Sukses

Legislator PKS Minta Pemerintah Tanggung Jawab Soal 53 WNI Disekap di Kamboja

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengingatkan tanggung jawab pemerintah terhadap para pekerja migran Indonesia (PMI) baik yang legal dan ilegal.

Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 53 WNI disekap di Kamboja karena diduga menjadi korban penipuan investasi palsu. Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengingatkan tanggung jawab pemerintah terhadap para pekerja migran Indonesia (PMI) baik yang legal dan ilegal.

Menurut Sukamta, banyaknya PMI ilegal ini karena proses penyaringan tenaga kerja yang masih lemah. Pemerintah perlu bekerja sama dengan seluruh stakeholder atau pemangku kebijakan untuk mengurusi tenaga kerja Indonesia yang masuk secara ilegal ke luar negeri.

"Jika ada WNI menjadi PMI secara ilegal artinya proses penyaringan tenaga kerja di Indonesia masih lemah. Pemerintah dengan seluruh stakeholder bidang tenaga kerja harus bekerja lebih keras dan lebih cerdas," kata Sukamta dalam keterangannya, Jumat (29/7/2022).

Kerja sama stakeholder ketenagakerjaan di dalam negeri perlu diperkuat. Apalagi Indonesia menjadi anggota Reguler Governing Body (GB) International Labour Organization (ILO) periode 2021-2024 dari Government Electoral College.

"Koordinasi antar stakeholder ketenagakerjaan di Pemerintah harus diperkuat lagi. Kini Indonesia terpilih sebagai Anggota Reguler Governing Body (GB) International Labour Organization (ILO) periode 2021-2024 dari Government Electoral College. Seharusnya bisa dioptimalkan untuk perbaikan kondisi ketenagakerjaan Indonesia." tegas Sukamta.

Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini merasa prihatin dengan nasib para WNI yang disekap. Kata dia sudah terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

"Mereka bekerja melebihi batas waktu, di satu tempat dan dilarang keluar. Ini jelas melanggar hak-hak pekerja dan hak asasi manusia," ujarnya.

Pemerintah diingatkan sudah ada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Pemerintah pusat dan daerah punya peran besar untuk melindungi tenaga kerja sejak perekrutan.

"Namun, 5 tahun setelah di undangkan masih terjadi kasus yang memprihatinkan. Adanya UU Pelindungan PMI ini seharusnya pola kerja pemerintah berubah dari pemadam kebakaran penyelesai masalah di luar negeri menjadi fokus pada penyiapan, penyaringan ketat PMI dan perusahaan penyalur PMI," ujar Sukamta.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kemlu dan Polri Bergerak Buru Pelaku Penyekapan 53 WNI di Kamboja

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyoroti terkait kasus kasus penyekapan 53 warga negara Indonesia (WNI) di Kamboja. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengaku pihaknya, telah memfasilitasi penyidik Bareskrim Polri untuk melakukan penyelidikan di Kamboja.

"Untuk menekan jumlah kasus tersebut, Kemlu telah memfasilitasi penyidik Bareskrim Polri untuk melakukan penyelidikan di Kamboja," kata Teuku dalam keterangannya, Jumat (29/7/2022).

Teuku mengungkapkan, 53 WNI tersebut adalah korban penipuan dengan modus penempatan kerja. Kata Teuku, penipuan investasi merupakan modus lama, kasus ini marak terjadi di Kamboja melalui media sosial.

Catatan Kemlu, tahun 2021 KBRI Pnom Penh memulangkan 119 WNI korban investasi palsu. Pada tahun 2022 kasus penipuan tersebut meningkat hingga Juli 2022, terdapat 291 WNI menjadi korban.

"Pada tahun 2022, kasus serupa justru semakin meningkat di mana hingga Juli 2022, tercatat terdapat 291 WNI menjadi korban. 133 di antaranya sudah berhasil dipulangkan," katanya.

Teuku mengaku, informasi yang didapatkan dari WNI yang telah dibebaskan, para perekrut sebagian besar masih berasal dari Indonesia. Kemenlu telah berkoordinasi dengan Bareskrim untuk menindak para pelaku.

"Dari para WNI yang telah dibebaskan, KBRI juga telah memperoleh informasi mengenai para perekrut yang sebagian besar masih berasal dari Indonesia. Informasi tersebut terus disampaikan kepada pihak Bareskrim Polri untuk diselidiki lebih dalam guna penindakan terhadap para perekrut," jelas Teuku.

Kemenlu juga sudah mengambil langkah sosialisasi agar masyarakat waspada terhadap modus penipuan lowongan kerja di Kamboja.

Sementara, 53 WNI yang dilaporkan disekap, KBRI telah menghubungi pihak kepolisian Kamboja untuk membebaskan para WNI.

"KBRI telah menghubungi pihak Kepolisian Kamboja untuk permohonan bantuan pembebasan sambil terus menjalin komunikasi dengan para WNI tersebut. Saat ini Kepolisian Kamboja sedang melakukan langkah-langkah penanganan," ungkapnya.

3 dari 3 halaman

53 WNI Korban Penipuan Perusahaan Investasi

Sebelumnya, sebanyak 53 WNI dikabarkan disekap di Kamboja. Kabar tersebut mengemuka setelah aduan seorang warganet dengan akun @angelinahui97 kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah mengenai penyekapan terhadap puluhan WNI di Kamboja.

KBRI Phnom Penh telah menghubungi pihak Kepolisian Kamboja untuk membantu membebaskan 53 WNI yang disekap di negara itu.

Menurut Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha, puluhan WNI tersebut dilaporkan menjadi korban penipuan perusahaan investasi palsu di Sihanoukville, Kamboja.

“KBRI telah menghubungi pihak Kepolisian Kamboja untuk permohonan bantuan pembebasan sambil terus menjalin komunikasi dengan para WNI. Saat ini, Kepolisian Kamboja sedang melakukan langkah-langkah penanganan,” kata Judha dilansir Antara, Kamis 28 Juli 2022.

KBRI Phnom Penh telah menerima informasi mengenai 53 WNI yang dilaporkan menjadi korban penipuan perusahaan investasi palsu di Sihanoukville, Kamboja.

Dikutip dari laman Kemlu RI, Kamis 28 Juli 2022, KBRI telah menghubungi pihak Kepolisian Kamboja untuk permohonan bantuan pembebasan sambil terus menjalin komunikasi dengan para WNI tersebut.

"Info awal laporan yang kita terima mereka disekap. Laporan ini yang sedang didalami kepolisiam Kamboja," jelas Direktur PWNI dan BHI Kemlu RI Joedha Nugraha.

Saat ini Kepolisian Kamboja sedang melakukan langkah-langkah penanganan.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.