Sukses

23 Koruptor Bebas Bersyarat, Mahfud: Itu Urusan Pengadilan, Pemerintah Tak Ikut Campur

Mahfud Md menjelaskan bahwa remisi maupun pembebasan bersyarat merupakan urusan pengadilan. Sehingga pemerintah tak boleh ikut campur terkait pembebasan bersyarat bagi para napi koruptor.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menanggapi soal pembebasan bersyarat 23 napi koruptor yang menjadi sorotan publik. Dia mengatakan bahwa pemerintah tak bisa melakukan intervensi terkait pembebasan bersyarakat.

Mahfud menjelaskan bahwa remisi maupun pembebasan bersyarat merupakan urusan pengadilan. Sehingga, pemerintah tak boleh ikut campur terkait pembebasan bersyarat bagi 23 napi koruptor. 

"Begini ya, kalau pemerintah itu tidak boleh ikut campur ya, urusan pembebasan itu pengadilan. Remisi, dikurangi dan lain-lain itu kan pengadilan yang menentukan. Dibebaskan, dikurangi hukumannya, dan sebagainya," jelas Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (8/9/2022).

Dia menilai mekanisme pembebasan bersyarat secara formal, sudah memenuhi syarat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mahfud menegaskan bahwa pemerintah hanya bertugas membawa koruptor ke pengadilan dengan bukti-bukti yang kuat.

Setelah itu, pemerintah menyerahkan kepada pengadilan terkait hukuman yang layak bagi koruptor. Mahfud menuturkan pemerintah tak bisa lagi ikut campur terkait hukuman yang diberikan hakim untuk koruptor.

"Anda semua harus tahu pemerintah itu kan ndak boleh ikut masuk ke urusan hakim ya. Kalau urusan hukuman dan membebaskan itu ya. Kita membawanya ke pengadilan dengan bukti-bukti yang kuat," katanya.

"Kalau sudah hakim berpendapat, bahwa hukuman yang layak seperti itu, ya sudah. Kita tidak bisa ikut campur, kita hormati," sambung Mahfud.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Daftar 23 Napi Korupsi Terima Bebas Bersyarat

Sebelumnya, sebanyak 23 narapidana kasus korupsi bebas dari penjara pada Selasa 6 September 2022 kemarin. Para koruptor itu menghirup udara bebas setelah menerima program pembebasan bersyarat (PB) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

"Adapun narapidana tindak pidana korupsi yang telah diterbitkan SK PB-nya dan langsung dikeluarkan pada tanggal 6 September 2022," ujar Kabag Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkumham Rika Apriyanti dalam keterangannya, Rabu, 7 September 2022. 

Rika menyatakan, sepanjang Januari 2022 hingga September 2022, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kemenkumham telah menerbitkan 58.054 SK PB/CB/CMB Narapidana semua kasus tindak pidana di seluruh Indonesia.

"Pada September 2022 terdapat sebanyak 1.368 orang narapidana. Semua kasus tindak pidana dari seluruh Indonesia yang mendapat pembebasan bersyarat, termasuk 23 koruptor," kata dia. 

Berikut nama-nama ke-23 koruptor yang menerima program pembebasan bersyarat: 

Lapas Kelas IIA Tangerang:

1. Ratu Atut Choisiyah binti almarhum Tubagus Hasan Shochib;

2. Desi Aryani bin Abdul Halim;

3. Pinangki Sirna Malasari; dan

4. Mirawati binti H Johan Basri.

Lapas Kelas I Sukamiskin:

1. Syahrul Raja Sampurnajaya bin H Ahmad Muchlisin;

2. Setyabudi Tejocahyono;

3. Sugiharto bin Isran Tirto Atmojo;

4. Andri Tristianto Sutrisna bin Endang Sutrisno;

5. Budi Susanto bin Lo Tio Song;

6. Danis Hatmaji bin Budianto;

7. Patrialis Akbar bin Ali Akbar;

8. Edy Nasution bin Abdul Rasyid Nasution;

9. Irvan Rivano Muchtar bin Cecep Muchtar Soleh;

10. Ojang Sohandi bin Ukna Sopandi;

11. Tubagus Cepy Septhiady bin TB E Yasep Akbar;

12. Zumi Zola Zulkifli;

13. Andi Taufan Tiro bin Andi Badarudin;

14. Arif Budiraharja bin Suwarja Herdiana;

15. Supendi bin Rasdin;

16. Suryadharma Ali bin HM Ali Said;

17. Tubagus Chaeri Wardana Chasan bin Chasan;

18. Anang Sugiana Sudihardjo; dan

19. Amir Mirza Hutagalung bin HBM Parulian.

3 dari 3 halaman

KPK Akan Perberat Tuntutan

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal memperberat tuntutan yang dilayangkan terhadap terdakwa kasus korupsi. Keputusan ini bakal diambil buntut dari banyaknya narapidana kasus korupsi alias koruptor yang menerima program pembebasan bersyarat (PB).

"Mungkin ke depan kalau misalnya ada terdakwa korupsi yang tidak kooperatif dan lain-lain misalnya, dalam tuntutan mungkin akan kita tambahkan, kalau itu pejabat publik, yaitu tadi mencabut hak dipilih dan mencabut supaya terdakwa tidak mendapatkan haknya selaku terpidana. Itu bisa dicabut," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Rabu, 7 September 2022. 

Menurut Alex, yang memiliki kewenangan dalam memberikan hak pembebasan bersyarat memang bukan pihak lembaga antirasuah. Namun tim jaksa KPK bisa menuntut agar hakim mencabut hak para koruptor sebagai narapidana.

"Prinsipnya pembebasan bersyarat dan remisi itu hak (narapidana). Bisa enggak hak itu dicabut? Bisa. Siapa yang mencabut? Hakim. Atas apa? Atas tuntutan dari JPU (jaksa penuntut umum)," kata Alex.

Alex mengatakan, regulasi dalam PB bersyarat kali ini berbeda dengan sebelumnya. Jika sebelumnya KPK dilibatkan sebelum memberikan PB kepada koruptor, namun kini tidak lantaran putusan Mahkamah Agung (MA).

"Dulu kalau tahanan itu perkaranya dari KPK, itu dari rutan minta rekomendasi KPK. Sekarang dibatalkan itu PP itu oleh Mahkamah Agung (MA)," ucap Alex.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.