Sukses

Rincian Dana Sosial Boeing Rp68 Miliar yang Diselewengkan ACT, Salah Satunya Mengalir ke Koperasi 212

Temuan Rp 68 miliar dana yang diselewengkan ACT tersebut bertambah dua kali lipat dari semula Rp34 miliar. Dana itu bersumber dari bantuan Boeing dengan total Rp138 miliar.

 

Liputan6.com, Jakarta Bareskirim Polri mengungkap adanya dugaan aliran dana yang diselewengkan oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang nilainya sebesar Rp 68 Miliar. Dana tersebut merupakan donasi dari pihak Boeing untuk korban kecelakaan Lion Air JT-610.

"Hasil sementara dari Tim Audit bahwa Dana Sosial Boeing yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya diduga lebih dari Rp. 68 Miliar," kata Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan dalam keterangannya, Kamis (4/8).

Temuan Rp 68 miliar dana yang diselewengkan ACT, tersebut bertambah dua kali lipat dari semula Rp34 miliar. Dana itu bersumber dari bantuan Boeing dengan total Rp138 miliar.

"Namun setelah dilakukan audit bertambah menjadi Rp. 68 Miliar," sebut Ramadhan.

Berikut rincian dana Rp68 miliar yang diselewengkan ACT:

 

1. Dana pengadaan Armada Rice Truk Rp. 2.023.757.000;

2. Dana pengadaan Armada Program Big Food Bus Rp. 2.853.347.500;

3. Dana pembangan pesantren peradaban Tasikmalaya Rp. 8.795.964.700;

4. Dana talangan kepada Koperasi Syariah 212 Rp. 10.000.000.000;

5. Dana talangan kepada CV CUN RP. 3.050.000.000;

6. Dana talangan kepada PT. MBGS Rp. 7.850.000.000 

7. Dana untuk operasional yayasan (gaji, tunjangan, sewa kantor dan pelunasan pembelian kantor);

8. Dana untuk yayasan lain yang terafiliasi ACT.

 

Polisi juga menyoroti salah satu perusahaan yang menerima aliran dana sosial Boeing yaitu Koperasi Syariah 212.

"Dari hasil pendalaman ternyata dana Rp. 10 Miliar yang diterima oleh Koperasi Syariah 212 dari yayasan ACT merupakan dana pembayaran hutang salah satu perusahaan afiliasi ACT, dana Rp. 10 Miliar tersebut bersumber dari Dana Sosial Boeing," ucap Ramadhan. 

 

Untuk Bayar Hutang

Sebelumnya, Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmaji membeberkan seharusnya dana tersebut dipakai untuk bantuan pembinaan sebagaimana surat perjanjian antara dua lembaga tersebut.

"Sesuai PKS (perjanjian kerja sama) antara ACT dan Koperasi Syariah bunyinya memang seperti itu, tetapi faktanya merupakan pembayaran utang salah satu perusahaan afiliasi ACT," kata Andri saat dikonfirmasi, Rabu (3/8).

"Perusahaan cangkang punya utang dengan koperasi syariah 212, karena itu perusahaan cangkang ACT maka ACT bayarin utangnya ke koperasi syariah Rp10 miliar," tambah dia.

Alhasil, Andri mengatakan jika terbitnya PKS antara ACT dan Koperasi Syariah 212, dalam pendalaman diketahui untuk menutupi dana yang digunakan untuk membayar utang berasal dari bantuan Boeing.

"Jadi dibuat PKS untuk menutupinya dan yang digunakan adalah dana sosial Boeing. Begitu," ucapnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Empat Tersangka

Sekedar informasi, telah ada empat tersangka yaitu, Mantan Presiden ACT, Ahyudin; Presiden ACT, Ibnu Khajar; Ketua pengawas ACT pada 2019-2022, Heryana Hermai; serta anggota pembina dan Ketua Yayasan ACT, Novariadi Imam Akbari. Mereka dijerat pasal berlapis dari penyelewengan dana hingga pencucian uang dengan ancaman maksimal 20 tahun bui.

"Ancaman penjara untuk TPPU 20 tahun, dan penggelapan 4 tahun," ujar Wadir Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf, saat jumpa pers.

Hukuman itu sebagaimana pasal tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP, pasal 374 KUHP, pasal 45 A ayat 1 juncto pasal 28 ayat 1 UU No. 19/2016 tentang perubahan UU No. 11/2008 tentang ITE.

Selanjutnya, pasal 70 ayat 1 dan 2 juncto pasal 5 UU No. 16/2001 sebagaimana telah diubah UU No. 28/2004 tentang perubahan atas UU No. 16/2001 tentang Yayasan. Berikutnya, pasal 3, pasal 4, dan pasal 6 UU No. 8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, serta yang terakhir pasal 55 KUHP junto pasal 56 KUHP.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam 

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.