Sukses

Emisi Karbon Bisa Ditekan dengan Green Architects

Arsitektur memiliki peran penting untuk menjaga ekosistem lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta - Tren gedung ramah lingkungan berkelanjutan semakin familar di dunia konstruksi Indonesia. Kesadaran pembangunan berkelanjutan untuk menjaga ekosistem lingkungan dengan jejak karbon minimum menjadi komitmen pemerintah di berbagai negara.

Perserikatan Bangsa-Bangsa, melalui Komisi Brundtland pada tahun 1987 mendefiniskan pembangunan berkelanjutan sebagai “Pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini dengan tidak mengganggu kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhannya”.

Lalu bagaimana penerapannya di Indonesia? CEO of Rima Ginanjar Architects, Rima Ginanjar, menyampaikan pandangannya bahwa arsitektur memiliki peran penting untuk menjaga ekosistem lingkungan.

"Selama ini, jejak karbon menjadi tolak ukur industri apakah ramah lingkungan atau tidak. Masyarakat secara umum melihat jejak karbon yang dihasilkan oleh industri transportasi sebagai penyumbang terbesar jejak karbon, namun di sisi lain dari disiplin ilmu arsitektur yang saya geluti, kontribusi emisi karbon dari gedung dan bangunan sebesar 40 persen. Tentunya ini menjadi angka yang bisa ditekan dalam konteks mengurangi jejak karbon untuk pembangunan berkelanjutan," kata Rima Ginanjar melalui keterangan, Jumat (5/8/2022)

Ia mencontohkan penggunaan bahan-bahan sisa peleburan logam dapat digunakan untuk memperkuat konstruksi bangunan. Dalam skala tertentu, limbah pengecoran logam dapat dimanfaatkan sebagai penguat struktur beton.

Tak hanya sisa pengecoran logam, bambu yang dapat menjadi pilihan konstruksi dengan zero carbon. "Dalam konteks menuju zero carbon, pemilihan bahan konstruksi yang dekat dengan lokasi pembangunan sehingga jejak karbon transportasi dan pengolahan dapat berkurang."

"Kami mempunyai program corporate social responsibility merenovasi rumah menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan misalnya menggunakan bambu. Bambu ini dengan pengolahan yang tepat dapat bertahan hingga lima puluh tahun," ujarnya.

Rima menambahkan, seorang arsitek tidak bisa bekerja seorang diri dalam mengimplemetasikan green architects dengan konsep low carbon design. "Perlu kerja sama yang baik dengan berbagai pihak dalam rancang bangun gedung," imbuhnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Green Architects di Rumah Tangga

Green architects tak hanya menjadi jargon dalam pembangunan gedung bertingkat atau pusat perbelanjaan. Menurut Rima, prinsip-prinsip green architects dapat pula diterapkan dalam rumah tangga.

"Pada rumah tangga contohnya, bisa dilakukan dengan mengganti pencahayaan dengan lampu LED. Menggunakan lampu LED menghemat hingga 80 persen energi listrik dan lebih tahan lama dibandingkan bola lampu tradisional," ujarnya.

Menjadi persepsi di masyarakat ketika berbicara tentang green building, maka yang terlintas di benak adalah mahalnya biaya pembangunan. Ini menimbulkan stigma bahwa green architects sebatas menjadi milik kalangan menengah ke atas. Bangunan yang dirancang oleh profesional, mengikuti tren terkini, dan dibanderol dengan harga tinggi. Sedangkan masyarakat menengah dan berpenghasilan rendah pasrah memilih rumah bersubsidi atau rumah KPR dengan rancang bangun seadanya.

"Tidak demikian, green architects menjadi konsep untuk keberimbangan dengan lingkungan. Penerapan dalam skala rumah tangga jelas mengurangi berbagai biaya seperti biaya pembangunan, hemat listrik, hemat air dan energi. Untuk jangka panjang green architects jelas unggul," ujarnya.

"Pun demikian dalam penerapan di tempat umum atau pusat perbelanjaan. Misalnya, untuk perkantoran dan pusat perbelanjaan, dengan mengatur efisiensi penggunaan air. Rata-rata penggunaan toilet per orang mencapai 10-16 liter. Dengan efisiensi penggunaan air, maka dapat ditekan tiga sampai empat liter per orang," imbuh Rima Ginanjar.

"Dengan demikian, tujuan penerapan green architecture low carbon design untuk menciptakan arsitektur ramah lingkungan, arsitektur alami dan pembangunan berkelanjutan dengan meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air dan pemakaian bahan-bahan yang mereduksi jejak karbon untuk keharmonisan manusia dengan alam lingkungannya," pungkas Rima.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.