Sukses

Mengenal Justice Collaborator, Permohonan yang Diajukan Bharada E

Lewat kuasa hukumnya, Bharada E mengajukan diri sebagai justice collaborator.

Liputan6.com, Jakarta - Justice collaborator, istilah yang belakangan ini mencuat kepermukaan menyusul perkembangan kasus baku tembak antaranggota polisi hingga menewaskan Brigadir J atau Yoshua pada 8 Juli lalu.

Seperti diketahui, penyidik tim khusus Polri telah menetapkan dua orang tersangka atas kematian Brigadir J. Mereka adalah Bharada E dan Brigadir RR yang merupakan ajudan dari istri mantan Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo.

Ditetapkannya Brigadir RR sebagai tersangka usai penyidik mendengarkan pengakuan Bharada E saat dilakukan pemeriksaan.

"Iya benar (Brigadir RR itu yang diungkap Bharada E). Brigadir RR ada di lokasi waktu kejadian. Di situ disebut namanya," kata Muhammad Boerhanuddin selaku kuasa hukum Bharada E, saat dihubungi, Senin (8/8/2022).

Tak hanya itu, Bharada E juga membeberkan sederet fakta baru lainnya yang berkaitan dengan kematian Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Salah satunya soal perintah penembakan yang datang dari atasan.

Bahkan disebutkan sang atasan berada di lokasi kejadian saat Brigadir J tewas dan tidak terjadi baku tembak. Dengan sederet pengakuan kliennya tersebut, lewat kuasa hukumnya, Bharada E mengajukan diri sebagai justice collaborator.

Justice collaborator sendiri diartikan sebagai pelaku tindak pidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus pidana yang berkaitan dengannya.

Dikutip Antara, sebelumnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan bahwa tersangka kasus kematian Brigadir J dapat dilindungi apabila menjadi justice collaborator.

"Kalau ditetapkan sebagai tersangka, LPSK tidak ada kewenangan lagi memberikan perlindungan, kecuali yang bersangkutan bersedia menjadi justice collaborator," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suryo.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kapan Status Justice Collaborator Diberikan?

Pelaku tindak pidana tidak begitu saja menjadi justice collaborator (JC). Ada syarat dan sejumlah ketentuan yang harus dilakukan untuk menjadi JC atau saksi pelaku yang bekerja sama.

Seorang pelaku dapat dinyatakan sebagai JC jika memiliki keterangan dan bukti yang sangat signifikan untuk mengungkap tindak pidana, bukan pelaku utama, serta mengungkap pelaku-pelaku yang memiliki peran lebih besar.

Lantas kapan status justice collaboration diberikan? Jika didasarkan pada UU Perlindungan Saksi dan Korban tahun 2014, aparat penegak hukum dapat memberikan status tersebut sejak proses penyidikan. Demikian dilansir dari laman resmi antikorupsi.org

Meski ada sejumlah pandangan yang menghendaki status JC diberikan setelah calon JC menyampaikan keterangannya sebagai saksi di persidangan. Pendapat ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa calon JC tidak mengungkap keterangan yang benar ketika bersaksi di persidangan.

Pada saat saksi pelaku menjadi justice collaborator, perlindungan hukum akan diberikan, karena dinilai rentan mengalami ancaman atau risiko yang mengarah pada tindak pidana lainnya.

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Dasar Hukum Justice Collaborator

Untuk diketahui, di Indonesia dasar hukum justice collaborator telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Di antaranya sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

2. Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 (perubahan atas UU Nomor 13 tahun 2006) tentang Perlindungan Saksi dan Korban

3. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2011

4. Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK

5. LPSK tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama.

Saat pelaku pidana menjadi justice collaborator, dia akan memperoleh perlindungan hukum. Bahkan kesaksian pelaku bisa menjadi pertimbangan bagi majelis hakim untuk meringankan pidananya. Hal ini merujuk pada Pasal 10 UU Nomor 13 Tahun 2006. 

 

 

 

4 dari 4 halaman

Syarat Pelaku Pidana Menjadi Justice Collaborator

Lantas, syarat apa saja yang dibutuhkan untuk menentukan seseorang sebagai saksi pelaku yang bersedia bekerja sama atau justice collaborator?

Merujuk pada Surat Edaran (SE) Ketua Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2011, berikut sejumlah syarat yang perlu diperhatikan:

- Orang yang bersangkutan adalah pelaku tindak pidana yang mengakui kejahatannya dan bukan sebagai pelaku utama dalam kejahatan tersebut.

- Orang yang bersangkutan memberikan keterangan sebagai saksi dalam proses peradilan.

- Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan bahwa orang yang bersangkutan sudah memberi keterangan dan bukti yang signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana yang dimaksud secara efektif, sekaligus mengungkap pelaku lain yang punya peran lebih besar dalam tindak pidana.

- Saksi pelaku dapat memperoleh keringanan dari hakim atas bantuannya, bisa berupa menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus dan/atau menjatuhkan pidana penjara paling ringan di antara terdakwa lain yang terbukti bersalah.

- Hakim wajib mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dalam memberikan keringanan terhadap saksi pelaku.

- Ketika mendistribusikan perkara, ketua pengadilan memberikan perkara-perkara yang diungkap saksi pelaku kepada majelis yang sama sejauh memungkinkan.

- Ketua pengadilan juga sebaiknya mendahulukan perkara-perkara lain yang diungkap oleh saksi pelaku yang bekerja sama.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.