosok. Kedua ya ini, jago-jago semua hacker kita ini. Ini akan sangat bahaya," jelasnya.

Oleh karena itu, Komisi II meminta KPU untuk memperbarui sistem proteksi data-data untuk mencegah serangan hacker.

"Kami tadi sepakat, kami minta ke KPU untuk selalu memperbarui sistem proteksi terhadap data-data yang dimiliki itu," ujarnga.

Sebelumnya, terdapat dugaan kebocoran data yang disebut berasal dari data KPU. Untuk membuktikan data itu asli, Bjorka memberikan dua juta sampel data gratis.

3 dari 3 halaman

Motif

Dalam cuitan, Bjorka mengungkap kasus pembunuhan aktivis HAM Munir didalangi oleh Muchdi Pr sebagai otak pelaku.

Aksinya membocorkan data atau informasi ini tentunya memicu beragam reaksi, ada yang pro dan tentunya ada juga yang kontra.

Terlepas dari hal tersebut, warganet penasaran apa yang menjadi alasan atau motif hacker Bjorka bersikukuh menyerang data pemerintah.

Ternyata sang hacker pun langsung menjawab rasa penasaran kebanyakan warganet. Lewat akun Twitter-nya, Bjorka bongkar motif menyerang pemerintah karena orang terdekatnya menjadi korban kebijakan Orde Baru pasca 1965.

Mengutip akun Twitter-nya, dia mengatakan aksi peretasan yang dilakukan adalah sebagai bentuk demonstrasi di era yang baru.

"Pemimpin tertinggi dalam teknologi harusnya ditugaskan kepada seseorang yang mengerti, bukan politis dan bukan seseorang dari angkatan bersenjata. Karena mereka hanyalah orang bodoh," tulisnya.

Lebih lanjut, dia bercerita tentang betapa mudah bagi dirinya untuk menjebol sistem keamanan yang dikelola pemerintah Indonesia. 

Reporter: Ahda Bayhaqi/Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.