Sukses

HEADLINE: Autopsi Ulang Jasad Brigadir J dan Pemeriksaan Komnas HAM, Kuak Bukti Baru?

Dokter Forensik Ade Firmansyah Sugiharto yang langsung memimpin autopsi ulang tersebut mengaku fokus melakukan autopsi terhadap luka selain luka tembak yang sempat dicurigai keluarga.

Liputan6.com, Jakarta - Tangis Rosti Simanjuntak kembali pecah saat makam sang anak, Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J kembali dibongkar untuk dilakukan autopsi ulang. Rosti terus menerus menangis histeris meminta agar keadilan bisa ditegakan atas kematian putranya. 

Dia pun meminta pertolongan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Panglima TNI. "Penyiksaan yang dialaminya, fitnah yang fitnah yang dia peroleh, tolong keluarga kami," jerit sang Ibu.

Sang Ibunda juga menyebut nama Putri. Namum belum dipastikan siapakah Putri yang dimaksud. Apakah istri dari Irjen Ferdy Sambo, yakni Putri Candrawathi atau sosok yang lain.

"Ibu putri mana hati nuranimu, kamu adalah seorang ibu teganya dirimu yang menuduh anakku sampai seperti ini," teriak Rosti.

Sebelum makam Brigadir J dibongkar, seluruh keluarga kusyuk berdoa di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sungai Bahar Unit 1 Kabupaten Muaro Jambi, pada pukul 06.50 WIB, Rabu, (27/7/2022). 

Doa yang dipimpin seorang pendeta itu dihadiri langsung oleh pihak keluarga almarhum Brigadir Yoshua, terutama kedua orang tua, adik, kakak dan keluarga besar lainnya serta diikuti tim pengacara di antaranya Kamaruddin Simanjuntak. 

Keluarga berharap agar proses autopsi ulang bisa berjalan lancar dan bisa mengungkap semua penyebab kematian Brigadir J.

Polisi pun mengawal dan berjaga secara ketat di sekitar makam yang sudah diberikan garis polisi.

Dikutip dari Antara, usai pembongkaran makam, peti jenazah Brigadir Yoshua diangkat dari liang kuburnya dan dibawa ke rumah sakit. Penggalian makam itu mulai dilakukan pukul 07.30 WIB dengan mengerahkan lima penggali.

Setelah hampir satu jam makam itu dibongkar, peti jenazah diangkat petugas dan dibawa ambulans menuju RSU Sungai Bahar yang berjarak dua kilometer dari TPU untuk diotopsi ulang oleh tim ahli forensik.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo memastikan autopsi ulang jenazah Brigadir J dilakukan oleh tim yang mumpuni dari Perhimpunan Kedokteran Forensik Indonesia dari berbagai rumah sakit dan universitas.

Dedi memastikan dokter forensik yang memeriksa jenazah Brigadir J memiliki sifat independen dan parsial. Yaitu, hasil autopsi ulang yang dilaksanakan pada hari ini memiliki dua konsekuensi, pertama dari sisi keilmuan harus sahih dan bisa dipertanggungjawabkan.

Kemudian, konsekuensi kedua ekshumasi ini harus memiliki konsekuensi yuridis karena untuk proses penyidikan.

"Yang berwenang siapa dalam hal ini penyidik, penyidik akan sangat berkepentingan untuk meminta hasil autopsi yang kedua ini sebagai tambahan alat bukti yang nanti akan dibuka dan diungkap di sidang pengadilan," kata Dedi.

Selain itu, ekshumasi ini diawasi langsung oleh Komnas HAM dan Kompolnas. "Beliau cara kerjanya independen dan imparsial tidak bisa diintervensi oleh semua pihak," ujar dia.

Autopsi ulang yang dilakukan oleh tim forensik gabungan dari Polri, TNI, Ikatan Dokter Forensik Indonesia dan perguruan tinggi itu pun berlangsung sejak pukul 09.00 WIB dan berakhir pukul 15.00 WIB.

Jenazah kemudian dimasukkan kembali ke dalam peti warna putih untuk dimakamkan di tempat semula.

Proses pemakaman pun dilakukan secara kedinasan oleh Polres Muaro Jambi. Sang Ibunda pun hanya duduk di samping makam anaknya. Dengan mengenakan baju hitam bertulisan '#SAVEBRIGADIRJ', sama seperti yang dikenakan anggota keluarga lain, Rosti hanya duduk lemas di kursi.

Hasil Autopsi

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia Ade Firmansyah Sugiharto yang langsung memimpin autopsi ulang tersebut mengatakan sebelum melakukan autopsi, tim dokter forensik telah bertemu dengan keluarga Brigadir J. Dalam pertemuan tersebut, kata Ade, pihaknya mendapat informasi dan masukan bahwa ada beberapa tempat yang dicurigai adanya luka-luka lain selain luka tembak. 

"Nah itulah yang memang harus kita konfirmasi dan itu menjadi fokus pemeriksaan kami dan kami melakukan pemeriksaan secara menyeluruh, autopsi seperti biasa tentunya kami ada fokus-fokus terkait masukan keluarga dan penasehat hukum itu," kata Ade usai melakukan autopsi jasad Brigadir J di Jambi, Rabu, (27/7/2022).

Ade mengatakan, autopsi kali ini memiliki beberapa kesulitan karena jenazah sudah diformalin dan mengalami beberapa derajat pembusukan. Meski begitu, kata Ade, timnya telah bekerja maksimal dan mendapatkan hasil yang baik. 

Ade mengakui ada beberapa luka yang ditemukan namun perlu dipastikan luka tersebut terjadi sebelum kematian atau sesudah. Selain itu, adanya kemerahan itu harus dilakukan pemeriksaan secara mikroskopik apakah kemerahan tersebut pewarnaan akibat dari proses pembusukan.

"Kami ingin melihat jenis kekerasan dan ingin melihat efek kekerasan tersebut kedalam tubuh manusia. Efek itulah yang akan diperiksa," kata dia. 

Sampel-sampel luka tersebut, kata Ade, akan diperiksa di laboratorium patalogi anatomik RSCM, Jakarta. 

"Itu akan memakan waktu. Kenapa? Karena luka yang kami yakin sudah benar-benar terjadi tentunya benar-benar berbentuk luka harus kami pastikan juga apakah luka itu terjadi sebelum kematian ataupun terjadi setelah kematian," ujarnya.

Autopsi ini, kata Ade, dilakukam mulai dari kepala yaitu tonjolon tulang mastoid kanan ke arah kiri. Kemudian dari dagu sampai ke tulang kemaluan. "Itu memang suatu standara teknik autopsi yg biasa dilakukan," ujarnya.

Ade mengatakan, kesimpulan hasil autopsi hari ini membutuhkan waktu setidaknya 2 sampai 4 minggu. 

"Semua nanti hasil pemeriksaan tentunya membutuhkan waktu kongklusinya adalah setelah adanya pemeriksaan laboratorium untuk mematikan apa itu betul-betul luka atau tidak karena pada saat terjadi pembusukan tentunya kita harus sangat berhati-hati," kata Ade. 

Dalam kesempatan ini, Ade juga menegaskan bahwa tim forensik bekerja secara independen dan parsial. 

"Kami juga menyadari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia, dokter forensik dimanapun kami pasti akan bersikap independen dan parsial karena kita pun memiliki pedoman etik, sadar displin serta penjagaan kompetensi selama 5 tahun sekali," ujar Ade.

Ditambah lagi, dalam melakukan autopsi juga diawasi langsung oleh Komnas HAM, Kompolnas bahkan pihak keluarga yang memiliki latar belakang kedokteran.

 

Autopsi Lebih Rumit

Ahli Forensik dari Universitas Indonesia, dr Djaja Surya Atmadja, menilai autopsi jenazah Brigadir J yang kedua ini akan jauh lebih rumit dibanding dengan autopsi pertama. Sebab, jenazah sudah sempat dimakamkan dan sudah meninggal dunia lebih dari 2 minggu sehingga kondisi jenazah pasti sudah membusuk.

Kerumitan kedua, kata Djaja, adalah jenazah sudah pernah dipotong-potong, dijahit dan diformalin ketika dilakukan autopsi pertama.

"Ada 2 masalah, bisa berubah, bisa juga diawetkan lukanya. Tapi yang jelas kalau sudah 2 kali pasti sudah dimandikan, segala macam mesiu hilang, dokter juga kesulitan apakah ini luka gores atau akibat senjata tajam," kata Djaja kepada Liputan6.com.

Oleh karena itu perlu dokter senior dan berpengalaman untuk melakukan autopsi kedua. Sebab, kata dia, autopsi kedua ini tidak akan seakurat yang pertama. "Cuma masalahnya yang otopsi itukan tergantung pengalaman dokternya. Kalau yang kedua itu harus dari instansi berbeda, dan lebih banyak dokternya," ujarnya.

Djaja meyakini hasil autopsi pertama dan kedua ini akan berbeda. Sebab, dalam autopsi kedua ini sudah ada masukan dan memiliki lebih banyak petunjuk. 

"Tentu ada (perbedaan), karena pemeriksaan kedua inikan pasti ada masukan-masukan. Misalnya, ini kok ada luka tajam karena ada petunjuk, yang kemarin tidak diperhatikan sekarang diperhatikan. Kalau kemarin tidak keliatan sekarang bisa saja keliatan. Lebih detail dan mungkin kemarin belum ketemu sekarang ketemu. Bisa juga kebalikan yang kemarin ada sekarang nggak ada karena sudah busuk," ujarnya.

Djaja pun memastikan dokter forensik masih bisa melihat penyebab kematian Brigadir J. Apakah karena luka tembak atau lainnya.

"Masih (bisa dilihat), kecuali kemarin kan ada tembakan masuk dari mana keluar di mana, nah ini diambil ga saluran lukanya. Kalau diambil (saat autopsi pertama) dokter yang sekarang nggak kebagian apa-apa," lanjutnya.

Selain akibat ditembak, kata Djaja, luka sayatan juga masih terlihat jelas karena jenazah sudah diformalin.

Djaja pun menilai wajar jika ada beberapa organ yang akan dibawa ke Jakarta untuk diperiksa lebih mendalam. Sebab, memerlukan pemeriksaan secara detail menggunakan mikroskop.

"Kadang-kadang pemeriksaan tidak bisa pakai mata telanjang, harus pakai mikroskop baru bisa kelihatan, kalau misalnya luka goresan, kita harus cari bekas mesiu yang di dalam luka. Jadi memang harus pakai mikroskop dan itu perlu waktu paling tidak 2 minggu," kata Djaja.

Sementara untuk luka gores dan bekas tembakan bisa langsung terlihat oleh tim dokter. "Tapi kalau kesimpulan penyebab meninggal kira-kira baru 2 minggu lagi," tandas Djaja.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Autopsi Kedua Menentukan Perkembangan Kasus

Sementara, Krimonolog dari Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi mengatakan proses autopsi ulang jasad Brigadir J akan meminimalisir berbagai spekulasi yang beredar selama ini.

"Ini kan Scientific Crime Identification jadi bagaimana hasilnya itu berdasarkan data-data yang ada. Pertama itu di tubuh korban akan kelihatan," kata Josias kepada Liputan6.com.

"Kemudian petunjuk yang lain CCTV dan segala macam yang meskipun dikatakan masih tidak jelas, tapi semua petunjuk dari otopsi itu nanti akan kelihatan. Jadi mengarah ke petunjuk apakah CCTV atau petunjuk lain," lanjut Josias.

Kendati ada petunjuk lainnya, Josias menjelaskan bahwa hasil autopsi jauh lebih akurat dan jelas pembuktiannya. Dari autopsi nantinya juga akan terlihat apakah ada indikasi penganiayaan hingga adu tembak.

"Nah jadi dengan autopsi itu lebih jelas, ada penganiayaan atau tidak atau betul tembak menembaknya ada atau tidak, pelurunya ada atau tidak, atau bekas luka di tubuh korban J bentuknya seperti apa itu akan terlihat," jelas dia.

Josias meyakini hasil autopsi kedua akan lebih valid karna diawasi berbagai pihak.

"Nah kalau katakanlah ada perbedaan hasil autopsi, itu kan bisa dilihat dari hasil otopsi berikutnya yang terakhir. Karena hasil otopsi yang terakhir itu betul-betul diawasi bersama oleh semua pihak. Itu menurut saya yang paling valid," katanya.

Selain itu, hasil autopsi juga akan memperjelas temuan Komnas HAM bahwa Brigadir J ditembak dalam jarak dekat. 

"Kalau ini ternyata dugaannya tembakan jarak dekat, seharusnya ini kelihatan nanti dihasil otopsinya begitu. Jadi clear antara penggalian Komnas HAM baik melalui petunjuk atau sudah melakukan wawancara atau hasil autopsi yang terakhir dilakukan," terang Josias.

Josias menegaskan semua klaim dan dugaan akan dibuktikan dari hasil autopsi. Oleh karena itu, kata dia, hasil autopsi harus dilaporkan secara transparan dan tidak ditutupi. 

"Itu juga sudah ditunjuk oleh Presiden untuk membuka. Jadi saya kira akan sulit jika ada pihak yang ingin menutupi. Nah itu dinamikanya kita biarkan saja nanti dalam pengadilan. Saling tunjuk bukti yang kemudian memperlihatkan seperti apa," jelasnya.

Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar menilai autopsi jenazah Brigadir J yang kedua ini akan sangat menentukan perkembangan kasus ini.  

"Karena yang kedua ini menjadi sangat menentukan apakah perkara ini berhenti seperti sekarang ini penyidikannya atau berkembang menjadi ada pihak lain yang bisa ditempatkan jadi tersangka atau ada korban lain dan sebagainya. Jadi memang sangat penting autopsi kedua ini," ujar Fikar kepada Liputan6.com.

Selain itu, dia meyakini autopsi kedua ini juga lebih bisa diterima banyak pihak. 

"Karena dilakukan secara terbuka dan disaksikan oleh banyak pihak, maka apapun hasilnya pasti akan menggembirakan semua pihak karena cara yang ditempuh secara profesional dan transparan, karena itu akan bisa diterima hasilnya oleh semua pihak. Dan ini merupakan bagian dr proses peradilan yg terbuka dan jujur," kata dia.

3 dari 3 halaman

Temuan Komnas HAM

Selain di Jambi, Komnas HAM juga terus memeriksa berbagai pihak untuk mengusut kasus kematian Brigadir J.

Siang ini, Rabu, (27/7/2022) Komnas HAM memeriksa tim Siber Bareskrim dan Digital Forensik Puslabfor Mabes Polri. Beberapa hal yang digali adalah soal rekaman CCTV hingga komunikasi ponsel.

"Siber itu terkait komunikasi yang basisnya hanphone atau yang lain kalau ada, yang kedua adalah soal CCTV, bagaimana CCTV itu. Kalau di tempat publik ini sudah ngomong CCTV rusak di tempatnya rumah dinas Irjen Sambo dan CCTV di tempat yang katanya sudah didapatkan oleh teman kepolisian, itu kami cek," tutur Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Jakarta, Rabu (27/7/2022).

Komnas HAM sendiri telah melihat langsung isi rekaman CCTV yang berasal dari sekitaran rumah Irjen Ferdy Sambo. Dalam pengamatan, disebut bahwa Brigadir J masih hidup sepulang dari Magelang.

"Paling penting tadi kami diperlihatkan video, jumlahnya 20 video dari Magelang sampai area Duren Tiga, termasuk sampai Kramat Jati. Di Duren Tiga ada Irjen Sambo, ada rombongan Magelang, jadi duluan Irjen Sambo, lalu ada Bu Putri dan ada Yoshua. Almarhum masih hidup sampai Duren Tiga, lalu rombongan yang lain, masih dalam kondisi hidup dan sehat," tutur Anam.

Menurut Anam, pihaknya melihat secara langsung berbagai temuan siber dan digital forensik yang ada sambil menerima penjelasan. Termasuk soal isi rekaman CCTV dan ponsel yang juga ditunjukkan hasil dari metode pengecekan dan lainnya.

"Konsen yang penting di sini di Kramat Jati, dan waktunya sesuai. Lalu kami juga ditunjukkan di mana jejaring komunikasi yang terdapat di area Duren Tiga-Magelang dengan cell down, jadi raw materialnya kami dikasih, jaring jaringnya siapa, ngomong apa, kami dikasih. Itu bahan raw material akan kami analisis dan komunikasi apa yang terjadi, dan itu akan ada di laporan hasil akhir kita," jelas dia.

Anam mengatakan, proses secara digital terhadap ponsel dan rekaman CCTV memang secara teknologi membutuhkan waktu lebih dalam penanganan Puslabfor.

"Jadi kami sepakati mekanisme mengambil keterangan digital dan siber ini minggu depan. Jadi tinggal 20 persen lagi. Tapi kalau yang paling penting dari video itu terlihat, termasuk apakah di video itu ada proses PCR, ada. Ada jamnya dan siapa saja yang di PCR, termasuk almarhum Yoshua," Anam menandaskan.

Sebelumnya, Komnas HAM juga telah mengantongi informasi terkait lokasi dan waktu kematian Brigadir J.

Dia menjelaskan, informasi itu diperoleh Komnas HAM usai menggali keterangan dari Pusat Kedokteran Kesehatan (Pusdokes) Polri dan sejumlah bukti lain dari keterangan pihak ahli dan keluarga almarhum Brigadir J.

"Kapan waktu meninggal? basah lukanya itu menentukan kapan. Kami punya informasi yang rigid akibat hal itu dan kami punya informasi yang lain soal karakter dasar kronologi ini dan kalau kita sesuaikan, kami punya waktu yang semakin rigid kapan brigadir J ini meninggal dan dimana kemungkinan besar meninggalnya,” jelas Anam di Kantor Komnas HAM, Senin (25/7/2022).

"Basah luka yang akan menjernihkan kita kapan terjadi kematian," sambung Anam.

Namun, Anam menolak menyatakan secara gamblang apakah pernyataan yang disampaikan berarti keterangan dari Polri berbeda dengan temuan yang diperoleh Komnas HAM.

Selain itu, Komnas HAM juga sudah menemukan jawaban valid dari Pusdokes Polri terkait waktu kematian dan luka di tubuh almarhum Brigadir Yoshua. Menurut Anam, informasi yang diterima sudah cukup melengkapi informasi tentang misteri kematian Brigadir Yoshua.

“Kami cek karakter dan jenis luka, kami juga cek posisi luka itu memiliki karakter sudut tembak seperti apa? Kami ditunjukin bukti dan logikanya (oleh Pusdokes Polri),” kata Anam.

Anam mengaku, Komnas HAM mencecar Pusdokes Polri terkait mengapa ada luka di wajah hingga adanya luka-luka di tubuh Brigadir Yoshua. Tidak sekadar keterangan verbal, Anam juga meminta semua informasi disampaikan Pusdokes Polri dengan validasi.

“Kami telusuri detil dan kami minta pembuktiannya dan ditunjukan logikanya seperti apa, kami cek posisi jenazah saat datang, seblum dimandikan, sebelum-setelah diautopsi,” urai Anam.

Meski informasi detail sudah disampaikan dengan gamblang oleh Pusdokes Polri, namun Anam menegaskan belum ada kesimpulan yang dapat disampaikan ke publik untuk saat ini.

Dia menjelaskan, keterangan yang diperolehnya akan disatukan dengan keterangan pihak keluarga almarhum dan tim ahli yang dimiliki Komnas HAM.

Anam hanya menggarisbawahi, poin penting dari penggalian informasi Komnas HAM terhadap Pusdokes Polri adalah mengetahui bagaimana kondisi Brigadir J sebelum, saat dan setelah diautopsi.

"Kami sudah punya catatan mendalam, tapi kami belum menyimpulkan sekarang. Kesimpulan pasti ada, tapi nanti tidak sepotong-sepotong jadi nanti kalau sudah komprehensif," kata Anam.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.