Sukses

Pengacara Sebut Mardani Maming Siap Hadiri Pemeriksaan di KPK, Kamis 28 Juli 2022

Pengacara Mardani Maming, Bambang Widjojanto, menyebut mantan Bupati Tanah Bumbu itu siap menghadiri pemeriksaan tim penyidik KPK pada 28 Juli 2022 mendatang.

Liputan6.com, Jakarta Pengacara Mardani Maming, Bambang Widjojanto, menyebut mantan Bupati Tanah Bumbu itu siap menghadiri pemeriksaan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 28 Juli 2022 mendatang.

Bahkan, Bambang sudah mengirimkan surat konfirmasi terkait kehadiran Mardani Maming kepada tim penyidik KPK. Namun, Bambang kecewa lantaran KPK seolah menyembunyikan informasi terkait hal itu.

"Kenapa informasi yang sangat jelas itu disembunyikan KPK, beginikah cara penegakan hukum ala KPK, tidak transparan dan sangat tidak akuntabel," ujar Bambang, Jakarta, Selasa (26/7/2022).

Bambang melampirkan surat Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBH PBNU) yang dikirim ke KPK pada 25 Juli kemarin. Dalam surat tersebut Mardani Maming siap hadir pada 28 Juli 2022.

Dia menyatakan, Mardani akan kooperatif hadir sesuai permintaan kliennya. Kini Bambang kecewa lantaran KPK menetapkan Mardani dalam daftar buronan.

"Padahal ada surat yang sudah dikirimkan lawyer-nya MHM untuk meminta penundaan pemeriksaan. Kasihan masyarakat, terus menerus diberikan informasi yang keliru dan disesatkan," kata Bambang.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi berkirim surat daftar pencarian orang (DPO) atas nama Mardani H. Maming ke Bareskrim Polri. Ketum HIPMI itu ditetapkan menjadi DPO lantaran dua kali tak memenuhi panggilam KPK.

"Hari ini (26/7) KPK memasukkan tersangka ini dalam daftar pencarian orang (DPO) dan paralel dengan itu KPK juga berkirim surat ke Bareskrim Polri untuk meminta bantuan penangkapan terhadap Tersangka dimaksud," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (26/7/2022).

Ali berharap, usai penerbitan surat DPO ini Mardani Maming kooperatif terhadap proses hukum di lembaga antirasuah. Ali berharap Bendum PBNU itu segera menyerahkan diri ke KPK.

"KPK berharap tersangka dapat kooperatif dan menyerahkan diri kepada KPK agar proses penegakkan hukum tindak pidana korupsi tidak terkendala," kata Ali.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Gagal Jemput Paksa

Sebelumnya, KPK tak berhasil menemukan Ketua Umum HIPMI Mardani H Maming dalam upaya penjemputan paksa. Bendum PBNU itu tak ada di apartemen miliknya di kawasan Jakarta Selatan.

"Dari kegiatan penggeledahan di salah satu apartemen di Jakarta hari ini, (25/7) info yang kami terima, tim KPK belum menemukan tersangka di tempat dimaksud," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (25/7/2022).

Ali mengatakan, upaya jemput paksa bisa dilakukan KPK terhadap tersangka. Selain itu, KPK bisa menerbitkan surat daftar pencarian orang (DPO) yang tidak kooperatif terhadap proses hukum.

"Perlu juga kami sampaikan, tersangka yang tidak koperatif sesuai hukum acara pidana, KPK dapat melakukan jemput paksa dan secara bertahap dapat menerbitkan DPO yang nantinya kami publikasikan secara terbuka kepada khalayak," kata Ali.

 

3 dari 3 halaman

Ingatkan soal Hukuman Bagi yang Bantu Sembunyikan Tersangka

KPK juga mengancam akan menjerat pihak yang berusaha menyembunyikan Mardani Maming. Ancaman tersebut tertera dalam Pasal 21 UU Tipikor.

"Kami juga mengingatkan siapa pun dilarang undang-undang menghalangi proses penyidikan yang sedang kami lakukan ini dengan berperan sengaja menyembunyikan keberadaan tersangka karena itu diancam pidana sebagaimana Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi," kata Ali.

Pasal 21 UU Tipikor menyatakan, 'Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.'

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.